BANDUNG, (Panjimas.com) – Forum Pemuda dan Mahasiswa Islam Jawa Barat menggelar pertemuan dalam agenda Youth Movement Outlook 2018 bersama para tokoh pemuda dan mahasiswa yang diselenggarakan di Bandung pada Sabtu, (13/01/2018) dengan tema “Menjaga Identitas Politik Kaum Muda di Tengah Kisruh Pesta Demokrasi”.
Diskusi tersebut n dihadiri oleh perwakilan berbagai organisasi diantaranya dari Bandung diantaranya Political Research, Pemuda Muhammadiyah, BKLDK Jawa Barat, FPMI Jawa Barat, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Jawa Barat, Gema Pembebasan Jawa Barat, Para Ketua LDK, Perwakilan Media dan beberapa ketua organisasi mahasiswa lainnya se-Jawa Barat.
Dalam diskusinya para mahasiswa dan pemuda ini membahas berbagai persoalan menghadapi tahun politik kali ini, terutama kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di kalangan remaja, mahasiswa dan pemuda. Terlebih lagi saat ini pemilih pemula cukup banyak di Jawa Barat.
Ketua FPMI Jawa Barat, Mashun Sofyan mengatakan, kegiatan ini merupakan bentuk edukasi kepada generasi muda dalam euphoria pesta demokrasi tahun ini dimana mereka pemilih pemula sangat rentan dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu.
“Untuk mengembalikan identitas kaum muda, yang mana mereka sangat rentan terhadap praktek politik pragmatis, yang mana hal itu di gunakan oleh kepentingan parpol” kata mashun Sofyan disela-sela kegiatan diskusi, Sabtu (13/1/2018).
Adapun tanggapan dari beberapa tokoh mahasiswa dalam menghadapi tahun politik di tahun 2018 pertama disampaikan Indra Lesmana selaku Sekjen Gema Pemebasan Jawa Barat, ia menjelaskan bahwa hakikatnya tahun 2018 merupakan tahun politik dan akan dipertontonkan banyak para calon yang melakukan pencitraan untuk mendapatkan popularitas dan simpati.
“Berbicara masalah tahun politik ini menjadi sebuah ajang mengantarkan pada ambisi di semua tingkatan. Tentunya kita akan mendapatkan upaya-upaya pencitraan dilakukan, untuk mendapatkan popularitas dan simpati. Masalah kekuasaan merupakan kursi yang menggiurkan” tuturnya.
Fauzi Ihsan Jabir selaku Ketua BE Korwil BKLDK Jawa Barat menanggapi bahwa ada dua kemungkinan sikap politik rezim ke depan “Politik saat ini diartikan sebagai proses interaksi pemerintah dengan masyarakat untuk menentukan kebijakan publik pembuat hukum berada di tangan manusia. Tokoh Barat Benjamin Constan juga berkata, ‘Demokrasi membawa kita menuju jalan yang menakutkan, yaitu kediktatoran parlemen’ Oleh karena itu, BKLDK menolak keras timbulnya kediktatoran yang mengakibatkan dikriminalisasinya ulama, aktivis Islam, hingga berujung pada pembubaran ormas Islam. Dan jelas di tahun 2018-2019 momen persatuan umat Islam akan semakin kokoh” ungkapnya.
Adapun sikap mahasiswa yang pragmatis disoroti oleh salah seorang tokoh mahasiswa dari Bandung Political Research “Mahasiswa pragmatis ada dua kemungkinan, ada yang secara alami dan dikondisikan untuk pragmatis. Ketika mahasiswa menjadi idealis, akan menjadi ancaman bagi para penguasa sekarang. Peran politik mahasiswa bukan untuk praktis, tapi mengawasi” tandas Rifan Abdul Aziz.
Sementara itu Dian dari Pemuda Muhammadiyah menanggapi fenomena politik di Indonesia bahwa mahasiswa jangna ditempatkan sebagai objek penderita “Tugas kita selaku aktivis untuk menyadarkan masyarakat untuk menyadarkan politik. Kita jangan jadi korban objek pencitraan. Terutama yang paling rentan dalam kita, yakni money politik. Inilah yang menjadi masalah kita hari ini. Semangat persatuan umat Islam ternyata tidak diamini oleh partai politik. Artinya sudah tidak berlaku lagi partai pendukung penista agama dan partai Islam. Sehingga kalau hari ini kita secara global mengatakan ini partai Islam dan ini partai pendukung penista agama maka tidak berlaku” katanya.
Dari pihak media yang diwakili oleh Saifal selaku wartawan muda yang bergelut dibidang media televisi dan online mengapresiasi kegiatan diskusi tersebut “Kegiatan edukasi seperti ini menurut saya sangat bagus untuk mengembalikan mahasiswa pada identitas dirinya yang sejati, melek politik namun tidak terjebak dalam politik pragmatis. Mengenai pilkada saya lebih setuju pemuda dan mahasiswa sebagai pemilih pemula tidak terjebak dalam politik pragmatis dan dijadikan atau dimanfaatkan oleh oknum tertentu” tandasnya.
Perwakilan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Jawa Barat juga berpendapat, para pemuda terutama para pemilih pemual jangan sampai terbuai dengan janji-janji manis para calon ini tanpa melihat latar belakang si calon yang akan dipilihnya.
“Makanya yang perlu diperhatikan juga jangan sampai pemuda hanya tergiur dengan manisnya visi misi para calon. Tapi lihat juga lingkungan disekitar mereka” Kata Andri.
Tanggapan dari Muslim Analyze Institute yakni Ipank Fatin Abdullah menyoroti kapabilitas pemuda saat ini yang kecil, namun masalah yang dihadapi besar “Harus ada identitas sebagai pemuda ini untuk memainkan peran politik mereka. Kaum muda hari ini, hal pertama yang harus diselesaikan anak muda adalah mendefinisikan apa itu politik ? orang yang memahami politik keliru akan berlaku kepada perilaku politiknya. Sekarang kita menghadapi masalah yang sangat besar, tapi dihadapi kapabilitas pemuda yang kecil” tandasnya.
Disesi terakhir, Mashun Sofyan selaku Sekjen FPMI Jawa Barat menutup sesi diskusi bahwa pemuda dan mahasiswa harus mengambil peras strategis untuk menyatukan umat ini “Identitas politik kaum muda muslim sangat menentukan, identitas ini akan melahirkan keberpihakan kita dimana kita berpihak. Banyak peristiwa politik yang nyata disekitar kita. Seorang muslim harus melekatkan identitas dengan keislamannya, kesempurnaan Islam sangat jelas. Kesempurnaan Islam inilah harus diyakini oleh pemuda dan mahasiswa Islam untuk mengusung Islam untuk persoalan keumatan.” katanya.
Kita harus terlibat dalam persoalan keumatan. Momentum aksi bela Islam diawali dengan berbaga macam ketidakadilan dan kedzliman dipihak tertentu sehingga adanya perlawanan dari umat menuntut ketidakadilan, ini merupakan momentum kesadaran umat. Pemuda dan mahasiswa harus mengambil peran yang strategis untuk menyatukan momentum itu. [RN]