(Panjimas.com) – Rasa tidak puas PMKRI atas statement tokoh Islam Habib Rizq, yang menggerakkan tangannya menulis pena anti Habib Rizq hanya akan menambah daftar masalah kebangsaan saja, dapat berujung misssunderstanding up date , terus menerus menghadapakan bangsa kepada saling mencurigai dan saling tuding. Membenarkan sikap apriori sebagai cara pelampiasan cara membela diri dan golongan tanpa lagi menggunakan alibi kebangsaan yang berteduh di bawa payung NKRI, karena sebab masing masing pilihan mereka menonjolkan pembelaan atas kepentingan dengan satu tujuan menjatuhkan lawan tanding.
Laporan PMKRI itu bisa panjang masalahnya kalau sekedar apologi kelompok belaka, bukan murni berpijak pada nalar intelektual sejati atau keadilan dalam penegakan hukum, terlebih kalau asasnya sentimen, anti Habib Rizq dengan sengaja meng-ada ada dalam membuat laporan, tanpa melihat kontek antara Habib Rizq dan Al-Quran sebagai mana yang saya tulis dalam artikel sebelumnya. Islam yang memang punya sejarah keterikatan dengan kelahiran Yesus atau Isa, adalah berulang ulang disebutkan Firman Allah dalam Quran. Sudah pasti ada benang sejarah yang tak bisa di putuskan begitu saja dari perdaban agama agama langit dari jaman kenabian.
Artinya bahwa Islam dan Trinitas tidak bisa dilepaskan begitu saja, sehingga perlu dialog meja, bukan ranah hukum untuk saling tuding dan menyalahkan. Trinitas yang dikembangkan sebagai sebuah keyakinan dalam tradisi kristen dan Islam yang monolistik teologis perlu duduk bersama, menyelesaikan masalah masalah yang terjadi dalam keduanya. Kalau tidak akan saling dibenturkan oleh pihak lain yang akan memetik buahnya. Toh kalau mau mengangkat ke ranah hukum tidak sebatas karena faktor Habib Rizq yang menyeret Ahok ke ranah hukum, lalu muncul gagasan dendam untuk berbuat yang sama, menjerat Habib rizq ke rana Hukum.
Alias Laporan tandingan karena tidak mampu membendung simpati cinta buta, membela tanpa pikir dengan menerapkan sikap klimak mencari cari cela dan masalah dari seorang Habib Rizq, sebagai bentuk tumbal atas Ahok , sungguh terasa kentara sekali sikap sikap yang di tonjolkan tanpa berpikir jernih sama halnya dengan menyandera hak hak mayoritas dengan cara menggagahi atau memperkosa haknya.
Kalau sikap sikap apatisme dikembangkan sebagai bentuk karaakter berbangsa, bukan tidak mungkin akan lahir sikap sikap yang bertolak belakang melacak para penulis situs situs anti Islam dinegara ini yang dikomandani banyak pendeta yang melindungi para Murtadin, misalnya semacam Syaifuddin Ibrohim Cs , sebagai pengembang pemikiran anti islam, selain tokoh tokoh lainnya yang tak lupus dari sorotan para tokoh tokoh Islam. entah apakah ini yang ditunggu oleh umat diluar Islam ?. Kalau sampai terjadi sikap sikap arogansi atas nama minoritas menyepelekan nilai kesatuan, bisa dipastikan akan ada babak akhirnya.
Padahal kita telah melalui fase sejarah keretakan bangsa sejak 1948, ketika munculnya bibit PKI hingga 1965, tetapi masih belum cukup menjadi pelajaran anak anak bangsa yang mengedepankan emosi dan ambisi mengalahkan orang lain. Terus posisi PMKRI sendiri yang menjadi corong penista Habib rizq bisa dituduh makar juga, menganut cara licik, karena tidak mendahulukan tabayun, dengan cara membaca refrensi umat Islam, kitab Al-quran yang memang bersenyawa dengan sejarah agama agama sebelumnya. Bukan tidak mungkin akan semakin membuat lebar jurang pemisah antara islam dan agama lainnya, entah apakh ini yang di kehendaki oleh PMKRI? Salam.
Oleh: Zulkarnain El Madury