Ironi Negeri Muslim Terbesar
Oleh: Lutfi Sarif Hidayat (Pemerhati Media Sosial)
PANJIMAS.COM “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (TQS. Ali-Imran: 110)
Ketika Allah ta’ala menyatakan dalam firman-NYA bahwa umat Islam adalah umat terbaik bagi seluruh umat di dunia dari zaman ke zaman adalah benar adanya. Meski jika diambil sebagai sampling negeri muslim terbesar Indonesia apakah selaras dengan firman Allah ta’ala di atas atau tidak, akan banyak orang mengatakan sepertinya tidak. Lalu, pasti bukan firman-NYA yang salah, bukan pula Islam yang salah. Apa yang salah?
Inilah ironi negeri muslim terbesar. Mayoritas penduduknya muslim, namun dirundung banyak masalah. Di negeri ini, dengan penduduk muslim terbesar di dunia, justru akan dijumpai banyak ironi yang berkebalikan dengan ketinggian dan kemuliaan Islam. Padahal al-Islamu ya’lu, wa laa yu’la ‘alaihi. Islam itu tinggi (mulia) dan tidak ada yang lebih tinggi daripadanya. Apa yang salah?
Di negeri ini, dengan penduduk umat Islam terbesar, Namun pengaturan seluruh aspek kehidupan bukan bersumber dari Islam. Islam hanya sebatas dianut secara perorangan (privat/personal), bukan untuk semua lini kehidupan masyarakat. Islam seakan tidak boleh secara kaffah (sempurna/meyeluruh) masuk dalam urusan publik. Islam akan diterima dengan baik, tatkala berkaitan dengan urusan individu, seperti ritual ibadah, nikah, cerai, waris. Rasa syukur tetap ada, alhamdulillah atas semua itu masih bisa dinikmati.
Rasa syukur pun muncul dari perkembangan identitas-identitas ke-Islaman dalam beberapa aspek. Adanya perda-perda syariah, lembaga-lembaga keuangan syariah, dan lain sebagainya. Sebagai sebuah perbaikan, itu adalah hal yang sepatutnya untuk di syukuri. Namun, dalam sudut pandang idealism semua itu belumlah cukup. Sebab, Islam adalah agama paripurna, semupurna, komprehensif yang tidak ada sedikit pun ruang kosong dalam kehidupan manusia, kecuali Islam telah mengatur semuanya.
Islam mengatur urusan individu dari dia bangun tidur hingga tidur kembali. Saat dia sedang di kamar mandi, saat di sedang makan, saat dia sedang berpakaian, saat dia sedang bekerja dan sebagainya. Islam hadir mengatur itu semua, tidak ada yang ketinggalan. Islam mengatur bagaimana bertutur kata yang baik, mengatur bagaimana sikap terhadap makhluk-makhluk Allah ta’ala lainnya. Islam mengatur dalam bingkai yang disebut dengan akhlakul karimah.
Islam mengatur bagaimana hubungan antara dia dengan Sang Khaliq agar menjadi hamba yang taat, tunduk, patuh serta mendapatkan ridha dari Allah ta’ala. Islam mengatur semua itu dalam bingkai aturan aqidah dan ibadah.
Islam juga mengatur bagaimana semestinya hubungan dengan sesama manusia. Tentunya agar tercipta sebuah tatanan kehidupan masyarakat yang beradab dan diridhai Allah ta’ala. Islam mengatur itu semua dalam bingkai syariah (mu’amalah). Di situlah akan dijumpai Nizham Hukmi fil Islam (Sistem Pemerintahan Islam), Nizham Siyasi fil Islam (Sistem Politik Islam), Nizham Iqtishadi fil Islam atau Nizham Mua’amalah Maaliyyah (Sistem Ekonomi Islam), Nizham ‘Uqubat fil Islam (Sistem Peradilan/Hukum Islam), Nizham Ijtima’i fil Islam (Sistem Sosial/Kemasyarakatan Islam), Nizham Islam fi Tarbiyyah (Sistem Pendidikan Islam) dan sistem-sistem lainnya dalam mengatur urusan masyarakat. Begitulah Islam, agama yang sempurna nan paripurna.
Aqidah, Ibadah dan Akhlak
Di sinilah ironi itu ada tatkala kesempurnaan Islam tidak sebanding dengan praktik dari masyarakat dengan mayoritas penduduknya yang muslim, bahkan terbesar. Sepertinya krisis moral sudah menjadi tontonan setiap hari secara langsung di tengah masyarakat maupun dalam pemberitaaan. Pergaulan bebas, premanisme, geng-geng motor pengganggu, narkoba, aborsi, perilaku tidak sopan kepada orang lain, perselingkuhan, kriminalitas dan sebagainya. Dan ini menjadi pertanda akan mengkisnya akhlakul karimah di tengah-tengah masyarakat.
Di negeri ini pula, akan dijumpai banyak praktik penyimpangan dalam ritual-ritual berbau kesyirikan secara terang-terang. Bahkan seakan menjadi kebiasaan yang legal. Karena di banyak tempat menjadi bentuk-bentuk perayaan dengan melibatkan elemen masyarakat dan aparatur pemerintahan setempat. Dan ini adalah sebuah ironi di tengah usaha umat Islam agar bisa memilki kemurnian keyakinan kepada Allah ta’ala (aqidah/tauhid) dan khusyu’ dalam setiap ibadah.
Ditambah dengan adanya faham-faham yang berasal dari propaganda-praganda musuh Islam dalam rangka menghancurkan umat Islam, seperti pluralisme, skeptis terhadap agama, sinkritisme, Islam liberal, multikulturalisme dan lain sebagainya. Meski masyarakat tidak mengenal istilah-istilah tersebut. Namun, dalam benak dan praktik keseharian bisa jadi sebagian mereka terjangkiti faham-faham tersebut.
Pemerintah dan Politik
Dalam ruang publik di negeri ini, sistem pemerintahan seakan berjalan bukan untuk kepentingan, keadilan, kemakmuran, kesejahteraan dan kemandirian rakyatnya. Rezim berjalan untuk kepentingan asing ataupun aseng. Dalih-dalih berkedok hukum digunakan dalam rangka mempelancar proyek-proyek penyokong rezim. Kepentingan menjadi poros dalam roda pemerintahan. Saat kepentingan mereka harus mengorbankan rakyat, tanpa ragu itulah yang dilakukan dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan.
Politk berjalan dengan prinsip mencari kesempatan agar meraih keuntungan besar demi kepentingan pihaknya. Inilah politik oportunistik dan pragmatis yang sedang terjadi di negeri ini. Asal satu kepentingan demi keuntungan, pihak-pihak yang dulu “perang” bisa lengket seakan tidak bisa terpisah. Juga sebaliknya, ketika saatnya berbeda kepentingan, komitmen politik yang dibangun bersama, bisa pecah dan menjadi seperti “musuh” dalam politik.
Saat menjadi oposisi, terlihat begitu sedihnya dengan tangisan air mata menuntut keadilan atas nama rakyat. Demontrasi terjadi di berbagai daerah demi membela kepentingan rakyat. “Kami menolak kenaikan BBM”, “Kami menolak kenaikan Tarif Dasar Listrik”, “Kami menolak ini, itu dan lainnya” begitulah yang terucap saat bukan menjadi penguasa. Namun, tatkala kekuasaan berhasil didapat, mereka seakan lupa dengan janji-janji kampanye, lupa dengan tangisan air mata dan lupa dengan demo-demo yang pernah dilakukan. Karena justru mereka lah saat berkuasa yang menaikan BBM dan berbagai kebijakan yang tidak pro dengan kepentingan rakyat. Begitulah politik saat ini, yakni bukan apa yang terlihat dalam media, serta bukan apa yang tertulis dalam secarik kertas. Namun politik adalah apa yang ada di balik itu semua.
Rasanya begitu sempurna ironi terjadi di negeri ini, sudahlah perilaku para pemangku kekuasaan tidak menunjukkan sikap negarawan sejati. Ditambah dengan sistem politik yang berlaku saat ini adalah demokrasi–liberal. Dimana sumber utama dan prinsip utamanya adalah sekulerisme (faslu ad-din ‘anil hayah) atau memisahkan agama dari kehidupan. Islam tidak akan diberikan porsi semestinya. Bahkan sebisa mungkin Islam tidak boleh masuk dalam sistem perpolitikan. Islam akan dijauhkan dengan politik. Politik akan diidentikan seakan urusan dunia yang tidak membutuhkan peran agama. Dan ini adalah sekulerisme. Semua ini adalah salah besar, karena justru Islam yang akan menyelamatkan setiap urusan manusia, termasuk dalam politik. Sehingga tidak cukup dengan mengganti para politikusnya, namun juga mengganti sistem politiknya dengan sistem politik Islam.
Hasilnya bisa dilihat dari kombinasi politikus dan sistem politik yang bukan berdasar Islam. Adanya pemimpin kafir di tengah umat Islam, peluang adanya legalisasi sesuatu yang haram dalam Islam semisal miras dan prostitusi. Semua muncul, sejatinya atas peran serta sistem politiknya, yakni demokrasi, selain dari pada perilaku orang di dalamnya.
Ekonomi
Dalam ruang ekonomi, saat ini negeri ini berkiblat pada neo-imperialisme dan neo-liberalisme dalam bingkai ideologi kapitalisme. Negeri ini sekarang berada dalam cengkeraman neo-liberalisme dan neo-imperialisme, yang menjadi penyebab terpuruknya perekonomian. Neo-liberialisme dengan gagasan dasar agar negara tidak mempunyai peran dalam mengatur masyarakat. Ekonomi diserahkan kepada mekanisme pasar bebas, negara hanyalah regulator, dan kedepannya mengarah kepada corporate state. Karena pada ujungnya pemenangnya adalah para pengusaha dengan adanya regulasi dari negara. Regulasi tersebut berupa undang-undang liberal yang tidak pro rakyat. Inilah kombinasi antara pengusaha dengan para politikus, dan kadang dibantu oleh pihak asing maupun aseng.
Terbukti dengan adanya catatan pengamat yang mengatakan 72 undang-undang di Indonesia diintervensi asing. Contohnya World Bank pada UU BOS, UU PNPM; IMF pada UU BUMN (No 19/2003), UU PMA (No 25/2007) dan USAID pada UU Migas (No 22/2001).
Kemudian neo-imperialisme atau penjajahan gaya baru, yang berbeda dengan dulu. Ketika dulu menjajah dengan penjahan fisik, serta rakyat sadar secara langsung jika dijajah. Maka neo-imperialisme saat ini sesungguhnya lebih berbahaya, karena banyak masyarakat yang belum sadar jika dijajah. Substansinya juga sama, jika dulu mengambil rempah-rempah (penguasaan sumber ekonomi/gold), menancapkan kekuasaaan (glory), penyebaran ajaran tertentu (gospel). Sedangkan sekarang juga terjadi eksploitasi kekayaan alam, menancapkan demokrasi, liberalisme, kapitalisme dan lainnya yang nyatanya menyesatkan dan menyengsarakan rakyat.
Dampaknya bisa terlihat, rupiah yang melemah, defisit luar biasa dalam neraca transaksi berjalan, kekayaan alam dirampok, utang menumpuk, daya beli rendah, PHK dan lain-lain. Ditambah dengan solusi hanya berkemungkinan menarik sebanyak-banyak investor, atau utang luar negeri. Wajar jika ada kemungkinan pajak akan kian bertambah, seiring dengan kondisi ekonomi yang kian menurun. Maka, alih-alih pemerintah menawarkan kebijakan sebagai stimulus ekonomi guna perbaikan ekonomi, justru hasilnya akan sama saja, dan bahkan kian parah, jika neo-liberalisme dan neo-imperialisme tetap bercokol di negeri ini.
Padahal, Islam sejatinya memiliki aturan tentang ekonomi, yakni sistem ekonomi Islam. Sehingga dengan adanya penerapan sistem ekonomi Islam, praktik-pratik ribawi, judi (spekulasi/maysir), gharar dan segenap praktik-pratik ekonomi yang haram bisa terkikis.
Hukum
Bicara hukum di negeri muslim terbesar ini, orang akan mengatakan hukum seperti pisau, tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Ketika banyak orang mengatakan demikian, itu semua bukan berdasar asumsi belaka. Namun karena apa yang mereka rasakan dalam penegakkan hukum di negeri ini. Ketika orang-orang kecil dengan kesalahan karena keterpaksaan tuntutan ekonomi, atau bahkan karena ketidaktahuan. Dan kemudian dilaporkan sebagai pencuri, serta tidak peduli jika pelakunya adalah seorang nenek-nenek tua, segera hukum akan menindaknya. Bukan membenarkan tindakan pidana. Namun apakah tidak melihat aspek lainnya, sehingga keadilan benar-benar bisa dirasakan di negeri yang berdasar hukum ini.
Ketika tokoh-tokoh Islam, yang menyuarakan kebenaran dan mengganggu kepentingan pihak-pihak asing maupun aseng. Dengan mudah laporan demi laporan, kasus demi kasus, kesalahan demi kesalahan akan menderanya. Pemeriksaan oleh aparat begitu segera. Status sebagai tersangka begitu cepatnya. Bahkan bisa sampai penahanan.
Tatkala, pelaku pidana adalah orang yang menjadi tangan dari kepentingan asing maupun aseng. Tindakan hukum harus menunggu tekanan dari umat. Mereka harus menunggu jutaan umat turun ke jalan menuntut keadilan dalam hukum. Dalih-dalih berlabel hukum dilontarkan agar penindakan hukum molor dan mengaret.
Jika, ada kasus teror dan pelakunya adalah muslim. Cap sebagai tindakan terorisme sangatlah cepat. Mereka mengaitkan Islam dengan tindakan terorisme. Seakan yang berhak menjadi teroris hanyalah orang Islam. Belum lagi, payung hukum dalam terorisme ini yang berupa undang-undang, di dalamnya banyak pasal-pasal karet. Adanya pasal karet ini akan menyebabkan tarik-ulur dan akan ditembakan kepada umat Islam. Padahal aspek lain yang juga penting dalam tindakan terorisme ini dan seharusnya juga di atur dalam payung hukum adalah tindakan kontrol kepada aparat dalam menindak pelaku terduga teroris, operasi salah tangkap dan lainnya.
Padahal sesungguhnya apa yang dimaksud terorisme dan seorang dikatakan sebagai teroris masih menjadi perdebatan karena begitu karetnya istilah ini. Bisa jadi isu ini akan digunakan sebagai kepentingan politik guna membrangus lawan-lawan politiknya.
Terhadap tindakan-tindakan meneror masyarakat tentu Islam juga melarangnya. Namun jika isu ini dikembangkan dan digunakan untuk menghancurkan Islam itu juga bentuk kejahatan yang luar biasa.
Selain itu, dalam persoalan hukum di negeri yang paling penting adalah paradigma yang melandasi lahirnya sistem hukum dalam negara. Bagi Islam jelas, bahwa landasan utama sehingga darinya terlahir sistem hukum atau peradilan adalah aqidah Islam. Bukan karena warisan penjajah atau buatan manusia. Akan tetapi, hukum harus berdasarkan apa yang sudah Allah ta’ala tetapkan dalam segenap aturan Islam, khusunya masalah hukum dan peradilan.
Sosial dan Pendidikan
Di negeri muslim terbesar ini saat membicarakan urusan sosial kemasyarakatan akan ditemukan bertumpuk masalah-masalah di dalamnya. Kerusakan moral, hilangnya budaya malu sehingga bebas berbuat semaunya, seks bebas, narkoba, premanisme, kriminalitas, pertikaian, perkelahian, hubungan sosial memburuk, terkikisnya kerukunan dalam bertetangga dan bermasyarakat. Dan berbagai jenis macam penyakit-penyakit sosial di tengah masyarakat yang jika disebutkan akan membuat hati teriris dan menangis. Hati seakan tersayat dengan problem-problem sosial yang kian mendera.
Di tengah-tengah masyarakat berkembang pesat apa yang disebut hedonisme, permisivme, dan liberalisme. Hedonisme adalah faham yang menjadikan kesenangan dan kebahagiaan dunia sebagiai tujuan utama. Sehinga apapun yang dilakukan semua ditujukan untuk meraih kesenangan dan kebahagiaan dunia. Dan permisivme adalah faham yang berpendapat bahwa bolehnya berbuat segala sesuatu. Sehingga batasan-batasan norma, etika dan agama tidak dipedulikan. Sedangkan liberalisme adalah kebebasan tiada batas yabg jelas. Maka, manusia mempunyai kebebasan dalam berbuat dan batasannya adalah subjektifitas dari pelakunya. Jika semua itu menjangkiti kehidupan sosial dan kemasyarakatan, maka bisa ditebak apa yang akan terjadi. Kondisi kian memburuk
Persoalan-persoalan dalam masalah sosial dan kemasyarakatan sedikit banyak berhubungan dengan pola pendidikan yang ada. Baik pendidikan keluarga maupun pendidikan formal. Dan menjadi masalah adalah ketika dalam keluarga hanya mengandalkan pendidikan formal. Sedangkan pendidikan formal seringkali di dalamnya, hanya ditanam kepada peserta didiknya berkutat pada arus materialistik belaka. Maksudnya, orientasi pendidikan adalah untuk mengejar dan mencari materi sebagai prioritas utama. Lulus dari pendidikan yang difikirkan bukanlah perannya di masyarakat seperti apa.
Sehingga ketika pendidikan keluarga cenderung acuh, pendidikan formal berorientasi materi dan lingkungan masyarakat berbau hedonis, permisif dan liberalis. Bisa dipastikan sendi-sendi kehidupan masyarakat akan jauh dari kata baik.
Penutup
Akhirnya, semua unsur umat Islam khususnya dan masyarakat pada umumnya harus lebih keras lagi berbenah dan memikirkan masa depannya. Adanya curahan probem yang ada bukanlah untuk meratapi atau mengeluh terhadap masalah-masalah tersebut. Bukan itu.
Sesungguhnya menjadi penyemangat agar “raksasa” umat Islam bisa “terbangun dari tidurnya” kemudian menggalang persatuan, bergerak dan bersinergi dalam perubahan. Perubahan yang Allah ta’ala meridhainya. Perubahan yang Islam dijadakan pedoman sebagaimana mestinya, dimana semua sendi kehidupan individu, keluarga, masyarakat dan negara di atur dengan Islam sepenuhnya.
Dan kemudian menjadi renungan, dengan memperhatikan firman-firman Allah ta’ala dalam Al-Quran Al-Karim. Allah ta’ala berfirman:
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (TQS. Ar-Ruum: 41)
“Dan Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam Keadaan buta.” (TQS. Thaha: 124)
“………….. Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah Balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.” (TQS. Al-Baqarah: 85)
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (TQS. Al-Baqarah: 208)