(Panjimas.com) – Literasi sekolah tidak hanya didesain sebagai sebuah program untuk membentuk siswa yang pintar menulis. Literasi sekolah juga bukan hanya diperuntukkan agar siswa mempunyai banyak wawasan di bidang akademik, yang ujung-ujungnya hasil capaiannya diukur dengan perolehan nilai sewaktu ujian. Literasi sekolah yang kosong dari pembentukan mental dan karakter, masih belum bisa disebut mencapai keberhasilan.
Kegiatan membaca yang menjadi inti dari program literasi sekolah tidak boleh menjadi kosong dari sebuah makna dari membaca itu sendiri. Menjadi hambar rasanya di saat di dalam ruang kelas, dan di area sekolah terpampang banyak baner dan tulisan motivasi dan kalimat-kalimat hikmah, sementara karakter-karakter yang ingin dicapai dalam program PPK (Penguatan pendidikan Karakter) belum tergarap dengan baik. Kegiatan membaca harus mampu membentuk kesadaran akan keberadaan dari Tuhan, Sang Maha Pencipta. Kesadaran akan keberadaan Tuhan inilah yang akan menghadirkan kedisiplinan murni. Suatu kedisiplinan yang akan memebimbing manusia untuk selalu mawas diri bahwa setiap perbuatannya di dunia ini pasti akn dipertanggungjawabkan di dalam kehidupan akherat.
Memang menjadi sebuah pekerjaan rumah yang besar bagi sekolah, khususnya seorang guru guna menciptakan kegiatan literasi yang bermakna bagi anak-anaknya. Betapa tidak, watak dasar anak itu beragam. Ada anak yang berwatak sanguin, flegmatis, koleris, dan melankolis. Anak yang sanguin biasanya ceria, cerewet dan supel, mudah bergaul. Anak yang flegmatis biasanya santai, lambat dalam mengerjakan sesuatu hal dan lebih mengedepankan sebuah persahabatan. Sedangkan perangai yang emosional, lebih suka memimpin dan berorientasi hasil dimiliki oleh anak yang koleris. Anak yang melankolis biasanya adalah anak yang serius, selalu merasa kuwatir, dan selalu banyak pertimbangan.
Tentu pendekatan terhadap ke-4 watak dasar anak ini juga berbeda. Nabi Muhammad SAW memberikan teladan dalam mendidik dengan pola pendekatan yang sesuai. Tatkala Da’tsur mengacungkan pedang kearah beliau, dengan tenangnya beliau menjawab pertanyaan Da’tsur, bahwa Allah SWT yang akan menolong beliau. Pengaruh ketenangan itulah yang menjadikan Da’tsur pun tidak berdaya. Begitu pula, panggilan Nabi kepada para makelar di pasar dengan sebutan pedagang, telah menjadi energi positif. Masih banyak lagi teladan dari model-model pendekatan yang dilakukan oleh Nabi dalam melakukan pendidikan dan pembinaan. Artinya guru sebagai pendidik dituntut agar bisa mengenal lebih dekat watak dasar anak.
Dengan memahami watak dasar anak ini, pengembangan multi kecerdasan akan berjalan sebagaimana mestinya. Domain seorang guru adalah memadukan pengembangan multi kecerdasan ini dengan pembentukan kepribadian yang Islami. Akhirnya semboyan sekolah para juara bisa menjadi sebuah realita.
Pada awalnya belum ada gerakan dalam jiwa-jiwa ini untuk melembagakan kegiatan literasi. Kami berpikir bahwa kegiatan literasi ini dapat berjalan secara alami seiring proses KMB (Kegiatan Mengajar dan Belajar) di dalam kelas. Akan tetapi ketika kami mulai bersinggungan dengan beberapa buku di perpustakaan sekolah, kami menjadi tergerak membuka cakrawala wawasan. Terlebih lagi saat kami membaca buku bercorak novel dan tertulis jenis KKPK (Kecil – Kecil Punya Karya). Wah, ini luar biasa. Saat itu pikiran kami sudah membayangkan anak-anak kami mempunyai sebuah karya. Bahkan uniknya, beberapa buku novel KKPK tersebut diinspirasi oleh gambar komik berseri yang telah dibuat oleh penulis ciliknya.
Pikiran kami masih terkooptasi pada pengembangan literasi yang berorientasi produk-ptoduk yang langsung bisa dinikmati. Lambat laun kami akhirnya bisa menerima disertai hati yang legowo untuk tidak memaknai literasi hanya pada satu aspek semata.Pandangan kami berubah saat berada di Bogor, tepatnya di SDIT Insantama. Anak-anak kelas 5 waktu itu disodori oleh gurunya masing-masing sebuah artikel yang mengulas tentang Bully dan dampaknya. Sebuah proses pembentukan nilai-nilai kepribadian yang terstruktur dengan baik. Pada waktu itu, anak-anak mempresentasikan hasil literasinya terhadap artikel tersebut dengan baik tanpa membaca. Begitu pula saat teman-temannya bertanya tentang beberapa hal terkait artikel, anak-anak pun menjawabnya dengan lancar.
Akhirnya, semakin kuat tekad kami untuk mengembangkan kegiatan literasi di sekolah kami. Dengan kegiatan literasi ini akan semakin menciptakan kecintaan anak terhadap aktivitas membaca. Dari kecintaan terhadap kegiatan membaca ini, harapannya anak-anak mampu menghasilkan produk yang mencerminkan minat dan kemampuannya. Lebih dari itu, melalui kegiatan literasi tersebut akan semakin mampu memperkuat pembentukan kepribadian yang islami bagi anak.
Untuk mencapai hasil dari program literasi yang sedemikian ini, pertama kali kami melakukan sosialisasi secara sistematis. Baik sosialisasi kepada guru dan juga sosialisasi kepada siswa.
Sosialisasi program literasi sekolah kepada guru melalui rapat koordinasi mingguan. Bahwa sesungguhnya perlu ada kesamaan visi dan misi di antara guru untuk mendukung dan mensukseskan program literasi sekolah. Mengenai waktu literasi yang dilaksanakan saat reading time. Reading time dilaksanakan sekitar 20 menit sebelum pembelajaran akademik dimulai. Urgensitas kegiatan literasi dilaksanakan di sekolah harus disampaikan kepada siswa. Dalam hal ini, peran wali kelas dan guru kelas sangat penting dalam kesuksesan kegiatan literasi sekolah. Tentu penyampaian kepada siswa tersebut perlu penanaman dalam diri siswa akan motivasi melakukan kegiatan literasi. Motivasi aqidah memegang peranan penting.
Adapun sosialisasi program literasi kepada siswa melalui 2 lini, baik lini kolektif lewat kegiatan apel, juga kolektif di kelas masing-masing. Pembina apel memberikan pengarahan kepada siswa betapa pentingnya kegiatan membaca. Dengan kegiatan membaca, kita bisa semakin banyak wawasan dan pengetahuan. Kita bisa mengetahui tatacara ibadah, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, berita peristiwa di belahan bumi manapun, dan yang lainnya melalui kegiatan membaca. Terdapat sebuah petuah yang menyatakan al Ilmu qobla al Amal, yang artinya bahwa ilmu itu harus didahulukan sebelum melakukan suatu perbuatan. Bila kaum muslimin meninggalkan kegiatan membaca, tentunya mereka tidak akan bisa menjalankan kewajiban kewajiban di dalam agama, justru kaum muslimin akan lebih banyak terjebak ke dalam perbuatan-perbuatan yang mengarah kepada kemaksiatan. Lagipula kaum muslimin akan semakin berada di bawah dan lebih banyak menjadi penonton daripada para pemain. Kaum muslimin harus menjadi pemain dalam kehidupan ini untuk menebarkan kebaikan bagi semua. Demikianlah sosialisasi program literasi kepada siswa.
Sedangkan sosialisasi program literasi di dalam kelas masing-masing bertujuan untuk memperkuat yang sudah disampaikan oleh Pembina apel. Wadah yang digunakan dalam penguatan sosialisasi di dalam kelas adalah melalui pembelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam). 20 menit pertama digunakan oleh guru kelas untuk mrenjelaskan akan falsafah dari kegiatan membaca. Guru menyampaikan makna perintah membaca di dalam ajaran Islam. Penyampaian materi ini dimaksudkan untuk membentuk kepribadian Islam pada diri anak. Oleh karena itu, gaya penyampaian yang digunakan guru adalah memberikan pemahaman yang benar dan membekas. Pemahaman yang benar berdasarkan sumber sumber nash yang terpercaya yakni al Qur’an dan Hadits Nabi SAW. Sementara itu agar pemahaman yang benar itu membekas tentu disertai dengan memberikan pemahaman fakta yang mendukung dan relevan dengan pokok bahasan yakni kewajiban membaca. Membaca sebagai inti dari program literasi perlu mendapat perhatian sepenuh hati dari semua komponen yang ada di sekolah.
Setelah melakukan sosialisasi program kegiatan literasi ini, yang harus dilaksanakan adalah menanamkan kegemaran membaca pada diri anak secara khusus, dan semua warga sekolah pada umumnya. Pemahaman tentang pentingnya kegiatan membaca ini sudah dilakukan melalui pengarahan pada saat apel dan pada saat pembelajaran agama di kelas. Kegemaran membaca terkait erat dengan pembiasaan. Pembiasaan kegiatan membaca ini dilakukan melalui penyusunan jadwal literasi mingguan dan kegiatan mengajar belajar. Jadwal literasi mingguan berisi tentang judul buku yang harus dibaca, jumlah halaman yang dibaca dan batasan halaman yang sudah dibaca. Dengan beragamnya judul buku yang dibaca oleh anak-anak akan semakin memperkaya khasanah buku bagi anak-anak. Wawasan siswa semakin bertambah. Inspirasi bagi siswa untuk membuat produk literasi juga semakin beragam sesuai dengan minatnya. Selanjutnya kegiatan membaca yang dilakukan sesuai dengan jadwal mingguan tersebut dicatat oleh guru kelas masing-masing di dalam lembar kontrol tersendiri.
Alhamdulillah, program literasi sejauh ini berjalan tertib dan lancar. Kegemaran membaca sudah mulai menjadi budaya anak-anak kami, bahkan anak-anak antusias untuk meneruskan bacaannya pada saat jm istirahat.
Pada tataran selanjutnya, kegiatan membaca ini kami mengarahkannya pada dua hal yakni sebuah produk yang dihasilkan dan penguatan dalam pembentukan karakter anak-anak.
Porduk-produk yang dihasilkan anak-anak pun sangat beragam. Pada tahapan awal, kami mengarahkan model aktivitas yang harus dilakukan siswa agar bisa menghasilkan sebuah produk. Yang sudah kami lakukan adalah sebuah aktivitas yang inklud di dalam jadwal literasi mingguan. Terutama jadwal literasi mingguan bagi kelas atas yaitu kelas 4. Beberapa aktivitas literasi yang mengarahkan anak-anak agar bisa menghasilkan sebuah produk literasi di antaranya adalah menyusun unsur-unsur intrinsik dari suatu bacaan. Biasanya bacaan-bacaan yang diambil dari buku tematik kurikulum 2013 sebagai acuan dalam melakukan analisis unsure-unsur intrinsik suatu bacaan. Anak-anak menuliskan unsur-unsur intrinsik yang meliputi tema bacaan, awal dan akhir cerita, penokohan cerita, alur dan latar cerita, serta amanat yang terkandung dalam suatu bacaan. Anak-anak menuliskannya pada sebuah kertas folio bergaris dan dikumpulkan untuk penilaian.
Pernah dalam satu momen kegiatan literasi, produk yang harus dihasilkan anak-anak adalah menuliskan kata-kata sulit yang belum dipahami. Anak-anak menuliskannya pada sebuah kertas berukuran A4. Kemudian bersama guru, anak-anak melakukan kegiatan mencari arti dan makna dari kata-kata sulit yang sudah dituliskan anak-anak.
Kegiatan literasi yang diarahkan untuk menghasilkan sebuah produk bisa dilakukan oleh guru dalam proses KMB (Kegiatan Mengajar dan Belajar). Pada proses pembelajaran akademik, guru mengarahkan anak-anak untuk membuat produk yang mencerminkan minat dan kemampuannya. Pada saat pembelajaran tema 5 kelas 4 SD tentang cahaya dan sifat-sifatnya dan biografi beberapa pahlawan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Guru memberikan kepada masing-masing anak sebanyak 2 hingga 3 helai kertas berukuran A4.
Yang mengejutkan bahwa produk-produk yang dihasilkan oleh anak-anak ternyata beragam. Produk literasi dari anak tentang materi cahaya dan sifat-sifatnya, ada yang berbentuk sebuah ringkasan. Ada yang berbentuk tulisan disertai keterangan visual berupa gambar yang mendukung keterangan tentang sifat-sifat cahaya. Bahkan ada produk literasi yang begitu unik dalam menuangkan materi cahaya dan sifat-sifatnya. Produk ini menampilkan materi cahaya dan sifat-sifatnya berupa sebuah cerita, dialog dan komik. Sebagian menampilkan gambar disertai dialog yang menjelaskan sifat-sifat cahaya.
Beragamnya produk literasi tersebut menggambarkan bahwa anak-anak itu mempunyai kemampuan dan keunikan yang beragam. Di sinilah urgensitas kegiatan literasi dalam menggali potensi, minat dan kemampuan anak-anak. Setiap anak adalah juara. Oleh karena itu, konsepsi sekolah para juara dapat diwujudkan melalui kegiatan literasi.
Di samping bahwa kegiatan literasi ini diarahkan agar anak-anak mampu menghasilkan sebuah produk yang menjelaskan akan potensi dan kemampuan anak-anak yang beragam, kegiatan literasi ini juga diarahkan untuk memperkuat pembentukan karakter. Tentu saja karakter yang ingin dibentuk adalah karakter yang berasaskan nilai-nilai Agama Islam.
Untuk mensukseskan kegiatan literasi ini dalam membentuk karakter Islami, maka kami berusaha menjadikan dinding-dinding kelas, dinding-dinding bangunan sekolah, dan dinding-dinding pada bangunan kamar mandi bisa berbicara kepada semua warga sekolah. Ya… di dinding-dinding tersebut terpasang baner-baner yang bertuliskan pesan-pesan moral. Pesan-pesan moral yang ada pada baner-baner tersebut bukanlah tulisan dan pesan yang mati dan kosong dari makna. Pesan yang hanya tinggal pesan tanpa mempengaruhi jiwa manusia.
Kami mengatakan bahwa dinding-dinding itu berbicara lewat tulisan pada baner-baner yang terpasang. Disebut berbicara, artinya secara aktif tulisan pada baner yang terpasang menyampaikan pesan pada diri siswa. Sebagai contoh, di dinding ruangan kelas tertulis pada sebuah baner,’Jujur Mulia, Nyontek Hina’.. Pesan ini benar-benar efektif untuk mengerem aktivitas menyontek saat ujian. Bahkan budaya untuk saling mengingatkan menjadi karakter khas anak-anak kami. Kontrol secara sistemik dari sekolah, kotrol sosial dari teman sekelas, dan kontrol individu terhadap berbagai pelanggaran bisa berjalan beriringan dan serasi.
Pernah pada suatu ketika kami memberikan penjelasan materi dalam kegiatan mengajar dan belajar di dalam kelas, sebagian anak-anak dengan malas-malasan melaksanakan tugas yang kami berikan pada waktu pembelajaran. Dengan sigap kami mengutip satu butir pernyataan dalam 13 budaya sekolah yang terpampang di dinding kelas. Satu butir pernyataan dalam budaya sekolah tersebut yang kami kutip adalah Ketaatan yang Tinggi. Dari situlah kami mengarahkan pemahaman anak-anak bahwa orangtua kalian di kelas adalah seorang guru. Sebagai orang tua, maka guru itu mempunyai kewajiban untuk mengarahkan dan membimbing kalian menuju kesuksesan baik di dunia dan di akherat. Setelah kami memberikan beberapa pemahaman terkait dengan keberadaan guru sebagai orangtua kedua di sekolah dan di kelas, anak-anak menjadi normal kembali mengerjakan tugas belajar di kelas dengan cukup baik.
Kendala yang kami hadapi dalam mensukseskan kegiatan literasi sekolah adalah keterbatasan jumlah pustaka yang dimiliki oleh perpustakaan sekolah, bangunan perpustakaan secara khusus yang mampu menampung bahan pustaka lebih kaya lagi; di samping itu agar lebih terkontrol mengenai lalu lintas keluar masuknya buku dari dan ke perpustakaan. Tentu keberadaan pustakawan yang mempunyai banyak wawasan sangat mutlak diperlukan. Begitu pula dalam pelaksanaan program kegiatan literasi sekolah perlu menambah wawasan dan bentuk-bentuk kegiatan literasi yang dilaksanakan pada waktu-waktu yang mendatang.
Program kegiatan literasi yang sudah berlangsung selama satu semester ini memberikan perubahan sikap yang posistif pada diri anak-anak didik kami. Anak-anak menjadi lebih gemar membaca. Tidak hanya pada waktu kegiatan literasi pada jam reading time, waktu istirahat dan menunggu waktu sholat di mushola juga tidak terlepas dari kegiatan literasi. Anak-anak memiliki banyak wawasan pengetahuan yang dapat membantu mereka dalam menjawab soal-soal ujian terkait kemampuan di bidang akademik. Media kontroling kelurusan dalam melaksanakan pola sikap yang Islami melalui multimedia. Di dalam kelas, guru mengarahkan dan membimbing, bahan bacaan di perpustakaan terkait akhlaq-akhlaq terpuji dan dinding-dinding kelas dan dinding-dindang pada bangunan kamar mandi ikut berbicara dan menyampaikan pesan moral.
Adapun hasil program kegiatan literasi yang sudah dilakukan cukup baik. Penggalian potensi dan kemampuan anak serta penguatan pembentukan kepribadian yang Islami bisa tercermin pada sikap dan perilaku anak. Anak-anak didik kami sudah terbiasa bertutur kata yang lembut dan sopan, melakukan pemberian nasehat kepada temannya bahkan orang tuanya juga gurunya.
Ke depan di masa –masa berikutnya, program literasi sekolah perlu pengembangan yang diarahkan kepada lomba literasi dan jambore literasi baik bagi anak-anak, maupun kepada guru.
Lomba literasi diarahkan guna pembentukan life skill seperti lomba membuat puisi, lomba membuat cerita, lomba membuat poster dan yang lainnya. Pada level dewasa, yakni lomba literasi yang diarahkan bagi guru seperti lomba membuat RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) terbaik dan penyusunan media pembelajaran terbaik. Dengan beragamnya kegiatan di dalam program literasi ini diharapkan program literasi sekolah semakin bergairah dan hidup. [RN]
Penulis, Ainul Mizan, S.Pd
Guru SDIT Insantama Malang