(Panjimas.com) – Bulan Januari 2018 Pemerintah melakukan kebijakan impor 500.000 ton beras dengan alasan memperkuat cadangan beras nasional. Kemudian masih pada bulan yang sama Pemerintah kembali membuka impor untuk garam industri sebesar 3,7 juta ton. Pembukaan keran impor garam bertujuan untuk menjaga stabilitas dunia industri yang membutuhkan bahan baku garam. Keputusan impor ini menjadi kesepakatan rapat koordinasi beberapa kementerian dan lembaga di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jumat (liputan6.com/19/1/2018). Kementerian tersebut di antaranya Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto mengungkapkan, kemudahan impor garam yang diberikan berupa penyederhanaan rekomendasi impor, sehingga tidak mengganggu kemudahan berusaha. Menurut Airlangga, dengan kemudahan impor garam diharapkan dapat mengembangkan kegiatan usaha, sehingga menarik investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Airlangga menuturkan, impor garam khususnya industri sudah lama dilakukan, tapi ada perbedaan spesifikasi garam industri dan garam konsumsi. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution meminta kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk tidak mempersulit impor garam. Pada 2017, impor garam terhambat karena rekomendasi dari KKP tak kunjung terbit. Darmin mengatakan, dalam rapat koordinasi (rakor) lintas kementerian dengan pokok bahasan impor garam yang diprakarsai oleh Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, diputuskan bahwa pemerintah akan mempermudah proses impor garam.
Berikutnya pemerintah kembali impor, kali ini gula, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan mengungkapkan, izin impor diberikan kepada 11 perusahaan rafinasi dalam negeri dan akan diproses dalam waktu dekat. Izin impor sebanyak 1,8 juta ton tersebut diterbitkan Kemendag setelah rekomendasi dari kementerian teknis. Pada 2018, alokasi impor gula mentah sebanyak 3,6 juta ton yang akan diberikan kepada 11 perusahaan yang tergabung dalam Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI). Nantinya, gula mentah yang diolah menjadi gula rafinasi tersebut akan diperdagangkan menggunakan sistem lelang. Skema pelaksanaan lelang gula kristal rafinasi tersebut sempat tertunda beberapa kali dan akan mulai dilaksanakan dalam waktu dekat ini.
PT Pasar Komoditas Jakarta (PKJ) ditetapkan sebagai penyelenggara pasar lelang GKR oleh Kemendag melalui Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 684/M-DAG/KEP/5/2017 tentang Penetapan Penyelenggara Pasar Lelang Gula Kristal Rafinasi. Pengaturan perdagangan GKR melalui pasar lelang diharapkan dapat menjaga ketersediaan, penyebaran, dan stabilitas harga gula nasional, serta memberi kesempatan usaha yang sama bagi industri besar dan kecil dalam memperoleh pasokan bahan baku dan tujuan bagus untuk melindungi konsumen. Tapi jangan sampai tafsir masyarakat menilai ada hal lain dari dibalik penyegelan gula ini. Ia berharap pemerintah tetap komitmen bukan hanya melindungi konsumen, tetapi juga melindungi petani tebu dan para produsen gula lokal (cnnindonesia.com/19/01/2018).
Benarkah demikian? Sesungguhnya kebijakan yang diambil oleh Pemerintah ini sekalipun mengatasnamakan melindungi konsumen dan memperkuat ekonomi adalah bukti tidak seriusnya pengelolaan semua potensi yang Allah anugerahkan kepada negri yang konon mendapat julukan negri jamrud katulistiwa, gemah ripah loh jinawi ini…hingga salah satu band legendaris Koes Ploes mengabadikannya dalam sebuah lagu.Tanah Surga, Tongkat, batu dan kayu jadi tanaman begitu salah satu liriknya. Alih-alih demi kepentingan rakyat banyak dan membangun kemandirian ekonomi namun justru Pemerintah kita sedang menggiring perekonomian kearah bunuh diri ekonomi. Bagaimana bisa?
Sejatinya Impor menjadi salah satu jalan pintas bagi pengusaha yang pada era sekarang mereka lebih banyak dipengaruhi oleh cara pandang ekonomi Neoliberal Kapitalisme dengan berdalih efisiensi dan solusi jangka pendek bagi problem kelangkaan. Neoliberalisme sendiri adalah perkembangan terkini dari ideologi kapitalisme yang meminimalkan peran negara dalam perekonomian dan menyerahkan perekonomian kepada mekanisme pasar. Neoliberalisme mulai di terapkan bagi public secara luas di Barat pada tahun 1980-an, yakni pada masa Presiden AS Ronald Reagen (menjabat 1981-1989) dan pada masa PM Inggris Margaret Thatcher (menjabat 1979-1990).
Setelah tiga dasawarsa Barat mengemban ide batil ini tak ada kekuatan global yang mampu membendungnya, sebab pada akhirnya Neoliberalime menyengsarakan dan lebih jauh lagi merusak fitrah manusia sebagai Khalifah di muka bumi ini. Kebijakan impor telah menjadikan negara pengimpor berada dalam posisi lemah, terutama jika yang diimpor adalah barang kebutuhan pokok masyarakat, negara pengimpor akan bergantung pada negara lain yang akan sangat riskan ke depannya menerapkan politik penjajahan modern, bukan dengan senjata namun dengan dikte perjanjian-perjanjian yang tidak masuk akal. Yang kemudian negara melalui penguasa ( DPR, MPR, Mentri-Mentrinya dan instasi yang terkait) akan merumuskannya dalam berbagai kebijakan yang lagi-lagi senantiasa menguntungkan kalangan kapitalis.
Kebijakan impor ini sebenarnya memang menjadi rancangan IMF sebagai jalan liberalisasi pangan di negara-negara berkembang. Liberalisasi ini bukan untuk memajukan negara berkembang tapi justru menjadi jalan penjajahan ekonomi negara-negara kapitalis dunia. Prinsip dasar sistim ekonomi kapitalisme adalah bahwa negara tidak boleh campur tangan dalam perekonomian, sehingga perekonomian diserahkan kepada mekanisme pasar semata yaitu harga, supplay dan demand. Negara bertindak seperti korporasi yang bertugas menjamin berjalannya ekonomi mengikuti hukum supplay dan demand. Terkadang negara berfungsi sebagai produsen dan terkadang berfungsi sebagai konsumen yang sama-sama mencari keuntungan dalam setiap transaksi dengan rakyatnya. Akibatnya bukan kemajuan perekonomian yang terjadi, bahkan bukan pula kesejahteraan hakiki yang teraih namun penguasaan perekonomian oleh mereka-mereka yang memiliki kapital (modal) besar. Rakyat kembali menjadi tumbal, mereka harus puas dengan kegagalan demi kegagalan panen mereka, usaha-usaha mereka, Karena terjegal oleh keserakahan cukong-cukong berdompet tebal.
Adakah solusinya? Dalam Islam, negara berkewajiban memaksimalkan potensi yang dimiliki demi kesejahteraan seluruh rakyat sekaligus membangun kemandirian ekonomi. Negara wajib memelihara ketahanan negara. Dengannya negara mampu membendung segala ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan terhadap stabilitas perekonomian negara. Mewujudkan ketahanan negara merupakan kewajiban kepala negara dan pemimpin umat Islam sebagaimana sabda Rasulullah saw :
Sesungguhnya Imam (Khalifah) itu bagaikan perisai, orang-orang berperang di belakang dia dan berlindung dengan dirinya ( HR Muslim). Menurut Imam Nawawi, Al Imam junnah artinya Imam/Khalifah itu seperti tabir/ penghalang, Karena ia mencegah musuh untuk mengganggu kaum muslim dan mencegah ( kejahatan ) sebagian manusia atas sebagian yang lain ( An-Nawawi, Syarh Nawawi ala Shahih Muslim, 12/230). Ketahanan negara Khilafah pada prinsipnya berpangkal pada kekuatan negara dan umat dalam memegang ideologi Islam, yaitu aqidah dan Syariah Islam. Khususnya di bidang ekonomi ketahanan ekonomi akan terwujud melalui penerapan sistim ekonomi Islam, yakni sejumlah hukum Syariah Islam di bidang ekonomi.
Di dalamnya menyangkut asas-asas sistim ekonomi yang meliputi kepemilikan, pengelolaan kepemilikan dan distribusi kekayaan, juga menyangkut politik ekonomi Islam yaitu jaminam kebutuhan pokok bagi individu (sandang, pangan dan papan) dan jaminan kebutuhan pokok masyarakat ( pendidikan, kesehatan dan keamanan secara gratis) (Masyru ad-Dustur, pasal 123-169, hal 34-35). Maka,tidak ada acara lain yang mampu menyelesaikan perekonomian negara selain Islam, sebuah akidah dan peraturan yang berasal dari zat yang Maha Hidup dan Maha Mengatur. Masihkah ada keraguan? Wallahualam bishowab.[RN]
Penulis, Rut Sri Wahyuningsih
ibu rumah tangga dan pegiat sosial