ST PETERSBURG, (Panjimas.com) – “Ledakan bom mematikan pada hari Senin sore di stasiun metro St.Petersburg merupakan ‘kejahatan terencana’ yang ditujukan untuk menantang seluruh negeri,” demikian pernyataan para ahli keamanan Rusia seperti dilansir Sputnik.
Para pakar keamanan Rusia itu juga menambahkan bahwa upaya pelaku tidak akan pernah berhasil.
Setidaknya 11 orang tewas dan 51 lainnya luka-luka setelah ledakan bom menghantam stasiun metro St.Petersburg, Senin sore tanggal 3 April. Komite Investigasi Rusia membuka penyelidikan mendalam terkait ledakan itu.
Dalam sebuah wawancara dengan Sputnik, Sergey Goncharov, Presiden Asosiasi Internasional Veteran Unit Anti-Teror Alpha Group, menyebutkan bahwa ledakan Senin adalah tindakan yang dipersiapkan dengan baik, yang dapat didahului oleh serentetan “peristiwa gangguan” yang bertujuan untuk mengalihkan perhatian polisi untuk memberikan keamanan di metro St Petersburg.
“Saya berpikir bahwa ini adalah tindakan terencana yang cukup baik, tetapi ini harus dikonfirmasi dengan pihak yang sedang menyelidiki kasus ini,” pungkasnya.
Wakil Presiden Alpha Group, Alexey Filatov, untuk bagian itu, mengatakan bahwa “untuk secara efektif memerangi terorisme, negara harus berinvestasi lebih banyak dalam pengembangan jaringan agen-agen.”
Menurut Filatov, “Aksi itu benar-benar jelas menunjukkan bahwa teroris harus ditangani di tengah persiapannya dalam serangan itu, yaitu, lebih banyak upaya diperlukan untuk melacak ‘sel-sel teroris yang masih tiarap’.”
“Agar hal ini terjadi, perlu untuk mengalokasikan lebih banyak dana untuk pengembangan jaringan agen-agen dan kecerdasan teknis, yang jauh lebih efektif daripada semua tindakan lainnya yang bertujuan untuk mencegah serangan teroris,” imbuhnya.
Alexander Mikhailov, Dewan Kebijakan Luar Negeri dan Pertahanan Rusia meyakini bahwa ledakan ini bisa saja dilakukan oleh anggota kelompok Islam radikal atau militan Ukraina, akan tetapi “hampir tidak mungkin untuk menangani dugaan tersebut tanpa informasi utama.”
“Kita harus memahami bahwa Rusia kini menghadapi banyak ancaman-ancaman, yang berasal tidak hanya dari Islam radikal tetapi juga Ukraina, yang telah berulang kali mengatakan bahwa perlu untuk melakukan tindakan teroris di wilayah Rusia. Juga, kita memiliki situasi yang agak tegang di sekitar berbagai organisasi-organisasi nasionalis,” jelas Mikhailov mengatakan kepada Sputnik.
Dia menambahkan bahwa sekarang ini sangat tidak mungkin untuk mengatakan apakah dinas layanan khusus terus mengawasi para pelaku serangan metro St.Petersburg. “Kami masih dalam proses utama untuk menilai situasi ini,” tandas Mikhailov.
Pendapat Mikhailov diperkuat oleh pernyataan Vladimir Dzhabarov, Wakil Kepala Pertama dari Komite Urusan Internasional Majelis Tinggi Rusia, yang mengatakan bahwa Ia tidak mengesampingkan bahwa Islamic State atau ekstrimis nasionalis dari Ukraina bisa saja berada di balik ledakan bom hari Senin sore.
“Hal yang paling mengkhawatirkan bahwa belum ada pihak yang mengaku bertanggung jawab atas serangan ini,” tandas, Dzhabarov.
Joseph Linder, Presiden Asosiasi Pelatihan Internasional Kontra-Terrorisme, pada gilirannya, mencatat bahwa pemerintah dan warga St Petersburg “sangat cepat” bereaksi terhadap apa yang telah terjadi.
“Tidak ada kepanikan di kota, dengan layanan darurat medis dan operasi penyelamatan yang bekerja sangat baik,” kata pakar keamanan ini, Linder juga memuji kerja layanan transportasi di St.Petersburg.
Linder mengaitkan ledakan Senin itu dengan meningkatnya pengaruh global Rusia, ini berkaitan, pada khususnya, untuk memerangi terorisme internasional.
“Semakin kuat tindakan-tindakan Rusia di arena internasional, semakin marah kalangan tertentu untuk menunjukkan respon. Musuh-musuh kami berusaha untuk menciptakan lingkungan sosial yang paling tidak nyaman bagi hidup kami, yang harus dicegah oleh lembaga penegak hukum kami, dinas layanan khusus dan badan-badan administratif,” pungkasnya.
Presiden Asosiasi Pelatihan Internasional Kontra-Terrorisme itu juga menekankan kebutuhan untuk mengkonsolidasikan masyarakat secara maskimal.
Boris Gryzlov, Perwakilan dari Kontak Grup Rusia untuk Pendudukan Ukraina, mengatakan dalam sebuah wawancara dengan Sputnik bahwa ledakan Senin adalah “kemungkinan besar tindakan demonstratif yang direncanakan dan bertujuan untuk mengintimidasi.”
“Kami akan menunggu hasil penyelidikan. Namun, akan lebih aman untuk mengasumsikan sekarang ini bahwa serangan hari Senin adalah tindakan terencana dan dipersiapkan. Tindakan biadab telah sekali lagi menunjukkan bahwa tujuan utama teroris adalah untuk menciptakan ketakutan massal dan ketidakamanan, serta menyebabkan kekacauan publik, jelasnya.
Pemimpin Partai “Just Russia”, Sergey Mironov mengatakan kepada Sputnik bahwa pelaku ledakan Senin ingin menantang Presiden Rusia Vladimir Putin dan kemampuan Rusia untuk menjamin keamanan warganya.
Menurut Mironov, “tragedi ini membuktikan bahwa Rusia harus mengambil langkah-langkah legislatif yang paling ketat untuk memerangi terorisme.”
Dmitry Suslov dari Diskusi Klub Valdai, untuk bagian itu, mengatakan bahwa ledakan Senin menunjukkan kelanjutan ancaman serius terorisme internasional dan bisa dihubungkan dengan partisipasi Rusia dalam intervensi militer di Suriah.
“Waktu dan tempat aksi teroris ini bersifat politik,” kata Suslov, menunjuk pada fakta bahwa serangan hari Senin berlangsung di tengah kunjungan Presiden Putin ke St Petersburg.
Kepolisi dan petugas layanan darurat medis segera melarikan para korban yang terluka dengan tandu ke luar stasiun metro Technological Institute di Saint Petersburg pada April 3, 2017
“Itu sinyal yang keterlaluan bahwa terorisme internasional akan terus berjuang dan melawan tindakan-tindakan Rusia,” kata Suslov.
Sergey Zheleznyak, anggota dari Komite Urusan Luar Negeri Majelis Rendah Rusia , menyerukan mobilisasi secara konstan sistem penegakan hukum Rusia dan pengorganisasian infrastruktur agar lebih efektif melawan ancaman teroris.
Menurut Zheleznyak, “penyelidikan menyeluruh harus dilakukan, dan semua pelaku harus ditemukan dan dihukum.” IZ]