Oleh: Abdul Latif*
(PANJIMAS.Com) — Sandiwara sudah diputarkan. Sang sutradara begitu bangga dengan hasil sandiwara ini. Sandiwara rencana pembubaran ormas dan depolitisasi gerakan-gerakan Islam. Hari ini kita menyaksikan opini HTI meluas dan mendapatkan tempat di hati pemirsa. Bahkan telah menjadi trending topik diberbagai media, baik disosmed maupun media konvensional.
Ada yang aneh khususnya di media cetak dan media nasional yang sangat santer memberitakan HTI. Mengapa baru kali ini mereka begitu ‘murah hati’ untuk memberitakan HTI? Padahal sejak tahun 2000 hingga 2017 HTI masif dengan kegiatanya yang spektakuler dan melibatkan ratusan hingga jutaan orang tapi tak satupun diliput oleh media. Ada apakah dibalik sandiwara ini ?
Dengan cepat media-media menyoroti dan memberitakannya seolah-olah HTI telah dibubarkan. Padahal maksudnya pemerintah berniat membubarkan HTI dengan menempuh jalur hukum. Jadi berita yang disampaikan beberapa media sangat tidak sesuai dengan faktanya. Ini adalah sebuah strategi politik yang dibuat oleh rezim penguasa. Diharapkan dengan berita itu semua kalangan sepakat dan mendukung pembubaran HTI.
Faktanya tidaklah demikian, yang terjadi malah dukungan datang dari berbagai elemen masyarakat. Bahkan dengan berita itu pula menjadi promo gratis bagi HTI. HTI bisa menjelaskan dipublik tanpa harus bayar. Hingga saat ini tidak satu rumahpun yang tidak mengenal HTI, syariah dan khilafah. Sungguh skenario Allah yang luar biasa. Jika ditelusuri mengapa tidak ada hujan tidak ada angin tiba-tiba pemerintah hendak mebubarkan HTI pasti ada skenario di dalamnya. Padahal kalau kita jujur justru banyak organisasi yang sangat berbahaya terkesan dibiarkan pemerintah. Lihatlah Organisasi Papua Merdeka yang bahkan kini sudah punya perangkat kenegaraan lengkap dan siap perang dan memisahkan dengan NKRI. Ada PKI yang sudah dideklarasiakan beberapa tahun yang lalu dan lain-lainnya. Tapi mengapa dibiarkan? Aneh?
HTI Dibidik?
Kekalahan Ahok pada Pilkada DKI Jakarta membuat rezim penguasa sangat kecewa dan marah. Salah satu penyebab kekalahan menurut mereka adalah HTI. Jauh sebelum ada kasus Al maidah 51 HTI sudah mengkapanyakan “haram pemimpin kafir, tolak pemimpin kafir, dll “ dan inilah yang mereka anggap sumber kegagalan jagoannya.
Padahal semua tenaga dan harta sudah dikerahkan untuk kemenangan ini. Tapi ternyata hari ini sudah kalah dan dipenjara lagi. Ibarat peribahasa sudah jatuh tertimpa tangga. Inilah yang membuat demdam para ahoker. HTI lah yang menjadi bidikan pertama. Karena dibalik ahoker ada proyek-proyek raksasa yang dikendalikan aseng dan asing yang sudah habis-habisan membiayai untuk melindungi kepentingannya dan ternyata kalah, kemarahan merekapun tertumpah.
Apalagi masa kepemimpinan Pak Jokowi tinggal 2 tahun saja. Masa ini tidaklah terlalu lama lagi bagi para kapitalis (pemilik modal) dan pengusaha pendukung rezim penguasa untuk membalikkan modal yang sudah mereka keluarkan pada saat pemilu. Para kapital ini akan berusaha jor-joran membuat proyek yang menguntungkan mereka dan tentu kita tahu banyak proyek mereka yang bertentangan dengan kepentingan rakyat kecil.
Sebut saja misalnya proyek listrik, sektor tambang, perkebunan, property dan lain-lain. Para kapitalis itu tahu bahwa HTI adalah ormas yang paling getol menentang berbagai kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat kecil, apalagi solusi yang ditawarkan HTI juga bersumber dari nash-nash agama. HTI bagi mereka ibarat monster yang sangat menakutkan.
Mumpung saat ini mereka berkuasa maka mereka akan mencari segala macam cara untuk menghabisi HTI. Mereka paham kalau ketemu face to face dengan HTI pastilah kalah dan rakyat pasti mendukung HTI, maka mereka menggunakan instrument lain untuk menghabisi HTI.
Membayar ormas-ormas yang bisa dibeli juga gagal, membenturkan dengan ormas lain juga gagal. Instrument hukum dan kepolisian tidak cukup kuat untuk mencegah. Konspirasi terorisme juga gagal dan tak mampu menghadang. Akhirnya digunakan stempel ‘absurd’ anti pancasila dan NKRI.
Stempel yang biasa digunaka oleh rezim-rezim penguasa sebelumnya untuk menghadang lawan politiknya. Inilah sebenarnya sebuah pertarungan antara haq dan bathil. Pertarungan yang dikendalikan para pemilik modal dan para kapital yang ingin menghancurkan negeri ini melalui boneka-boneka yang di tugasakan mengamankan kepentingan penjajah.
Mengapa Rente Dibiarkan?
Untuk mengeruk keuntungan yang banyak dan agar modal yang mereka keluarkan cepat kembali, mereka mendikte penguasa untuk menerapkan kebijakan yang dzolim. 2 bulan ini masyarakat terbebani dengan kebijakan kenaikan tarif dasar listrik yang begitu besar mencapai 250%.
Untuk itulah agar kebijakan dzolim ini bisa berjalan dengan mulus, dan agar para kapital atau pemilik modal bisa menikmati hasil dan tidak ada halangan, maka HTI harus dibungkam. Untuk memuluskan kebijakan ini HTI harus disibukkan dengan hukum, sehingga tidak ada gelombang protes yang digalang HTI. Karena mereka tahu bahwa HTI amat berbahaya bagi kepentingan tuan- tuan mereka.
Masihkah kita percaya pada kedzaliman ini? Sungguh rezim ini bekerja mati-matian hanya untuk kepentingan tuan-tuan mereka. Mereka telah menjadi alat penjajahan di negeri ini. Para pemangku kekuasaan telah menjadi tameng untuk melindungi kepentingan-kepentingan penjajah. Keadaan ini tidak akan berubah kalau kita tidak berusaha untuk merubah. Maka disinilah sebenarnya peran Hizbut Tahrir Indonesia yaitu ingin memerdekakan negeri ini dari penjajahan asing atau aseng. Inilah bukti cinta dan kepedulian HTI untuk Indonesia tercinta. Masihkah kalian meragukan kesungguhan HTI?
#KamiBersamaHTI []
* Direktur Indo Politic Watch