YERUSALEM, (Panjimas.com) – Para Mujahidin Hamas hingga saat ini setidaknya telah melakukan penggalian 15 terowongan untuk memperluas jangkauannya ke wilayah Israel dari Jalur Gaza yang diblokade, demikian menurut laporan media Israel hari Ahad (26/02) lalu mengutip pejabat Tel Aviv.
Israel’s Channel 2 melaporkan bahwa terowongan lintas perbatasan baru karya Hamas itu telah dibangun hampir tiga tahun lamanya sejak agresi militer Israel tahun 2014 terhadap Gaza, Saat itu tentara Israel menghancurkan 34 terowongan yang disebut-sebut telah digunakan oleh Hamas untuk melancarkan serangan ke dalam wilayah Israel.
Sejak konflik di pertengahan 2014 itu, militer Israel telah melakukan serangan sporadis ke kantong-kantong pesisir Jalur Gaza yang diblokade untuk menghancurkan terowongan-terowongan Hamas.
Tindakan Israel ini memicu ketegangan pada Mei tahun lalu ketika terjadi baku tembak antara pasukan Israel dengan Mujahidin Hamas di dekat perbatasan.
September lalu, Israel mulai melakukan kerja-kerja pada sebuah penghalang bawah tanah di sepanjang perimeter dengan Gaza dalam upaya untuk mencegah terowongan-terowongan Hamas mencapai ke dalam wilayah Israel.
Sementara itu, sebuah laporan negara terkait pengambilan keputusan pemerintah Israel selama konflik 2014, diharapkan akan dirilis pekan ini, laporan itu dikabarkan mengupas secara kritis penanganan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu terkait operasi militer Israel.
Mantan Menteri Pertahanan Moshe Yaalon menulis di dinding akun Facebooknya pekan ini, bahwa kritik yang dilancarkan terhadap dirinya dan Netanyahu, tentang kegagalan keduanya untuk mempersiapkan secara memadai dalam perang melawan Hamas – atau gagalnya mereka berkonsultasi dengan pihak lain dalam pemerintahan, adalah “omong kosong”, tegas mantan Menhan Yaalon.
Respon Sayap Militer Hamas
Menanggapi kampanye negatif media terhadap operasi “resistance tunnels” (operasi penggalian terowongan-terowongan perlawanan) di wilayah Jalur Gaza, Juru bicara Brigade Izzudin Al-Qassam melalui cuitannya di Twitter pada pertengahan Januari lalu, menegaskan bahwa operasi terowongan-terowongan perlawanan (resistance tunnels), merupakan dasar dari gerakan perlawanan Palestina dan alasan utama bagi keberhasilan-keberhasilan operasi perlawanan.”
Jubir Al Qasssam, Abu Obaida juga menyebut operasi terowongan perlawanan (Resistance Tunnels) sebagai “teknik perlawanan paling kreatif bagi perjuangan Palestina yang pernah dikembangkan” dalam perang panjang mereka dengan pendudukan Israel, jubir Al-Qassam menegaskan “terowongan” itu tidak sebanding dengan kemampuan militer Israel.
“Namun demikian, mereka telah mengejutkan tentara pendudukan Israel selama 3 serangan berturut-turut terhadap Jalur Gaza. Tentara Israel terpaksa mengubah teori militer karena efektivitas terowongan.”, pungkas Abu Obaida.
Abu Obaida membuat komentarnya menyusul pernyataan oleh Menteri Perumahan Otoritas Palestina Mamoun Abu Shahla, yang menolak penggalian terowongan dan menuding kelompok-kelompok perlawanan Palestina telah memeras rakyat di Gaza dengan menyalurkan sumber daya dasar untuk konstruksi operasi penggalian terowongan itu.
Strategi Perang Terowongan Mujahidin Al Qassam
Awal Februari tahun lalu, seorang kolumnis Al Jazeera, Dr. Adnan Abu Amer mengungkap sebuah analisa mengejutkan terkait dengan perkembangan terbaru strategi mujahidin Brigade Al Qassam melawan pasukan zionis Israel, dalam sebuah artikelnya “Gaza’s Tunnels: The Future Battlefield”.
Dalam analisanya, Dr. Adnan Abu Amer menyebutkan bahwa ‘Tunnel War’ adalah perang masa depan di Gaza, karena perang dengan metode penggalian terowongan bawah tanah merupakan salah satu metode militer yang paling penting dan berbahaya dalam perlawanan menghadapi tentara Israel.
Selain menjadi momok menakutkan bagi tentara Israel, strategi perang menggunakan terowongan bawah tanah ini juga menghantui para pemukim illegal Yahudi.
“Metode penggalian terowongan bawah tanah juga merupakan strategi andalan dari Mujahidin Brigade Al Qassam”, pungkasnya. Lebih lanjut Dr. Adnan melanjutkan bahwa Tunnel War merupakan ancaman krisis besar bagi institusi militer Israel.
Menyoal berbahayanya metode ‘Tunnel War’, Mantan sejarawan militer dan mantan Kepala Dewan Keamanan Nasional, Shaul Shay, mengatakan bahwa “Cepat atau lambat, metode terowongan bawah tanah akan menjadi masalah utama yang dihadapi oleh tentara Israel berdasarkan pengalaman sejarah.”
Sejarawan militer ini mencontohkan kegagalan pasukan Amerika di Vietnam untuk menghadapi tantangan dari terowongan-terowongan yang digunakan oleh tentara Vietkong di Vietnam selatan.
Ketakutan dan ancaman krisis besar militer ini ditunjukkan dengan adanya kerjasama penelitian militer terbaru oleh Israel dan Amerika Serikat, tentang proyek identifikasi terowongan bawah tanah di Gaza.
Seperti diberitakan panjimas sebelumnya Director of Political-Military Affairs (Direktur Hubungan Politik dan Militer) di Kementerian Pertahanan Israel, Amos Gilad mengungkapkan hari selasa (02/02/2016) bahwa Amerika Serikat telah memberikan kontribusi bantuan dana lebih dari $ 100 juta dollar untuk sebuah teknologi proyek penelitian bersama AS-Israel yangnbertujuan mengidentifikasi dan menemukan lokasi terowongan bawah tanah di perbatasan Jalur Gaza.
Mengutip Israel Channel 10, yang sebelumnya menunjukkan hasil interview-nya pada hari Sabtu (30/01/2016) terkait dengan strategi mujahidin Al Qassam yang bahkan menghantui para pemukim illegal Yahudi, dimana mereka sangat khawatir dan cemas ketika mendengar ada suara-suara penggalian di bawah rumah-rumah mereka dijalur Gaza.
Roni Daniel, Koresponden militer untuk Israel TV Channel 2, mengatakan “Tampaknya kita (Israel) telah kalah dalam perang kecerdasan melawan Hamas”. “Dia bahkan menuduh analis militer Israel menjadi sangat lamban dan terlalu terlambat dalam mencari solusi teknologi dan solusi lapangan untuk masalah tunnel war”, ujarnya.
Metode ‘Tunnel War’ memainkan peran paling penting dalam melelahkan tentara Israel dan menimbulkan kerugian besar nyawa dan peralatan militer dengan cara serangan yang mengejutkan pasukan elit dan menyebabkan mereka kalah dan putus asa dalam beberapa area seperti : Al-Tufah, Al-Shujaiyeh, bagian timur Khan Yunis, Rafah dan Beit Hanoun.
Pasukan Israel juga menderita di belakang garis musuh dalam operasi khusus yang dieksekusi oleh pasukan perlawanan mujahidin Al-Qassam melalui terowongan menengah yang diarahkan pada sasaran militer di permukiman dan daerah dekat dengan Jalur Gaza. Operasi ini mengakibatkan banyak kematian dan cedera serius bagi banyak tentara Israel.[IZ]