SOLO (Panjimas.com)– Masih banyak masyarakat terjebak dengan transaksi riba, padahal Allah dan Rasul-Nya akan mengumandangkan perang kepada manusia yang tidak meninggalkan harta Riba. Untuk itu, “Masyarakat Tanpa Riba” menggelar Kajian bertema “Hidup Barokah tanpa Riba”, di Masjid Fatimah, Singosaren, Serengan, Solo, Rabu (19/4/2017).
Martin menjelaskan, riba adalah transaksinya, bukan barang dari transaksinya. “Kalau belum tahu tentang riba, tidak kena dosa riba. Yang terkena dosa adalah orang yang lalai karena tidak mau belajar apa itu Riba. Riba itu transaksinya, bukan barangnya,” kata pemilik nama asli Martin Basuki Sasangko alias Song Kwang Rong.
Mualaf yang masuk Islam tahun 2016 ini, mencontohkan salah satu temannya berhutang dengan bunga riba 10 juta perbulan. Kata dia, untuk menutup harus mengambil riba, harta tersebut tidak boleh dimakan dan haknya hanya mengambil pokoknya saja.
“Ini khusus kasus ini lho ya, harta digunakan untuk pembangunan fasilitas saluran yang kotor-kotor. Riba itu bukan hak kita, tapi kan harus diambil, maka digunakan fasilitas yang kotor-kotor,” ungkapnya.
Riba juga terkait dengan transaksi asuransi. Menurut Martin, orang yang bekerja di suatu perusahaan asuransi maupun Bank termasuk bagian dari transaksi Riba.
“Kalau kerja ditempat seperti itu gimana ya, tetap saja tidak boleh karena haram.Kalau pekerja yang menyiapkan minuman makanan saja itu pekerjaannya halal, tapi masih ada perdebatan terkait subhatnya itu lebih baik dihindari,” ujarnya.
Menjawab pertanyaan salah satu peserta, tentang pinjam meminjam dengan adanya imbalan. Martin membeberkan hal itu tidak mengapa asal tidak sengaja atau diniatkan dari awal.
“Menariknya ini kakaknya meminta tambahan awal, ini yang tidak boleh. Sudah diniati atau sudah diakadkan di depan itu jadi riba. Kalau tidak sengaja atau tidak ada kesepakatan sebelumnya, inisiatif yang dipinjami itu tidak mengapa,” pungkasnya. (SY)