(Panjimas.com) – Indonesia negeri tercinta dengan mayoritas penduduk muslim terbesar di dunia, mestinya menjadi negeri yang membanggakan karena keluhuran akhlak mulianya. Namun kenyataan justru sebaliknya. Banyaknya kasus kejahatan yang menyayat jiwa membuat miris, tak percaya tapi ini nyata.
Ada ibu bunuh anak, murid bunuh guru, orang gila bunuh ulama, anak menelantarkan orang tua bahkan kasus sodomi, LGBT dan pedofilia yang semakin menggila. Ya Allah Ya Robb..sebegitu parahkah kondisi masyarakat yang terkenal dengan budaya timurnya?
Tak bisa dipungkiri, di era digital seperti saat ini, segalanya mudah diakses hanya dengan ‘sentuhan’ jari. Gempuran peradaban bebas menyerang tanpa hambatan. Masyarakat pun akhirnya terpapar budaya luar, terutama budaya barat. Terbayang betapa banyaknya perilaku-perilaku rusak dipertontonkan dan ditiru oleh masyarakat Indonesia. Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.
Tak heran jika budaya sekuler, gaya hidup hedonis, seks bebas, pornografi, pornoaksi, narkoba, kekerasan, LGBT, dan perilaku-perilaku tak bermoral lainnya mewabah. Sehingga melahirkan masyarakat yang rusak. Wajar jika akhirnya berbagai kejahatan muncul sebagai akibat perilaku-perilaku rusak tersebut.
Islam sebagai akidah sekaligus syariah mempunyai seperangkat aturan yang sempurna dan paripurna dalam seluruh aspek kehidupan. Aturan yang tidak hanya mengatur masalah ibadah ritual individu saja. Tapi juga mengatur masalah politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya.
Allah memerintahkan umat muslim untuk masuk ke dalam Islam secara kaffah (keseluruhan), tidak sebagian-sebagian saja. Seperti firman-Nya:
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kalian menuruti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 208)
Sebagai sebuah sistem (seperangkat aturan) Islam telah sempurna dalam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia dari soal ibadah, akhlak, muamalah hingga sistem sanksi. Namun Islam tidak akan bisa diterapkan secara kaffah tanpa adanya sebuah institusi negara yang akan menerapkan hukum-hukum Islam tersebut.
Salah satu konsekuensi negara yang menerapkan hukum Islam secara kaffah akan mendorong dan menjaga warga negara memiliki akhlakul karimah, karena “akhlak adalah produk berbagai pemikiran, perasaan dan hasil penerapan aturan” (dikutip dari kitab “Peraturan Hidup dalam Islam”, Taqiyuddin An Nabhani).
Rasulullah Saw pun telah mencontohkan akhlakul karimah yang akan menjauhkan manusia dari perbuatan-perbuatan maksiat yang berdampak buruk di dunia dan akhirat. Sebagaimana firman Allah:
“Sesungguhnya pada diri Rasulullah ada teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap Allah dan hari akhir serta banyak berdzikir kepada Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21).
Mushthofa Al ‘Adawi dalam kitab beliau Fiqhul Akhlak 1/7 mengatakan: “Dan telah terhimpun pada diri Rasulullah sifat-sifat yang terpuji seperti malu, dermawan, pemberani, berwibawa, sambutan yang baik, lemah lembut, memuliakan anak yatim, baik batinnya, jujur dalam ucapan, menjaga diri dari perkara yang mendatangkan maksiat, suci, bersih, suci dirinya dan segala sifat-sifat yang baik”.
Semoga sistem Islam bisa segera terwujud. Dan menjadikan masyarakat berakhlakul karimah. Sehingga kasus-kasus kejahatan yang menyayat jiwa tak lagi terjadi. Dan pada akhirnya bisa mewujudkan kehidupan masyarakat yang penuh kemuliaan, kebaikan, kebahagiaan, ketentraman, ketenangan, kenyamanan dan kejayaan. Wallâhu a’lam bi ash-shawâb. [RN]
Penulis, Ernawati
Ibu Peduli Generasi