PANJIMAS.COM – Autism Spectrum Disorder (ASD) adalah gangguan perkembangan nerobiologis yang berat yang terjadi pada anak, dimulai sejak usia 6 bulan dalam kandungan dan berlanjut terlihat dalam masa perkembangannya dan terus sampai dewasa jika tidak ditatalaksana secara tepat. Penyandang autisme mengalami gangguan/masalah pada interaksi sosial, komunikasi non-verbal dan verbal, juga pada minat serta aktivitas yang terbatas dan berulang-ulang.
Berdasarkan mulai terlihatnya gejala-gejala klinis, autisme dapat dibagi menjadi 2 tipe. Yaitu tipe pertama dimana masalah mulai terlihat bahkan mungkin mulai beberapa hari/minggu setelah lahir, yang kemudian gejala-gejala semakin lama semakin banyak serta semakin jelas terlihat. Tipe kedua dimana perkembangan anak mula-mula terlihat relatif normal, namun kemudian pada antara umur 18-24 bulan terjadi regresi, yaitu berbagai kemampuan yang sebelumnya sudah ada maka kemudian menghilang dan hilang.
Penyebab autisme yaitu dasarnya genetik dimana terjadi mutasi langka pada gen atau kombinasi berbagai varian genetik, yang kemudian dipicu oleh berbagai faktor lingkungan (logam berat, pestisida, bakteri, virus, jamur, dlsb).
Autisme dapat terjadi pada anak siapa saja, tidak ada perbedaan latar belakang sosial, ekonomi, budaya, dan etnik. Penyandang autisme lebih banyak lelaki dibandingkan perempuan (yaitu 1 banding 4-5x lebih banyak pada lelaki). Prevalensi autisme semakin lama semakin meningkat. Sampai dengan sebelum tahun 2000, prevalensi autisme 2-5 s/d 15-20 per 1.000 kelahiran, 1-2 per 1.000 penduduk dunia. Data ASA tahun 2000 yaitu 60 per 10.000 kelahiran, dengan jumlah 1 : 250 penduduk. Data CDC (Centers for Disease Control and Prevention, USA) tahun 2001 yaitu 1 di antara 150 penduduk, dan di beberapa daerah di USA / UK yaitu di antara 100 penduduk. CDC (2012) sejumlah 1:88, sedangkan CDC (2014) meningkat 30% yaitu sebanyak 1,5% anak di USA (1 banding 68)
Sedangkan di Indonesia tidak ada data yang pasti. Menurut Rudy Sutadi (2010) yang merujuk pada Incidence dan Prevalence ASD yaitu 2 kasus baru per 1.000 penduduk per tahun serta 10 kasus per 1.000 penduduk (BMJ, 1997), sedangkan penduduk Indonesia yaitu 237,5 juta dengan laju pertumbuhan penduduk 1,14% (BPS, 2010), maka diperkirakan penyandang ASD di Indonesia yaitu 2,4 juta orang dengan pertambahan penyandang baru 500 orang/tahun.
Berbagai metode terapi ditawarkan untuk autisme, namun hanya ABA dan BIT yang telah terbukti efektif dan efisien melalui berbagai penelitian.
ABA (Applied Behavior Analysis) merupakan metode terapan praktis yang menggunakan prosedur perubahan perilaku untuk mengajarkan seseorang (d.h.i. penyandang autisme) agar menguasai berbagai kemampuan/ aktivitas, dengan ukuran nilai-nilai/standar yang ada di masyarakat. Prosedur yang digunakan pada ABA berasal dari sejumlah banyak sekali penelitian serta telah teruji dan terbukti efektif dan efisien.
Terapi ABA untuk Autisme, pertama kali diterapkan oleh Prof. Lovaas di UCLA, pada tahun 1962. Kemudian beliau mempublikasikan hasil penelitiannya pada tahun 1967, yang merupakan publikasi monumental sehingga Terapi ABA untuk Autisme dikenal juga sebagai Metode Lovaas. Dalam penelitian tersebut, Prof. Lovaas memaparkan sejumlah anak autistik yang IQ nya berkisar dari 40an sampai 50an, yang setelah diterapi intensif dan optimal selama 2-3 tahun, menghasilkan kesembuhan sebesar 89% yang terbagi dari 47% sembuh sama sekali dan 42% dalam berbagai tingkat. Pada mereka yang telah sembuh, dicampur dengan anak-anak lain yang tanpa pernah mengalami gangguan perkembangan apapun, dan kemudian dimintakan dilakukan pengetesan oleh sejumlah ahli, namun para ahli tersebut tidak dapat mendeteksi atau menentukan manakah mereka-mereka yang mantan autistik, yang berarti tidak dapat lagi dibedakan dengan anak-anak normal, sehingga berarti sembuh sempurna.
Setelah keberhasilan Prof. Lovaas tersebut dalam menterapi anak-anak autistik dengan ABA, kemudian ABA lebih dikembangkan lagi dari tahun-ke-tahun oleh para ahli dan para praktisi ABA.
BIT (Biomedical Intervention Therapy) yaitu penerapan ilmu biomedis (ilmu-ilmu dasar) pada kedokteran klinik untuk menterapi/memperbaiki berbagai masalah kesehatan/penyakit yang terkait, termasuk autisme. BIT bukan ilmu baru, namun menggabungkan berbagai cabang ilmu yang berkaitan dengan autisme, yaitu antara lain ilmu nerologi, toksikologi, gastroenterologi, hepatologi, imunologi, biokimia, dlsb.
BIT diawali dengan pertemuan 3 orang ahli kedokteran Amerika, yaitu Prof. Bernard Rimland, Dr. John Pangborn, dan dr. Sidney Baker, pada tahun 1967. Mereka kemudian mempelajari banyak sekali kepustakaan yang terkait dengan masalah-masalah medis yang ada pada anak-anak autistik. Ternyata mereka menemukan bahwa banyak sekali yang bisa dilakukan dalam rangka penyembuhan anak-anak autistik. Kemudian pada tahun 1995 mereka mulai mengadakan DAN Conference (Defeat Autism Now Conference) di San Diego, USA, melalui ARI (Autism Research Institute).
Sehingga lengkaplah terapi untuk menyembuhkan autisme. Yaitu ibarat komputer, hardware-nya di-upgrade dengan BIT sehingga menjadi hardware canggih, dan kemudian di-install ABA sebagai software canggih.
Dengan ABA dan BIT, telah banyak penyandang autisme yang telah sembuh, baik di Amerika maupun di Indonesia. Anak autistik dikatakan sembuh jika mereka masuk ke dalam mainstreaming yaitu mampu mengikuti sekolah biasa/umum/reguler serta kemudian berkembang dan hidup mandiri di masyarakat, secara tidak berbeda dengan anak/orang lain seumumnya sehingga tidak ada yang menyangka berhadapan dengan (mantan) autistik.
Di Indonesia, dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS, SPd.I, bersama Arneliza Anwar, SE, sejak tahun 2011 mengembangkan Smart ABA. Yaitu melakukan assembling terhadap Struktur (SOP/Standard Operating Procedures) tehnik pengajaran ABA untuk Autisme yang terserak di berbagai sumber, sehingga masing-masing Struktur/SOP menjadi suatu kesatuan utuh yang memudahkan bagi Terapis ABA dalam penanganan/penatalaksanaan pasien/klien mereka. Selain itu, dr. Rudy bersama Liza (Arneliza) juga mengembangkan Sistematika Kurikulum/Program/Aktivitas pengajaran ABA yang khas dan disesuaikan untuk penggunaan dalam bahasa Indonesia. Dan banyak hal lainnya lagi. Oleh karena itulah kemudian dinamakan sebagai Smart ABA, yang bisa dikatakan nyaris sempurna.
Dalam hal BIT, dr. Rudy juga menyesuaikan penerapannya sesuai dengan kondisi Indonesia. Yaitu menyusun protokol Terapi Biomedis tanpa didahului pemeriksaan laboratorium biomedis oleh karena belum bisa dilakukan di Indonesia (dilakukan di Amerika) sehingga harganya sangat mahal, secara educated guess yaitu masalah-masalah biomedis apa-apa saja yang biasanya terdapat pada anak-anak autistik, yang kemudian dituangkan dalam Saran Minimal Biomedical Intervention Therapy.
Sehingga jika dulu Prof. Lovaas menemukan angka kesembuhan sebesar 89% (terdiri dari 47% sembuh sempurna, dan 42% dengan berbagai tingkat), maka jika saat ini dilakukan penelitian pada anak-anak Autistik yang ditangani dengan menggunakan Smart ABA dan Smart BIT secara baik dan benar, bukan tidak mungkin akan menghasilkan angka kesembuhan 100%. Insya Allah. Autism Is Curable – Insha Allah. [dr Rudi]