(Panjimas.com) – Makamah Konstitusi (MK) telah menorehkan sejarah untuk kemenangan besar bagi kelompok Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender atau sering disebut dengan istilah LGBT. Kemenangan ini di tandai dengan putusan MK untuk menolak kriminalisasi LGBT dan Hubungan diluar nikah yang dibacakan pada hari kamis, 14 Desember 2017 dengan alasan Makamah Konstitusi tidak memiliki wewenang untuk membuat aturan baru (https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-42348089).
Dengan putusan ini kita dapat melihat betapa sistem demokrasi bukanlah sistem yang terbaik atau bisa disebut sistem yang batil. Dimana dalam sistem ini keputusan hukum tidak didasarkan pada benar atau salah, haq atau batil, baik dilihat dari sisi akal manusia maupun dari sisi agama. Artinya sistem ini menilai sesuatu berdasarkan suara mayoritas dan tidak peduli apakah suara mayoritas itu benar atau salah. Kebenaran yang mereka klem suara mayoritas itu pula sebenarnya hanyalah ilusi. Mengapa dikatakan ilusi? karena apa yang mereka katakan mayoritas atau suara terbanyak hanyalah dalam lingkup orang yang bermusyawarah, sementara kalau kita lihat diluar tentu suara mayoritas yang mereka klem itu hanya suara segelintir orang yang rakus akan kepentingan.
Terlepas dari itu semua, kita melihat putusan ini merupakan kemenangan bagi kaum LGBT. Menurut Prof. Sarlito Wirawan Sarwono bahwa LGBT adalah sebuah gerakan organized crime yang secara sistematis dan massif sedang menularkan sebuah penyakit. Artinya LGBT bukanlah sebuah penyimpangan sex semata tapi menjadi sebuah kelompok yang berjuang untuk legalitas mereka diseluruh penjuru dunia. Kenapa mereka perlu menjadi sebuah gerakan ? karena target mereka tidak main-main yaitu legalitas secara hukum.
Untuk mendapatkan legalitas hukum minimal ada 3 syarat yaitu jumlah mereka harus signifikan atau mayoritas, keberadaan mereka harus memenuhi persyaratan populatif, dan perilaku mereka telah diterima secara normatif menurut persyaratan kesehatan mental dari WHO. Mereka telah mempelajari ini semua dari keberhasilan perjuangan saudara-sudara mereka di Amerika Serikat. Walhasil, dengan keputusan Mahkamah Konstitusi kemarin adalah kemenangan besar bagi mereka. Artinya mereka melihat bahwa putusan ini sebagai langkah positif lantaran LGBT tak lagi dipandang sebagai sebuah aksi kejahatan. Dengan demikian pengaruh dan perjuangan mereka telah Nampak keberhasilannya. Ternyata banyak kalangan elit atau bahkan pejabat Negara yang masih konsisten membela dan melindungi keberadaan mereka.
Dilihat dari sisi politik, mengapa banyak kalangan tokoh elit bahkan sebagian para pejabat Negara membela dan mengamankan keberadaan mereka? sungguh ini bukan sekedar kemanusiaan atau sekedar perbedaan cara pandang, namun ini adalah sebuah strategi politik untuk suksesi 2019. Mengapa bisa demikian? apa hubungannya LBGT dengan agenda 2019?
Sesungguhnya apapun yang terjadi dan telah menjadi perbincangan publik, pasti tak terlepas dari kepentingan politik. Kita tahu sejak kekalahan Ahok dalam Pilkda 2017 merupakan tamparan kuat bagi para pendukungnya. Apalagi suasana politik dan persatuan umat islam begitu kuat. Hal ini bisa dilihat dari berbagai aksi umat islam yang banyak menyita perhatian publik lebih-lebih aksi-aksi di Monas. Bahkan ada sudah menjadi opini umum atau bahkan seruan untuk umat islam haram memilih partai pendukung Perppu 2/2017. Melihat perkembangan ini mereka harus menemukan formula baru untuk memenangkan pemilu 2019.
Mengharap kepada suara umat Islam kian tipis maka tidak ada cara lain untuk mendapatkan suara yang banyak kecuali merangkul mereka yang anti islam. Dan mereka melihat komunitas LGBT ini semakin hari populasinya semakin kuat. Dan perkembangan pengikutnya juga semakin hebat yang sudah menyebar keseluruh Indonesia bahkan ke pelosok-pelosok desa. Hai inilah yang tidak disia-siakan mereka. Dengan kalkulasi politik suara kaum LGBT ini dapat mengganti suara umat islam. Dengan pembelaannya dalam ranah hukum mereka kaum LGBT merasa terlindungi.
Dari sini kita bisa melihat betapa simbiosis mutualisme sangat terlihat. Karena merasa terlindungi mereka akan membalas kebaikan ini dengan memberikan suara mereka. Karena mereka juga faham tidak ada partai yang mau menerima mereka atau mau berjuang untuk legalitas mereka. Oleh karena itu meraka akan membantu kemenangan partai. Dengan menangnya partai mereka legalitas mereka akan segera terwujud. Dari sinilah sebenarnya para pendukung kaum LGBT akan memanfaatkan suara mereka untuk suksesi pemilu 2019. Ini adalah aset besar bagi para partai pendukung LGBT. [RN]
Penulis, AB Latif
Direktur Indopolitik Watch