(Panjimas.com) – Di jaman seperti sekarang ini, wanita, khususnya seorang ibu harus menghadapi tantangan yang sangat berat. Mengutip keterangan tertulis dari Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawangsa, ibu jaman sekarang harus belajar dan menyiapkan diri menghadapi tantangan yang semakin kompleks dalam mendidik dan mengasuh anak. Dimana anak-anak jaman sekarang akrab dengan teknologi maka akan tumbuh sikap individual, lebih banyak berinteraksi lewat gadget yang jika dibiarkan berlarut-larut dapat mengarah kepada sifat anti sosial.
Khofifah juga mengatakan, pada saat yang sama, generasi muda juga dihadapkan pada pengaruh narkoba dan pornografi, yang memicu persoalan sosial lainnya seperti kekerasan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh anak. Maka Mensos memberikan sikap yang dapat diambil yaitu dengan mendidik dan mendorong anak-anak untuk memanfaatkan teknologi dengan benar. Selain itu juga mengajarkan nilai-nilai agama, moral, dan etika, agar kelak mereka bijak menggunakan teknologi.
Kemudian dalam acara peringatan Hari Ibu Nasional Di Raja Ampat, Presiden Joko Widodo mengundang menteri-menteri perempuan Kabinet Kerja untuk membacakan puisi yang berjudul “Pesan Ibu Bangsa”. Yang inti dari puisi itu adalah pesan-pesan bagi ibu Indonesia demi keutuhan, kemajuan, dan kesejahteraan bangsa.
Maka wanita Indonesia, khususnya para Ibu dihadapkan pada situasi yang berat. Di satu sisi dihimbau menjadi “wanita hebat” demi bangsa, disisi lain para ibu harus menghadapi kenyataan tidak mudahnya mendidik anak dengan banyaknya pengaruh negatif diluar rumah. Haruskah sosok ibu, seorang wanita , harus mengahadapi “tantangan” ini sendirian?
Ya, inilah yang terjadi dalam sistem sekuler kapitalis. Di dalam sistem inilah, wanita dihadapkan pada dua bahaya besar, yaitu (1) disorientasinya sebagai ibu dan pilar utama keluarga serta (2) eksploitasi ilmu dan keahliannya untuk kepentingan industri kapitalis. Di dalam sistem inilah, derajat wanita hanya dinilai dari seberapa besar materi yang dihasilkan. Waktunya habis untuk bekerja di luar rumah atas nama profesionalitas. Mengabaikan kewajiban utamanya di rumah yaitu sebagai istri sekaligus seorang ibu bagi anak-anaknya. Bukan berarti seorang ibu tidak boleh bekerja, tapi hal ini berkaitan dengan prioritas karena kewajiban tetaplah yang harus diutamakan. Karena ketika seorang ibu melalaikan kewajibannya di rumah dan lebih memilih menghabiskan waktunya untuk bekerja di luar rumah , yang terjadi sebenarnya adalah “kemajuan semu” dan awal hancurnya sebuah keluarga. Dapat dilihat dari efek yang dihasilkan dimana meningkatnya angka perceraian, perselingkuhan, anak terlibat free seks, aborsi, narkoba dan efek mengerikan lainnya. Belum lagi bahaya lain yang dihadapi wanita terpelajar adalah pendidikan kapitalistik yang menjadikan pendidikan sebagai “barang dagangan”. Ilmu yang didapat selama menempuh pendidikan formal hanya tersalurkan bagi industri kapitalis pula, sedikit sekali untuk kemaslahatan umat. Hingga pada akhirnya para intelektual hanya menjadi agen ekonomi dan buruh murah yang semakin memperkuat bercokolnya para kapitalis di negri ini.
Itulah gambaran betapa mengerikannya sistem kapitalis sekuler memperlakukan wanita yang mungkin tidak disadarinya. Menjauhkan bahkan menghilangkan fitrahnya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga serta madrasah pertama bagi anak-anaknya. Ditambah lagi dampak yang dihasilkan hingga merusak generasi yang sejatinya jadi penerus peradaban. Sudah saatnya kita sadar dan mencari solusi yang terbaik, tak lain dengan kembali pada sistem dari Sang Maha Pengatur, yaitu sistem Islam. SIstem yang akan memperlakukan wanita sesuai fitrahnya, yang memberikan jaminan bagi wanita.
Jaminan seperti apa? Di dalam sistem Islam, wanita diposisikan sebagai sosok yang dapat berkontribusi besar dalam membangun peradaban, tanpa mengalami disorientasi peran maupun dilemma dengan keilmuannya. Karena intelektual muslimah memiliki kombinasi posisi dan peran strategis sebagai berikut : 1) sebagai ibu, sekolah pertama dan utama bagi anak-anaknya, 2) sebagai ibu dan pendidik generasi, 3) sebagai pengemban dakwah dan pejuang Islam, 4) sebagai problem solver berbagai permasalahan umat, dan 5) sebagai bagian dari pressure group yang melakukan control dan koreksi terhadap kebijakan pemerintah yang merugikan rakyat.
Lalu bagaimana Islam sebagai sebuah sistem bisa memberikan jaminan kepada wanita? Peradaban Islam tegak atas syariat atau aturan dari Allah swt yang telah menciptakan laki-laki dan perempuan serta mengatur kehidupan manusia secara adil dan seimbang, sesuai dengan fitrahnya. Sehingga tidak ditemukan permasalahan “kesetaraan gender” dan tidak ada diskriminasi laki-laki terhadap wanita seperti yang seringkali dituduhkan Barat terhadap Islam.
Dalam Islam, wanita tidak diwajibkan bekerja untuk mencari nafkah, bahkan harus dinafkahi seumur hidup oleh walinya dan terakhir yang bertanggungjawab adalah Negara. Disamping itu Islam mewajibkan Negara untuk memberikan jaminan terhadap kesejahteraan rakyatnya berupa pendidikan, kesehatan dan keamanan secara langsung. Negara menjamin terselenggaranya pendidikan gratis dan terjangkau, sehingga rakyat menjadi kreatif dalam menggunakan ilmu untuk kemaslahatan umat. Begitu juga dengan kesehatan, Negara memberikan jaminan pelayanan kesehatan gratis lagi berkualitas bagi masyarakat. Pun juga dengan keamanan, Negara akan menjamin dengan memberikan perlindungan dan pertolongan kapan saja.
Inilah sistem yang akan menuntaskan segala problematika masyarakat, khususnya wanita. Yang akan membebaskan wanita dari belenggu penjajahan kapitalisme, yang hanya mengeksploitasi wanita dan menjadikannya barang komoditi. Sistem yang berasaskan Islam dan penerapannya oleh Negara.[RN]
Penulis, Fikka Ummu Syifa
Manajer Rumah Tangga dan Staff Pengajar di salah satu PT di kota Malang