(Panjimas.com) – Mendemo Masjid dan membekukannya itu sangat zalim, sedang yang mendukungnya dengan melontarkan celaan tambah tercela lagi. Tingkah mendemo masjid yang kemudian diamini dengan membekukan kegiatan masjid, itu jelas menghalangi segala peribadahan di masjid itu. Sedangkan menghalangi kegiatan peribadahan di masjid itu jelas-jelas sangat dikecam oleh Allah Ta’ala dengan firmanNya:
“Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalanghalangi menyebut nama Allāh dalam mesjid-mesjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (mesjid Allāh), kecuali dengan rasa takut (kepada Allāh). mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat. (QS Al-Baqarah: 114)”
Karena perbuatan menghalangi kegiatan masjid itu sangat dikecam dan diancam dalam Al-Qur’an, maka para pendemo, pihak yang membekukan kegiatan masjid, dan siapapun yang andil atas kejahatan agama itu serta siapapun yang membela para penghalang itu dengan kata-kata yang sebagus apapun, tetap merupakan perbuatan tercela lagi sangat zalim. Apatah lagi membelanya dengan kata-kata yang menyakiti lagi mencela. Betapa lebih terkecam dan hinanya lagi.
Na’udzubillahi min dzalik!
Perkataan untuk menyakiti lagi mencela adalah perbuatan yang diancam dalam Al-Qur’an. Contoh yang nyata telah diancamkan kepada orang munafik.
“Di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang menyakiti Nabi dan mengatakan: هُوَ أُذُنٌ “Nabi mempercayai semua apa yang didengarnya”. Katakanlah: “Ia mempercayai semua yang baik bagi kamu, ia beriman kepada Allah, mempercayai orang-orang mukmin, dan menjadi rahmat bagi orang-orang yang beriman di antara kamu”. Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab yang pedih
(QS: At Tawbah61).
Orang-orang munafik menisbatkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (suatu celaan) bahwa beliau mempercayai saja setiap apa yang dikatakan kepadanya, dan (mereka mencela bahwa) beliau tidak membedakan antara yang benar dan yang batil. (Fathul Bayan 5/333).
Celaan itu dibantah oleh Allah Ta’ala, أُذُنُ خَيْرٍ , ya tapi dia (Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) hanya mendengar yang baik, dan tidak mendengarkan yang buruk. (Fathul Bayan).
Sifat mendengarnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak mengandung celaan, namun oleh orang munafik dijadikan celaan dengan dimaksudkan mengandung sifat tercela. Dicela dengan tuduhan bahwa beliau percaya saja terhadap setiap perkataan yang dia dengar. Padahal beliau hanya mendengar dan mempercayai yang baik, dan tidak mendengar, tidak mempercayai perkataan yang batil.
Perlu jadi pelajaran bahwa orang yang sedang membenci terhadap seseorang ataupun kelompok, bisa menjadikan suatu perbuatan yang sebenarnya tidak tercela, namun dijadikan sebagai bahan celaan. Bahkan lebih buruk lagi, sang pencela itu sendiri belum tentu dapat melakukannya, tetapi bisa mencela sedalam jurang terhadap orang yang dibenci.
Perbuatan mencela karena benci itu dilontarkan untuk menyakiti, merendahkan, mengejek, menyerang dan sebagainya. Misal, ketika seseorang jadi pendukung pihak yang mendemo masjid rumah Allah (lhah, masjid didemo tapi dia jadi pendukungnya?), lalu dengan entengnya dia nyinyir. Misalnya, keluar kata-kata celaan yang menyakiti, bahwa kelompok yang beribadah di masjid yang didemo itu kan bisanya hanya gini, gitu, dan gituin istrinya…
Astaghfirullaah…
(Mengenai masjid didemo dan dibekukan, silakan baca artikel ini: Rumah Allah di Bogor Didemo Lalu Dibekukan, Kok Bisa?https://www.nahimunkar.com/rumah-allah-di-bogor-didemo-lal…/ ).
Betapa menyakitinya itu lontaran celaan. Padahal, apa salahnya, ketika seseorang mampu menggauli istrinya? Apakah itu suatu hal yang tercela dan untuk diobral dengan dicela-cela? Diejek-ejek dengan kata-kata: bisanya hanya…gituin istri.
Betapa tidak bagusnya, misalnya si pencela itu justru tidak bisa begini, tidak juga bisa begitu, bahkan tidak atau belum punya istri. Sehingga sejatinya justru mencela diri sendiri. Dan bahkan kalau toh mampu begini dan begitu dan mampu membegitukan istrinya pun tidak pantas untuk melontarkan kepada orang lain bahwa mampunya hanya… gituin istrinya.
Sudah pembelaannya terhadap pendemo masjid itu sendiri suatu hal yang tercela lagi tidak pantas, masih pula melontarkan kata-kata celaan yang tidak pantas pula.
Bernarlah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits ini:
Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu berkata, Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah ditanya tentang sesuatu apakah yang terbanyak yang dapat memasukkan manusia ke dalam surga?. Beliau menjawab, “Takwa kepada Allah dan akhlak yang baik”. Beliau juga ditanya tentang sesuatu apakah yang terbanyak yang dapat memasukkan manusia ke dalam neraka?. Beliau menjawab, “Mulut dan farji (kemaluan)”. [HR at-Turmudziy: 2004, Ibnu Majah: 4246 dan Ahmad: II/ 291, 392, 442. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan sanadnya, lihat Shahiih Sunan at-Turmudziy: 1630, Shahih Sunan Ibni Majah: 3424, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 977 dan Misykah al-Mashobih: 4832. Di dalam satu riwayat; Beliau menjawab, “Dua lobang yaitu mulut dan farji”].
Sebaliknya, bagi orang yang menjaga mulut dan farjinya maka dijamin surga oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
“Barang siapa yang bisa menjamin untukku apa yang ada di antara dua rahangnya (lisan), dan yang ada di antara kedua pahanya (kemaluan) maka aku akan menjaminnya masuk syurga” (Muttaqun ‘alaih dari Sahl bin Saad radhiyallahu ‘anhu)
Betapa beruntungnya orang mukmin yang teguh menjaga lisan dan kemaluannya, hingga mendapatkan jaminan surga baginya. Sebaliknya, betapa celakanya orang yang mengumbar mulutnya dan kelaminnya hingga memasukkannya ke neraka. (Dan sekarang, kata-kata yang biasanya dilontarkan pakai mulut itu dapat pula diwakili lewat tulisan dengan sarana media sosial dan sebagainya, hingga tersebarnya lebih luas lagi dan jarak waktunya lebih awet lagi. Sehingga kalau itu berupa tebaran dosa (seperti komen-komen di medsos yang membela pendemo masjid bahkan dengan mencela orang-orang yang biasa berjamaah di masjid), maka akan lebih banyak dosanya lagi.
Padahal, di dunia ini pun kesenangan yang diperoleh dengan mengumbar mulut dan alat kelaminnya itu tak seberapa, namun ancaman neraka telah tersedia. Na’udzubillahi min dzalik! Maka sebaiknya bertobatlah wahai orang-orang yang terlanjur sebagaimana pembela orang-orang yang mendemo masjid dan membekukan kegiatan masjid itu, sebelum malaikat maut mencabut nyawa pelaku-pelaku perbuatan tak terpuji itu.
Sekian, semoga jadi peringatan bagi kita semua. Aamiin ya Rabbal ‘alamiin. [RN]
Penulis, Hartono Ahmad Jaiz