(Panjimas.com) – Anak adalah amanat dari Allah. Kehadirannya menjadi impian setiap pasangan setelah untaian kalimat “sah” keluar dari saksi Akad. Dalam beberapa bulan penantian, maka sang buah hati lahir dengan membawa tangis kebahagiaan bagi kedua orang tua. Berbagai persiapan telah disiapkan oleh ayah dan bunda. Persiapan yang tentunya bukan hanya bersifat penampilan jasmani saja (empiris) akan tetapi pembekalan adab dan akhlaknya juga paling diutamakan. Agar sang buah hati kelak dapat tumbuh seimbang dengan bekalnya, baik bekal jiwa dan bekal raganya.
Ada banyak buku dan terapi parenting yang dengan mudah dapat didapatkan oleh orang tua untuk bekal mendidik sang buah hati. Bahkan pelatihan, workshop dan seminar parenting sekarang menjadi sebuah kebutuhan dalam keluarga. Hal ini memang tidak dapat dipungkiri, karena pada jaman millenial ini mendidik sang buah hati sangat penting, untuk menghindari berbagai pengaruh digital dan kecanduan game yang marak melanda anak didik kita.
Dr. Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid di dalam bukunya Prophetic Parenting menuliskan tentang tanggung jawab orangtua dalam mendidik sang anak. Beliau mengutip beberapa perkataan Imam Al-Ghazali tentang peran orangtua dalam mendidik anaknya. “Anak adalah amanat di tangan kedua orangtuannya. Harinya yang suci adalah mutiara yang masih mentah belum dipahat maupun dibentuk. Apabila dibiasakan dan diajari dengan kebaikan maka dia akan tumbuh dengan kebaikan itu. namun, apabila dibiasakan dengan keburukan dan dilalaikan seperti dilalaikannya hewan, pasti anak itu akan celaka dan binasa.”
Agar orangtua tidak salah dalam memberikan bekal kepada sang buah hati, maka ada beberapa perkara yang menjadi kunci suksesnya pembekalan untuk sang anak. Kunci pertama yang harus diajarkan kepada sang buah hati adalah memperkenalkan Allah sabagia Tuhan yang telah menciptakannya. Bagi sebagian orang, mungkin terlalu dini dalam memperkenalkan Allah pada diri sang anak.
Bahkan ada yang mengatakan tidak penting memperkenalkan Allah, nanti anak tersebut akan mengetahuai dengan sendirinya. Pendapat ini sangat menyesatkan bahkan sangat berbahaya. Karena pada dasarnya hal yang paling utama untuk diajarkan kepada anak adalah mengenal Allah sebagai Tuhannya. Bukan mengajarkan berhitung, membaca, menulis, menyanyi dan lain sebaginya.
Orangtua yang baik tidak akan rela anaknya menjadi anak yang durhaka dan melawan kedua orangtua. Jika ada anak yang berbuat demikian, maka tanda tanya besar untuk kedua orangtua anak tersebut. Bisa dipastikan kedua orangtuanya tidak pernah mengajarkan anaknya untuk mengenal Allah seabagai Maha Pencipta. Dari sinilah sumber keburukan dan celaka, persis seperti apa yang dikatakan oleh Imam Al-Ghazali diatas.
Kemudian kunci kedua yang harus diajarkan kepada sang anak adalah cinta kepada Rasulullah Muhammad Saw. Orangtua harus dapat membimbing sang anak untuk mengenal dan meniru bagaimana akhlak, adab dan akhlak Nabi Muhammad Saw. Tentunya, sebelum orangtua mulai mengajarkan pendidikan kepada sang anak, utamanya mereka harus belajar dahulu bagiaman kisah, sejarah dan perjuangan Rasulullah Saw.
Jangan sampai orangtua mengajarkan kecintaan kepada Rasulullah, sementara mereka sendiri tidak mengerti makna cinta dan pendidikan yang mereka ajarkan. Untuk menghindari hal tersebut maka para orangtua wajib membaca kisah perjalanan hidup Rasulullah Saw. Agar rasa cinta kepada nabi Muhammad Saw tumbuh dalam jiwa dan perangai para orangtua, keluarga dan anaknya.
Dan kunci yang terakhir dalam mendidik sang anak adalah mengajarkan mereka membaca Al-qur’an. Sudah lumrah dalam lingkungan masyarakat dan keluarga, bahwa membaca Al-Qur’an adalah langkah mendidik anak paling shahih. Ada dua pendapat yang kuat dalam mengajarkan sang anak membaca Al-Qur’an. Pendapat pertama, disunahkan bagi sang anak untuk belajar menmbaca Al-Qur’an di tempat orang lain (guru mengaji). Dan kedua belajar membaca Al-Qur’an dirumah sendiri.
Pendapat pertama didasarkan kepada sunnahnya menuntut ilmu diluar tempat tinggal. Karena akan lebih mendatangkan keberkahan dalam belajar. Akan tetapi, belajar di luar rumah bukan karena kedua orangtua tidak bisa membaca Al-Qur’an sehingga tidak bisa mengajarkan kepada anaknya, melainkan orangtua juga dituntut harus dapat membaca Al-Qur’an, mengingat penting dan wajibnya hukum membaca Al-Qur’an bagi kaum Muslim.
Jika orangtua mengajarkan anaknya sendiri dalam membaca Al-Qur’an, maka hal itu lebih baik. Karena, dengan mudah orangtua mengontrol sang anak. Dengan mengajarkan sang anak mengaji dirumah, juga mempermudah identifikasi masalah, melihat kelemahan, kelebihan dan tindak tanduknya. Walaupun itu sebenarnya tingkah laku sang anak akan berbeda jika dia belajar diluar rumah besama teman-temannya.
Semoga kita dapat memberikan bekal pendidikan terbaik kepada anak-anak kita. Sebagai ladang pahala kita yang akan kita petik di akherat. Amiin. Wallahu a’lam bisshowab. [RN]
Penulis, Sofian Hadi
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Darussalam (UNIDA) Gontor Jurusan Akidah dan Filsafat Islam