(Panjimas.com) – Ibu adalah sosok yang tak tertandingi dalam hal kasih sayang, hingga muncul peribahasa kasih ibu sepanjang zaman kasih anak sepanjang galah. Demikian pula dalam sebuah Hadist riwayat Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah bahwa seorang datang kepada Rasulullah dan bertanya, “Ya Rasulullah, kepada siapakah aku berbakti yang utama?” maka Rasulullah menjawab,” Ibumu” dan orang itu bertanya kembali,” kemudian siapa lagi?” Rasulpun menjawab, “ Ibumu” dan orang itu bertanya kembali” Kemudian siapa lagi?” Rasulpun menjawab,” Ibumu”, orang itupun bertanya kembali dan Rasulpun menjawab, “ Kemudian ayahmu”
Artinya, setiap manusia yang lahir ke dunia ini adalah karena kuasa Allah yang di amanahkan kepada seorang ibu, sosok perempuan dengan segenap fitrah kelembutan dan kasih sayangnya, namun…sungguh ironi, akhir-akhir ini kita dapati di sekitar kita tidak mampu menunjukkan gambaran kelembutan dan kasih sayang itu, lagi-lagi, kekerasan terhadap anak kembali terjadi, kali ini berlangsung di Pekanbaru dengan pelakunya seorang ibu tiri DS (30) warga di Jalan Paus Pekanbaru karena diduga telah menganiaya anak tirinya sendiri M Ramadhan Octopi (7). Akibat dari penganiayan tersebut, kaki sebelah kiri korban memar, tengkuk belakang dipukul dengan tangkai sapu, tangan sebelah kanan bekas gigitan, leher bekas cakar. Peristiwa ini dibenarkan oleh Kasubag Humas Polresta Pekanbaru, Iptu Polius Hendriawan saat dikonformasi ( harianriau.com/16/1/2018).
Kemudian kasus pembuangan bayi di kota Malang, Penyidik Polres Malang Kota telah menetapkan wanita berinisial UYRU (23) sebagai tersangka dalam kasus dugaan pembunuhan bayinya. Di duga bayi tersebut jatuh ke lantai saat dilahirkan di kamar kos UYRU. UYRU melahirkan sendiri di kos lalu memutus tali pusar bayinya, dalam keadaan bingung tersangka kemudian membuang bayinya di air irigasi sekitar tempat kosnya, dari hasil visum diketahui paru-paru bayi tersebut mengandung air. Polisi tidak menemukan adanya kasus pemerkosaan, namun sudah diketahui bahwa ayah biologis bayi tersebut adalah EK teman UYRU yang hingga kini belum diketahui keberadaannya ( suryamalang.tribunnews.co/16/1/2018).
Yang lebih meyayat hati, Evy Suliastin Agustin (26), seorang ibu muda di Jombang yang mengajak 3 anaknya bunuh diri dengan cara meminum racun serangga, polisi kini memeriksa suami Evy, Fakihudin alias Gus Din. Gus Din diperiksa terkait dugaan penelantaran terhadap istri dan 3 anaknya, SMSA (7), BVUAQ (4), dan UF (4 bulan). Kapolres Jombang, AKBP Agung Marlianto, mengatakan kemungkinan pengembangan kasus terbuka lebar dengan didasari adanya dugaan penelantaran terhadap keluarga tadi . Diberitakan sebelumnya, warga Dusun Sambilanang, Desa Karobelah, Kecamatan Mojoagung, Jombang, dihebohkan penemuan jenazah tiga bocah di dalam kamar mandi. Mereka ditemukan bersama ibunya, Evy, yang tergeletak dalam kondisi kritis. Di dekat para korban, terdapat botol cairan racun serangga ( suryamalang.tribunnews.com/17/1/2018).
Apa yang sedang terjadi, mengapa simbol kasih sayang sepanjang zaman itu berubah menjadi buas bak binatang? Tak peduli darah dagingnya bahkan terhadap dirinya sendiri sudah tak lagi muncul rasa sayang….Apa kiranya yang menyusupi pemikiran kaum ibu itu? Patutlah ini menjadi pemikiran kita, Karena kedudukan ibu sangatlah penting, ibulah jaminan lahirnya generasi cemerlang, dengan kelembutannya dan kesabarannya dialah yang menjadi pendidik pertama bagi anak-anaknya. Dan hari ini para ibu telah di beratkan dengan beban ekonomi yang semestinya sudah bukan lagi urusannya , karena telah terpenuhi secara sempurna baik oleh suami maupun keluarga yang menjadi walinya dan negara yang memiliki wewenang menciptakan mekanisme yang baik yang mampu mendukung terlaksananya peran sebagai ibu secara sempurna . Sistim saat ini menjadikan ibu telah kehilangan fokus dalam hidupnya dan pada akhirnya membuat ibu kehilangan fitrah dalam membesarkan dan mendidik anak-anaknya.
Rasa sabar hilang berganti dengan keputusasaan. Rasa ingin di lindungi serentak hilang ketika negara abai baik , harga-harga kebutuhan pokok melambung, memaksa mereka keluar dari posisinya untuk turut membantu para suami mengais rejeki. Tak di nyana, sistim peraturan yang ada begitu memuja wanita, ibu dan perempuan menjadi komoditas utamanya dalam memutar roda perekonomiannya. Hingga para perempuan terjebak dalam aroma kebebasan tanpa batas, tanpa malu atau takut melanggar aturan- aturan ilahi, perzinahan, membunuh dan lain sebagainya menjadi penghias prilaku mereka. Agama yang di yakininya dalam sujud tak mampu menyelesaikan persoalan yang di hadapi para ibu.
Sungguh, pemikiran memisahkan agama dalam kehidupan adalah pilihan yang buruk terutama jika di terapkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, dapat dipastikan akan menimbulkan ekses- ekses yang sangat tidak manusiawi. Sementara Islam, agama yang di bawa oleh Rasulullah pada 1400 tahun yang lalu telah mengajarkan kepada pemeluknya bagaimana mendudukkan persoalan perempuan khususnya ibu. Salah satunya adalah pemaparan hadist di atas yang sangat masyhur. Kemudian syariat juga menjelaskan bahwa kewajiban bertauhid kepada allah, menyempurnakan keimanannya, dalam pahala dan siksaan, serta keumuman anjuran dan larangan laki-laki dan perempuan adalah sama. Allah Taala berfirman,” Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal shaleh, baik laki-laki maupun perempua-perempuan sedang ia adalah orang beriman, maka mereka itu akan masuk ke dalam surga dan mereka tidak di aniaya walau sedikitpun.” ( QS an – Nisaa 4:124).
Negara sebagai pengurus rakyat hendaknya benar-benar mewujudkan kesejahteraan yang hakiki di seluruh aspek kehidupan. Negaralah yang memposisikan laki-laki dan perempuan berada pada posisinya yang sesuai fitrah, sehingga tidak akan tercabut rasa tanggung jawab baik dari pihak laki-laki dan perempuan ketika mereka menghadapi persoalan hidupnya. Dan tidakkah ini saatnya kita kembali kepada kitabullah dan Sunnatullah? Wallahualam bi showab. [RN]
Penulis, Rut Sri Wahyuningsih
Ibu Rumah Tangga dan Pegiat medsos