(Panjimas.com) – Sejak kemarin terjadi polemik tentang pengelolaan keuangan haji yang akan diinvestasikan ke infrastruktur. Sebab sekarang sudah legal dan sah mengelola keuangan haji sejak UU nomer 34 tahun 2014 dan kemarin telah dilantik Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) sekaligus Pengawasnya.
Kini pengelolaan dana haji tak lagi menjadi kewenangan Kementerian tetapi oleh BPKH. Jadi tak tepat kalau mengarahkan kritik ini kepada Kementerian apalagi kepada Menterinya. Seruan Presiden untuk diinvestasi ke infrastruktur karena memang itu program pemerintah yang prioritas. Hal ini hanya masukan saja kepada anggota BPKH, selanjutnya beri kesempatan untuk merencanakan program pengelolaannya sampai sempurna.
Ada beberapa hal yang perlu ditanggapi, apakah halal investasi dana haji ke infrastruktur? Apakah perlu minta izin kepada calon jemaah haji? Apa akad yang akan digunakan?
Investasi dana haji di infrastruktur jika sesuai syariah hukumnya halal, namun tidak prioritas. Sebab tak ada hubungan langsung dengan peningkatan kualitas penyelenggaraan haji yang sedang mendesak saat ini. Kecuali kualitas penyelenggaraan haji sudah baik sementara dana haji masih tersisa maka boleh investasi ke infrastruktur dengan syarat sesuai prinsip syariah, aman, menguntungkan dan likuiditasnya lancar.
Sesuai UU pengelolaan keuangan haji pasal 3 bahwa pengelolaan keuangan haji itu untuk peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji, rasionalitas dan efesiensi penggunaan biaya ibadah haji sepenuhnya untuk kemaslahatan umat Islam. Oleh karenanya, pengelolaan dana haji tak boleh melenceng dari tujuan utama dari pengelolaan keuangan haji. Hal yang paling urgen untuk peningkatan penyelenggaraan haji itu pemondakan haji dan transportasinya, meskipun konsumsi dan sarana lainnya selama di Arab Saudi perlu difasilitasi.
Seandainya pemondokan dan transportasi dapat dikelola melalui investasi dana haji yang jumlahnya 90 triliun itu memudahkan pemerintah dalam meningkatkan penyelenggaraan haji sekaligus aman dan mendapat hasil investasi yang besar. Saat musim haji, jemaah dapat pemondokan yg dekat masjidil haram dan seusai musim haji pemondokannya dapat disewakan kepada jemaah umrah.
Apakah investasi dana haji perlu izin kepada calon jemaah haji? Secara garis besarnya perlu izin dari jemaah saat setor biaya haji melalui akad yang disepakati, demikian juga izin dari jemaah yang sudah setor sebelum UU no 34 thn 2014 disahkan. Sebab sah dan tidaknya suatu transaksi adalah tergantung akadnya. Caloh jemaah haji yang menyetor sebelum 2014 atau sampai sekarang tak ada yang niat untuk diinvestasi dan tak tercantum dalam akad saat setor mendapat nomer seat itu utk mewakil investasinya ke BPKH.
Mekanisme izin bisa dicari yang paling mudah untuk diumumkan kepada masyarakat melalui sarana teknologi yang tersedia saat ini. Mungkin juga BPKH menawarkan kepada jemaah siapa yang mau diinvestasikan dan siapa yang hanya menyetor untuk haji saja, sehingga di dalam akad itu jelas tak ada paksaan. Bahkan bisa juga untuk menghindari inflasi rupiah terhadap dollar saat pelunasan nanti ditawarkan krus dollar kepada jemaah saat setor pertama biaya berangkat haji.
Sangat penting juga transparan dalam akad pengelolaan keuangan haji. Jika menggunakan akad wakalah maka BPKH hanya menerima ujrah (ongkos) mengelola sesuai dengan kesepatan dalam isi akad. Kemudian, hasil dari investasi kembali kepada calon jemaah pemilik dana sesuai dengan jumlah prosentasenya. Hasil investasi tak boleh kembali ke pemerintah atau dipakai biaya penyelenggaraan haji krn dana haji itu sebagian milik jemaah yang masih waiting list.
Berbeda dengan dana haji hasil efesiensi penyelenggaraan haji. Maka dana itu bisa dimiliki oleh pemerintah karena hasil dari jasa pelaksanaan haji yg dilakukan oleh pemerintah kepada jemaah. Karenannya hasil investasi bisa menjadi milik pemerintah yang penggunaannya sepenuhnya kewenangan pemerintah.
Keuangan haji itu dana umat yang sdh diniatkan oleh pemiliknya utk berangkat haji. Saya yakin tak semuanya ada niat investasi. Namun dari pada dana menganggur dan tergerus oleh inflasi sementara pemerintah perlu menyempurnakan penyelenggaraan haji maka perlu dikelola untuk menghindari dana yang tersia-sia dan untuk kepentingan jemaah. Namun jangan lupa atas niat awal pengelolaan dana haji yaitu utk ibadah haji dan kepentingan umat Islam. Perlu berhati-hati dan mengikuti syariah agar pelaksanaa haji jemaah Indonesia mabrur dan melalui ibadah haji dapat memperbaiki kehidupan berbangsa dan bernegara.[RN]
Penulis, K.H. Muhammad Cholil Nafis, Lc., MA., Ph.D
Ketua Komisi Dakwah MUI