YOGYAKARTA (Panjimas.com)- Koalisi Mahasiswa Yogyakarta “Peduli Hukum dan Konstitusi” menuntut kepada Dewan Perwakilan Rakyat Derah (DPRD) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), untuk mendesak Presiden Jokowi mencabut status Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), jumat (24/2/2017).
Selain membawa keranda sebagai matinya hukum dan Konstitusi di Negeri Indonesia, dalam orasinya mereka meminta Ahok segera diberhentikan. Jika tidak, hal itu telah melanggar ketentuan hukum pasal 83 ayat 1 UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daera.
“Hidup Mahasiswa, kita tahu konstitusi, ada hukum yang dilanggar seorang terdakwa tidak ditangkap. Tetapi ini pemerintah Joko Widodo, Presiden Indonesia saat ini mana suaranya? Apakah justru dia mendukung atau malah
berpartisipasi dengan seorang penista agama?,” ujar Masturi dari STIE Hampara, Yogyakarta.
Selain itu, Hudaifah Dia Urrohma, mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM) menuduh Presiden Jokowi telah memberikan
keistimewaan terhadap Ahok. Hal ini akan mempengaruhi konstitusi da hukum yang ada di Indonesia.
“Kita lihat terdakwa Ahok, tapi sampai sekarang tidak ada tindaklanjut dari Jokowi untuk memberhentikannya. Padahal kita lihat Gubernur sebelumnya dicopot, tapi Ahok kenapa mendapatkan keistimewaan. Ada apa antara Ahok dan Jokowi, apakah Jokowi tidak taat terhadap konstitusi Negara. Betul tidak teman-teman? Betul,” teriaknya.
Sementara itu, Bowo mahasiwa UNY selaku Korlap aksi mengaku kecewa, karena kedatangannya ke DPRD DIY tidak bisa diterima anggota Dewan dengan alasan semua anggota ada kunjungan kerja ke Palembang.
“Kami cukup kecewa, penyambutan kami yang ingin menyampaikan aspirasi bahkan sebenarnya kita mendukung hak angket yang akan diusung DPR RI sendiri. Namun coba komunikasi ke dalam, katanya ada kunjungan ke Palembang, walau kami tidak tahu sebenarnya seperti apa,” cetusnya.
Mendagri Langgar UU
KMY menilai keputusan Mentri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, yang menetapkan Ahok kembali jadi Gubernur telah melanggar Pasal 83 ayat 1 UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Untuk itu mereka meminta Presiden menjadi panutan hukum terhadap jajarannya sebagai pertanggungjawaban kepada rakyat Indonesia.
“Kami meminta Presiden menjadi panutan dan kepatuhan hukum. Jika tidak, kami mendukung DPR RI menggelar sidang paripurna yang menyatakan Presiden melanggar hukum,” ujar Bowo.
KMY kecewa, sebab aspirasinya di DPRD DIY, tidak ada anggota Dewan yang bisa menemui. Meski akhirnya pihak Sekretaris Daerah (Sekda), Beny Suharso setelah mediasi, keluar untuk menerima aspirasi tersebut.
“Hidup Mahasiswa, luar biasa, saya mohon maaf karena semua anggota DPRD dan Pimpinan sampai hari ini masih melakukan kunjungan kerja. Sebab itu, hari ini hanya diterima oleh sekretaris DPRD, jadi saya tidak sedang mewakili anggota DPRD, sepakat?,” kata Beny yang diiamkan seluruh mahasiswa yang berdemo didepan DPRD DIY.
“Kalau tidak sepakat, tuntutan teman-teman sudah saya terima. Artinya apa yang dikenhendaki teman-teman semua akan saya teruskan ke pimpinan DPRD,” imbuhnya.
Untuk itu, KMY meminta bukti diterima aspirasi mereka, dengan menandatangani surat tuntutan Mahasiswa kepada Presiden Jokowi. Usai Sekda DPRD DIY, Beny Suharso menandatangani surat tersebut, kemudian KMY membubarkan diri dengan tertib. (SY)