SOLO (Panjimas.com) – Tak ada yang menyangka bila alumni 212 dari Ciamis adalah salah satu konseptor Aksi Jalan Kaki menuju Monas, Jakarta, untuk ikut serta Aksi Bela Islam III.
KH. Syaiful Khiyar berperawakan kurus dan kecil, mengisahkan perjuangannya menyambut seruan Ulama, di Masjid Ibadurrahmaan, eks Goro Assalam, Pabelan Kartosuro, Sukoharjo-Solo dalam acara Reuni Alumni 212.
Menurutnya, sebelum diputuskan aksi jalan kaki, dia sudah 4 kali menggelar rapat, hanya para santri saja yang rapat terakhir. Mengingat malam itu harus mengambil keputusan, sementara bus tidak ada, rapat pun deadlock. Lalu tercetuslah ide untuk jalan kaki. Haji Nonop pun memutuskan untuk jalan kaki.
“Saat itu mau ditentukan siapa yang jadi ketua. Tapi tidak ada yang mau jadi ketua, karena situasi genting. Lalipula siapa yang mau memfasilitasi ataupun mengkoordinir orang yang dituduh makar,” katanya.
Mendapati resiko seperti itu, Ustadz Deden mendadak mengusulkan menjadi ketua aksi jalan kaki tersebut. Mendapat semangat itu, Syaiful lalu mengusulkan membuat video pernyataan hingga dilihat netizen mencapai lebih dari 100 ribu.
“Lalu kita bikin video pernyataan lewat facebook. Saat itu sebetulnya kita masih bercanda, karena ide gila itu. Besoknya di youtube viewernya udah 100 ribu,” ucapnya.
Syaiful juga memikirkan cuaca. Jika hujan perlu antisipasi alat, lalu dipilihlah caping (topi petani), mengingat harga jas hujan lebih mahal. Suasana kota Ciamis saat itu tidak seperti biasa. Saat pemberangkatan, jalan sepi, semua terfokus pada persiapan aksi jalan kaki menuju Jakarta.
“Saat kita berangkat jam sepuluh, suasana Ciamis hening banget, padahal biasanya jalan itu rame, baik yang anter sekolah maupun berangkat kerja. Ternyata asyik juga jalan kaki, kami semangat, pesertanya hampir 10 ribu. Diantara peserta ada sekitar 2.600 anak SMP, padahal mereka hanya mengantar sampai di alun-alun. Tapi mereka gak mau pulang, ingin ikut ke Jakarta. Jalan kaki pun berlanjut hingga ke Jakarta,” tuturnya.
Saat berangkat, Haji Nonop dipanggil Kapolres Ciamis untuk menanyakan soal keputusan jalan kaki menuju Jakarta. Oleh Kapolres diingatkan agar jangan jalan terlalu jauh. Magrib, pejalan kaki sampai di perbatasan Tasik-Ciamis.
“Tadinya mau melanjutkan perjalanan. Tapi setelah ada info perintah Kapolri yang telah mencabut larangan, peserta bisa pakai Bus. Akhirnya yang wanita ditarik pulang, atau wanita bisa naik bis, tapi yang laki-laki kita tahan dulu, takutnya hanya jebakan doang,” imbuhnya.
Dalam kebimbangan memutuskan untuk pulang dan kembali ke Jakarta dengan bus ataukah melanjutkan perjalanan, Syaiful meminta pendapat peserta yang sudah berkurang tinggal sekitar 6 ribu peserta.
“Yang mau melanjutkan perjalanan jalan kaki berdiri, yang tidak mau jalan kaki silahkan duduk, ndak mau duduk, semua tetap berdiri. Ada satu santri yang paling kurus bilang, kalau kita lari dari perjuangan namanya pecundang. Nah semua jadi semangat,” katanya.
Sesepuh Dilobi Polisi
Disaat rapat itu polisi berada diluar masjid dan meminta Haji Nonop untuk membatalkan niatnya. Merasa pimpinan rombongan dilobi Polisi, Syaiful yang terbakar semangat seorang anak santri, memutuskan dan meminta semua peserta keluar masjid dan berbaris untuk melanjutkan perjalanan.
“Wah ini Polisi udah lobi-lobi nih, pas Polisi mau lobi para sesepuh di ruang atas, kebetulan saya kan ditunjuk juga jadi korlap, saya suruh keluar pesertanya dan berbaris. Terus segera berangkat. Polisi lagi ngelobi kita udah perjalanan satu kilo jalan,” tuturnya.
Syaiful terus meminta peserta melanjutkan perjalanan. Jika chaos dengan aparat di tempat itu, dia sudah mengontak pesantren yang ada di seluruh Ciamis dan Tasikmalaya. Perjalanan dilanjutkan menuju Bandung, dan dari situlah kisah kenikmatan Mujahid Ciamis lebih nikmat dengan mendapatkan sambutan umat Islam. “Kalau perjalanan dari Bandung kesana sudah cerita manisnya saja, ada sambutan hangat, pokoknya mau makan dan tidur dimana tinggal pilih. (SY)