JAKARTA (Panjimas.com) – Referendum (Britain to Exit) Brexit yang terjadi pada Juni 2016 lalu membuat dunia terkejut. Hasil referendum menunjukkan 52 persen rakyat Inggris memilih untuk keluar dari Uni Eropa. Kecemasan akan terjadinya referendum serupa di negara anggota UE lainnya juga membayangi, apakah ini sinyal dari berakhirnya regionalisme seperti UE. Menanggapi hal tersebut, Bidang Hubungan Luar Negeri PP KAMMI telah menggelar Diskusi Online Milad KAMMI ke-19 pada hari Sabtu (25/3/2017).
Diskusi Online tersebut menghadirkan Budi Kurniawan (Kandidat Ph.D University of Leeds – United Kingdom) sebagai narasumber dan Restu Pera (Bidang Hubungan Luar Negeri PP KAMMI) sebagai moderator dalam diskusi yang mengangkat tema “Fenomena Brexit dan Dampaknya Terhadap Ekonomi Dunia”.
“Isu Brexit ini menunjukkan bahwa negara besar seperti UK saja mengalami gesekan antara kaum pribumi dan imigran. Munculnya keresahan dikarenakan semakin sulitnya mencari pekerjaan akibat masuknya gelombang tenaga kerja non-UK. Apakah ini menunjukkan imbas negatif dari kebijakan pasar bebas?”, pantik Restu membuka diskusi.
Menanggapi isu tersebut Budi Kurniawan menyatakan bahwa Brexit adalah sinyal pertama kegagalan pasar bebas. “UK pada akhirnya menjadi pasar produk industri negara lain ketimbang eksportir. Saat ini UK kalah bersaing dengan Jerman yang menjadi negara industri terkuat di Eropa, hal ini menimbulkan kekecewaan domestik”, ungkapnya.
“Pada level elite politik, Brexit adalah salah satu cara untuk mengambil suara kelompok konservatif yang menguat di Inggris. Posisi imigran yang menguat secara ekonomi juga menimbulkan sentimen anti imigran. Ditambah dengan problem krisis ekonomi Yunani yang menjadi beban anggaran bagi negara anggota UE, sehingga keluar dari UE adalah pilihan yang praktis”, tegas Budi Kurniawan.
Di tengah melemahnya tren regionalisme ekonomi, pengamat politik Universitas Lampung itu kemudian mempertanyakan keinginan Presiden Jokowi untuk masuk ke dalam skema Trans Pacific Partnership (TPP).
“Kebijakan ekonomi Eropa dan termasuk Amerika Serikat di era Donald Trump ini cenderung akan menutup diri. Trump sudah membawa AS keluar dari TPP, mengapa Jokowi berencana bergabung dengan TPP sekarang? Dahulu Presiden SBY menganggap platform TPP terlalu liberal bagi Indonesia. Apakah kebijakan Jokowi ini menunjukkan bahwa rezimnya lebih neoliberal dibandingkan SBY?”, ujarnya.
Budi Kurniawan kembali menegaskan dampak Brexit bagi Indonesia, “Akibat Brexit negara-negara yang surplus perdagangan, para negara industri baru, seperti China, Jepang, Korea, India dan Taiwan akan mengalihkan produknya ke pasar Asia yang terbuka. Khususnya Indonesia yang jumlah penduduknya besar namun industrialisasinya mandeg”.
Terkait dengan Diskusi Online KAMMI, Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri PP KAMMI, Adhe Nuansa Wibisono, menyatakan diskusi ini dilakukan dalam menyambut milad KAMMI ke-19 dan dilakukan secara online agar dapat menjangkau audiens lintas daerah dan lintas negara.
“Bidang HLN PP KAMMI mengadakan diskusi online ini dalam menyambut Milad KAMMI ke-19 yang puncaknya akan jatuh pada 29 Maret 2017. Metode diskusi online membuktikan bahwa jarak geografis bukanlah masalah dalam pertukaran ide dan gagasan”, ujarnya.
“Narasumber sendiri saat ini sedang menyelesaikan pendidikan doktoralnya di Inggris. Sedangkan pesertanya adalah ratusan mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia. Peserta tercatat berasal dari Aceh, Medan, Riau, Lubuk Linggau, Jabotabek, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Bali, Nusa Tenggara Barat, Banjarmasin, Palangkaraya, Makassar dan Merauke. Bahkan juga terdapat perwakilan peserta dari IKRAM Siswa Malaysia, FMSA Singapura serta mahasiswa Indonesia di Malaysia, Mesir dan Inggris”, pungkasnya. [AW]