(Panjimas.com) – Politik Indonesia menjumpa kegaduhan yang bernuansa elegi tak bertepi. Tak lekang Perppu ormas yang penuh sorotan dari kubu pro dan kontra, kini bangsa ini di hadapkan pada isu kebangkitan PKI.
Meski ada yang berdalih PKI hanyalah sebuah ilusi siang bolong, hantu yang gentayangan, dan di lain sisi pula menganggapnya fakta konkret yang patut mendapat perhatian serius.
Banyak pengamat, akademisi, hingga rakyat jelata merilis artikel analisis politik terkait isu tersebut. Bahkan bertebaran memenuhi dunia online. Dan rata-rata poin pesan mereka ingin menstimulus emosional rakyat akan bahaya kebangkitan PKI.
Kehebohan isu kebangkitan PKI yang beraroma ketakutan, menunjukan respon kesadaran yang berangkat dari sejarah pemberontakan PKI yang terkenal sadis.
Ini menunjukan tumbuhnya berfikir masyarakat Indonesia akan berbagai bahaya yang mengancam bangsa.
Namun pada situasi lain, pun berbagai paradoks yang teramat genting terhadap bangsa ini terlihat minim akan kesadaran ataupun pada aksi protes atasnya.
Beberapa contoh yang terjadi di depan mata, menumpuknya utang yang sangat tinggi,berada di atas kuantitas APBN negara.
Kita harus sadar bahwa penjajahan era modern bukan lagi melalui invasi fisik.
Namun berubah pada permainan halus salah satunya dengan perantara ekonomi. Bangsa kolonial dengan leluasa menyalurkan utang sebesar-besarnya hingga negara pengutang tak mampu mengembalikan.
Denganya kolonial mudah mengontrol, menyetir sesuai kehendaknya. Suasana tersebut telah terjadi pada bangsa ini. Meski tak begitu nampak. Secara gradual terlihat mengarah pada situasi yang pada akhirnya bangsa ini terus melemah.
Selanjutnya pada sistem pendidikan dan kesehatan yang dikomandoi oleh kapital kelas kakap.
Pernahkah berpikir, jika pemerintah benar-benar serius menyiapkan generasi bangsa yang cerdas, maka seharusnya jalan menuju cita tersebut tidaklah sulit.
Biaya pendidikan haram berada di atas kemampuan orang tua. Atau sebisa mungkin di hilangkan. Hal itu semata membuka jalan tol masa depan anak bangsa mengejar mimpi untuk memajukan negeri.
Sedang bidang kesehatan tak kalah pilunya. Terbukti benar petuah klasik itu, orang miskin di larang sakit. Begitu melambung tinggi pundi rupiah yang harus di keluarkan.
Sehingga tidak sedikit rakyat yang memilih menahan perih, terbaring menatap dinding kamar dengan pilu oleh sebab tak mampu membayar biaya kesehatan.
Di lain sisi pelayanan rumah sakit yang jauh dari nilai sosial. Seolah pikiran telah tertutup oleh materi yang beraroma dolar. Ironi dan menyedihkan.
Tidak berhenti disitu rakyat kembali dicekik dengan naiknya harga BBM, TDL, pencabutan subsidi, penggusuran, penciutan lahan pertanian dan lainya.
Keseluruhan fenomena miris tersebut sesungguhnya negeri ini dalam ancaman kungkungan neoliberalisme. Hal ini harus menjadi kesadaran dan perhatian serius yang mendalam. Dan tidak semata terjebak pada isu PKI semata yang memang berbahaya. Sebab neoliberalisme pula bak ular kobra yang sangat mematikan.
Dengan pengamatan dan kesadaran mendalam kita dapat membangun langkah untuk menghentikan laju penjajahan modern ini.
Sehingga rakyat dan slogan keadilan, kemakmuran, kesejahteraan serta keberkahan benar-benar menuai di tengah-tengah kehidupan bernegera. [RN]
Penulis, Muhamad Akbar Ali
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Universitas Halu Oleo Kendari.