(Panjimas.com) – HUT salah satu partai terbesar terasa spesial karena penuh keriuhan. Di acara ini, kita melihat para petinggi negeri berjoget Maumere. Bukan cuma itu, beberapa menteri juga ikut joget. Bergoyang di bawah ‘hujan’ kertas.
Mungkin itu privasi mereka dalam mengekspresikan kegembiraan berjamaah. Namun gaya seperti ini sungguh tidak mencerminkan sikap jeli dan sensitivitas seorang pemimpin negara, disaat persoalan negara yang menyangkut urusan kemanusiaan yang begitu banyak.
Kejutan atau surprise yang di suguhkan pada masyarakat dari hari ke hari dan tahun ke tahun, hanya sebuah persoalan baru yang menumpuk. Masalah bahan bakar buat masak saja politisir. Sudah dibuat langka itu melon, ide konversi gas dari melon ke bright gas yang lebih mahal karena tidak bersubsidi. Belum lagi harga kebutuhan pokok seperti beras, telor dan bumbu masak yang tiba-tiba melonjak harganya. Ditambah juga tarip listrik yang terus naik. Dari sini saja, sudah terlihat bahwa pemerintah tidak memberikan kenyamanan bagi masyarakat. Rakyat dibuat sulit.
Disamping itu, penanganan hukum dalam permasalahan kehidupan sosial dimasyaakat semisal peredaran narkoba, LGBT dan perzinaan yang sistemik, tidak membuat jera pelaku maksiyat. Makin hari penggiat LGBT semakin dibuat nyaman dengan rangkulan Menag Lukman Hakim.
Secara alamiah masyarakat akan merasakan ada ketidaknyamanan dari hal tersebut diatas. Tingkah pemimpin yang ada akan dibandingkan dengan standar bayangan Islamiah yang dicontohkan Nabi dan para Khulafaurrasyidin. Nabi Muhammad dengan nasihatnya selalu menganjurkan untuk selalu menolong dan mempermudah urusan kaum muslimin. Seperti yang dinyatakan dalam sebuah hadis , “Dari Abu Hurairah ra, Nabi SAW, bersabda “Barang siapa yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari kiamat. Barang siapa yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat. Barang siapa yang menutupi aib seorang muslim, pasti Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa menolong hamba Nya selama hamba Nya itu suka menolong saudaranya”. (HR. Muslim).
Kita juga mengetahui kisah Amirul Mukminin Umar Ibnu Khottob Rodiyallohu Anhu ketika selalu memantau kejadian dimalam hari maupun siang hari. Ketika dipasar terlihat seorang ibu yang mencampur susunya dengan air, Beliau tegur dengan baik. Karena hal tersebut adalah kecurangan. Juga ada seorang pedagang yang menjual gandum satu mud seharga satu dirham, maka Ummar melarang sesenaknya menghargai sesuatu hingga melarang penimbunan barang kebutuhan pokok rakyat. Hingga Ummar menetapkan empat mud seharga satu dirham. Lalu orang tersebut berkata, “Saya tidak tahu jika hal itu bentuk kedzaliman”. Artinya orang tersebut tidak tahu ilmu tentang berdagang. Disini bisa kita dapati, bahwa seorang pemimpin yang baik mampu memudahkan urusan rakyat dan menghindari kecurangan dilapangan. Dan seorang pemimpin mampu menindak tegas serta mendidik para pedagang agar tahu ilmu berdagang dengan mengharap ridho Allah.
Itulah standar pemimpin dalam Islam. Yang menjadi standar dibenak kaum muslimi secara alamiah yang memiliki dasar agama yang dijadikan pijakan bertingkah laku atau beramal.
Maka perbandingan tingkah laku pejabat sekarang yang berpesta ulang tahun dengan kinerja buruk ( fakta transparasi kekinian ), dengan model pemimpin Islami idaman ummat Islam, sangat jauh sekali. Karena titik perbedaan terletak pada pandangan hidupnya.
Para pejabat yang berpesta berpandangan hidup Demokrasi Kapitalis. Yang memisahkan nilai agama dari keidupan. Bergaya bebas mengekspresikan kegembiraan bukan pada nilai keridhoan ummat dan Sang Pencipta. Motifnya hanya manfaat bagi para kapitalis (pemilik modal). Disamping itu para pejabat sistem Kapitalis ini memandang agama Islam dan para ulama yang faruq yang tegas membedakan hak dan batil, sebagai penghambat nafsu kekuasaan mereka. Hingga mengatakan kutipan al-Quran dan hadist saja dikriminalkan.
Dan model pemimpin Islam yang berpandangan hidup Islam yakni menjadikan aturan Islam sebagai tolak ukur perbuatan. Mampu mengatakan yang hak adalah hak, dan yang batil adalah batil. Sehingga hidup dalam naungan aturan Allah akan terkontrol semua prilaku kaum mukminin. Dan bukankah itu menentramkan?
Maka dari itu ironi sekali negeri ini sedang banyak cobaan, maksiat dan lilitan hutang, tapi para pemimpinnya joget-joget. Semestinya para pejabat lebih konsentrasi pada tanggung jawabnya mengurus negara. Dengan memberi kemudahan serta kenyamanan pada rakyat. Yakni terpenuhinya kebutuhan dasar perut, pendidikan, lapangan kerja, keamanan, dan lingkungan bebas maksiyat. Mengapa ada kata harus bebas maksiyat. Karena sebagai warga muslim akan merasa tidak nyaman dengan kemaksiyatan. Naluri keagamaan yang tumbuh dibenaknya akan menolak segala bentuk maksiyat pada Allah Sang Pembuat aturan kehidupan.
Dan idealisme Islami ini hanya akan terwujud dengan diterapkannya aturan Sang Pencipta dalam naungan Khilafah. Dengan seorang pemimpin ideal yang amanah. Semoga ini akan menjadi cita-cita bersama. Khilafah yang dijanjikan tinggal menunggu saatnya tiba. Berdasarkan hadist Riwayat Ahmad, Rosulullah bersabda, “Tsumma takuunu Khilafatan ‘ala minhaaji nubuwwah” , “kemudian akan ada masa Kekhilafahan sesuai metode kenabian”. Aamiin. Wallahu a’lam. [RN]
Penulis, Fatimah
Ibu Peduli Ummat