JAKARTA, (Panjimas.com) – Qur’an sumber kebangkitan ummat. Seperti dipesankan Rasulullah SAW: “Sungguh, Allah mengangkat derajat suatu kaum dengan Kitab (Al-Qur’an) dan merendahkan (kaum) yang lain” (HR Muslim dari Umar bin Khattab ra).
Dengan demikian umat Islam wajib men-tadabburi Qur’an (QS Muhammad: 24), hingga sampai pada tahap seorang mukmin bertambah iman dan percaya yang mutlak terhadap firman Allah dan ketetapan-Nya (QS An-Nisa’: 82); Jika proses keimanan itu ditempuh dengan baik dan benar maka Al Qur’an akan memberikan pengaruh positif bagi setiap mukmin berupa petunjuk, obat penawar dan rahmat bagi mereka,
“Sesungguhnya Al-Quran Ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar” (QS Al-Isra’: 9).
‘’Dan kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian’’ (QS Al-Isra’: 82).
Siapapun yang menerapkan konsep Al Qur’an baik inspirasi maupun aspirasi ajarannya, insya Allah akan jadi orang bijak sebagaimana sifat Al-Qur’an yang banyak mengandung hikmah (Yaasin: 1-2).
Ironisnya, jangankan untuk men-tadabburi, membaca Qur’an saja ummat Islam Indonesia masih banyak yang belum bisa. Dan yang mengenaskan, jumlah buta huruf Qur’an dari tahun ke tahun cenderung meningkat drastis.
Menurut hasil survei tahun 1950, jumlah Muslim Indonesia yang tidak mampu membaca Quran sebesar 17%. Tigapuluh tahun kemudian (tahun 1980), persentase ini melonjak hingga 56% (Nur Zazid Hisyam dalam bukunya: KH As’ad Humam dan Gerakan TK Al-Qur’an-Iqro, 2016).
Ketua Umum LSM Ummi Maktum Voice, Entang Kurniawan, menyebut dari sekitar 2 juta tune netra Indonesia baru 10% diantaranya yang bisa membaca Al-Qur’an Braille (hidayatullah.com, 22/12/2010).
Hasil penyigian Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta tahun 2012 menyatakan bahwa 65% umat Islam Indonesia buta aksara Al-Quran (tidak dapat membaca Al-Quran), 35% nya bisa membaca Al-Quran, namun 21% diantaranya tidak mau membaca Al-Quran.
Menurut data Badan Pusat Statistik tahun 2013, ada sekitar 54 persen dari total populasi umat Islam di Indonesia yang tidak bisa membaca Al-Qur’an.
Pimpinan Akademi Alquran Wildan Lc mengatakan, pada tahun 2016 sekitar 60 persen umat Islam di Indonesia belum bisa membaca Alquran. Itu berarti hanya 40 persen umat Islam di Indonesia yang bisa membaca Alquran. Namun, kata Wildan, umat Islam yang benar-benar lancar membaca kitab suci itu hanya 20 persen saja.
”Jadi, 80 persen umat Islam yang belum lancar membaca Alquran. Banyak sekali umat Islam yang membaca Alquran tanpa memerhatikan tajwid,” ungkap Wildan saat peluncuran buku Belajar Quran di arena Islamic Book Fair 2016 di Istora Senayan, Jakarta, Jumat (4/3/2016).
‘’Itulah tantangan besar bagi gerakan dakwah di Indonesia, termasuk buat kami,’’ seru Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Moh Siddik.
Peringatan Siddik disampaikan jelang Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Dewan Dakwah di Wisma Arga Mulya Kemendikbud Cisarua, Bogor, Jawa Barat, 19-21 Januari 2018.
Ketua Umum kemudian mengajak Dewan Dakwah Provinsi, Kabupaten/Kota, hingga Kecamatan, untuk menggiatkan pengajaran Al Qur’an.
Pengurus Pusat Dewan Dakwah sendiri sudah menyelenggarakan program sosialisasi Qur’an melalui Lembaga Tahsin dan Tahfizh Al-Qur’an (LTQ) dan Qur’anic School.
LTQ dirintis sejak 2004, berawal dari kegiatan rutin mahasiswa STID Mohammad Natsir bertajuk Halaqah Al Qur’an di Kampus B Tambun, Jawa Barat.
Selain kegiatan rutin berupa pengajaran Tahsin dan Tahfizh Al-Qur’an yang dilakukan di masjid Al-Bahr Pusdiklat Dewan Da’wah, mata kuliah Tahsin Al-Qur’an dimasukkan kedalam kurikulum STID Mohammad Natsir.
Setelah program tahsin bagi mahasiswa ini dapat dirasakan hasilnya, maka LTQ memulai menggulirkan program-program nya kepada masyarakat umum di lingkungan kampus STID Mohammad Natsir dan Kecamatan Tambun-Bekasi pada umumnya.
Pada periode 2004-2006, peserta LTQ berjumlah sekitar 50 orang yang terdiri dari mahasiswa dan masyarakat umum.
Mulai 2006, lembaga ini melebarkan jangkauan dengan pembekalan guru-guru dalam dan luar Lembaga Tahsin dan Tilawah Al-Qur’an.
‘’Alhamdulillah, setiap tahun peminat LTQ kian banyak, dan antusias masyarakat makin tinggi. Sampai saat ini sebanyak 1.211 peserta aktif dengan rincian ikhwan 414 orang, akhwat 567, dan anak-anak 230 peserta,’’ ungkap Mudhir LTQ, Ustadz Aswan Haidi.
Ia menambahkan, sebagian almuni LTQ telah menjadi alumni yang berkiprah mengajarkan Al-Qur’an di sejumlah masjid dan lembaga pendidikan di Jabodetabek.
Selain itu, LAZNAS Dewan Dakwah juga sudah lama mengemas program Kafilah Pecinta Alquran (KPA).
Menurut manager program LAZNAS Dewan Dakwah Agung Gumelar, KPA terdiri program Waqaf Quran (mushaf dan tarjamah untuk umat binaan di pedalaman), Dauroh Tahsin Qura’n (Pelatihan untuk meningkatkan kualitas bacaan Qur’an para guru/da’i/khatib/mubaligh), Sertifikasi Guru Qur’an (ujian standarisasi kualitas bacaan Qur’an), dan Wisuda Guru Qur’an, yakni haflah pemberian sertifikat kepada guru/da’i/khatib/mubaligh yang lulus sertifikasi. [RN]