SURAKARTA (Panjimas.com) – Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia DPD II HTI Surakarta menyelenggarakan Kongres Ibu Nusantara 4 dengan mengambil tajuk “Negara Soko Guru Ketahanan Keluarga”.Acara ini diselenggarakan pada Ahad (25/12/2016) di Ballroom Hotel Multazam Kartasura. Hadir tidak kurang 500 muslimah dari kalangan intelektual, guru, aktivis LSM, ormas dan birokrat dari berbagai wilayah Soloraya.
Acara yang dipandu dengan apik dan hangat oleh Desy Lisnayanti, S.Pd, M.Pd dan Tri Endah Nugraheni, S.Pd ini menampilkan empat pembicara yang memberikan gambaran secara menyeluruh dan utuh tentang Negara Soko Guru Ketahanan Keluarga ditengah kondisi saat ini dimana keluarga muslim diambang kehancuran dari serangan liberalisme sekulerisme.
Paparan pertama “Liberalisme Menghancurkan Ketahanan Keluarga” disampaikan oleh Tutik Sugiarti (Aktivis Aliansi Peduli Perempuan Makmur Sukoharjo). Penghancuran keluarga oleh sistem liberalisme sekuler dimulai dari ibu dengan ide gender yang mengagungkan kebebasan dan melenyapkan ketundukan kepada hukum syariat. Selain itu peran ayah sebagai kepala keluarga juga dihilangkan, dengan menjadikan perempuan sebagai target ekonomi maka pekerjaan bagi ayah (suami) menjadi berkurang. Akhirnya keluarga akan menghasilkan generasi muda yang buruk, apolitis dan berorientasi materi, tanpa sadar hanya menjadi buruh.
Materi kedua disampaikan oleh Nawang Ratri Anggraini (Ketua Muslimah HTI DPD II HTI Kota Surakarta) “Sistem Pendidikan Islam Soko Guru Ketahanan Keluarga Muslim”. “Generasi gadget yang alay adalah produk system pendidikan sekulerisme saat ini”, terang Nawang. System pendidikan yang ada adalah system liberalisme sekuler gagal memanusiakan manusia, gagal membentuk generasi tangguh dan sholih. Untuk menghasilkan generasi tangguh hanya bisa terwujud dengan Sistem Pendidikan islam. System pendidikan yang akan membentuk pelajar/anak didik dengan syakhsiyah islamiyah yang menguasai tsqafah islam dan mahir dalam ilmu kehidupan.
Wiwit Rahayu, S.P, MP (Anggota MHTI DPD II HTI Kota Surakarta) sebagai pemateri ketiga menyampaikan “Sistem Ekonomi Islam;Soko Guru Ketahanan Keluarga Muslim”. Perempuan dalam system ekonomi kapitalis adalah factor produksi dan komoditas. Hal inilah yang menjadikan perempuan (ibu) begitu mudah keluar rumah untuk bekerja. Hal ini justru menambah masalah dan menjadi penyebab hancurnya ketahanan keluarga. Bekerjanya perempuan menjadikan pengangguran laki-laki menjadi lebih banyak, superioritas perempuan pun seringkali muncul karena merasa bisa “menghasilkan” uang dibanding suaminya, ketika merasa “diatas” maka gugat cerai bukan hal asing lagi. Keluarnya perempuan juga akan menimbulkan penelantaran anak, muncul generasi yang krisis identitas dan mengalami dekandansi moral.
System ekonomi islam akan menjadikan konsep kepemilikan menjadi jelas dan distribusi kekayaan akan bisa merata di tengah masyarakat. Sementara politik ekonomi islam merupakan pelaksanaan hukum Islam untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok setiap rakyat. Dalam system islam, laki-laki akan dijamin untuk mendapat pekerjaan sehingga mampu menafkahi keluarganya dengan layak. Sehingga ibu bisa fokus menjalankan tugasnya mencetak generasi tangguh.
Pembicara terakhir, Reni Sulistyowati, S.T (Aktivis MHTI DPD II HTI Kota Surakarta) memaparkan tentang “Sistem Hukum Islam;Soko Guru Ketahanan Keluarga”. Saat ini dalam system hukum sekuler, banyak suami yang tidak menjalankan tanggungjawabnya, marak perzinahan bahkan homoseksual, individu bebas mengkonsumsi khamr dan pembunuhan terjadi hitungan menit. Keluarga pun menjadi darurat kriminal, karena hukum yang diterapkan tidak membua jera, hukum tajam kebawah tumpul keatas dan sering berubah-ubah.“Bandingkan dengan system hukum islam, dimana sanksi yang diberikan berfungsi sebagai pencegah (zawajir), penebus dosa (jawabir), dan hukum berlaku bagi semua sehingga ada kepastian hukum”, jelas Reni. System hukum islam akan mewujudkan ketahanan keluarga dengan memberikan ta’zir pada suami yang tidak mau menafkahi keluarganya, pezina akan dihukum tegas, khamr akan dilarang dan pembunuhan diberi sanksi yang jelas. Dengan system hukum islam, keluarga akan aman untuk mewujudkan keluarga yang tangguh. [Ismi Yati]