KUALA LUMPUR, (Panjimas.com) – 3 orang ditangkap selama aksi protes di depan Kedutaan Myanmar di Jalan Ampang Hilir, Kuala Lumpur yang menyuarakan kecaman keras terhadap pembunuhan Muslim Rohingya di Rakhine, Myanmar, dilansir oleh Free Malaysia Today.
Sekitar 1.000 Muslim Malaysia berunjuk rasa di depan Kedutaan Myanmar setelah menunaikan ibadah shalat Jumat. Sebagian dari mereka yang turut dalam aksi, adalah para pengungsi Rohingya yang kini tinggal di Malaysia.
Tampak ribuan Muslim berbaris sepanjang 1 km mulai dari Masjid Tabung Haji di Jalan Tun Razak menuju Kedutaan Myanmar di Jalan Ampang Hilir, Kuala Lumpur.
Aksi pawai massa muslim ini berlangsung di Jalan Tun Razak, tetapi massa menjadi lebih terorganisir saat mereka mendekati blokade Kepolisian sekitar 100 m di depan Kedutaan Myanmar.
Salah satu peserta unjuk rasa berhasil melewati barikade polisi dan mencoba mengikuti beberapa pemimpin LSM lainnya, yang bermaksud untuk mengirim nota kepada Wakil Duta Besar Myanmar, ke dalam gedung Kedutaan.
“Keluarga saya diperkosa dan dibunuh!” peserta yang berhasil lolos dari barikade polisi itu berteriak beberapa kali, sebelum ia ditangkap dan diamankan di truk polisi.
Pria itu terus berteriak, “Ini adalah negara Muslim! Bantu kami! ” Dia berulang kali memukul kepalanya ke dinding truk polisi.
Pihak Kepolisian Kuala Lumpur juga menangkap 2 pengungsi Rohingya lainnya.
Sementara Muslim Rohingya lainnya, Rafiq Ismail, 49 tahun, menyatakan bahwa 17 anggota keluarganya telah dibunuh oleh tentara Myanmar.
“Saya tidak bisa menemukan mereka dan akhirnya mengetahui bahwa militer Myanmar yang kejam telah membunuh mereka semua.” ujar Rafi Ismail.
“Kami tidak bernilai dimata mereka [rezim Myanmar] dan diperlakukan seperti semut!”. Kami tidak memiliki senjata apapun, dan hanya ingin perdamaian.”, pungkasnya.
Dalam Aksi protes massa pada Jumat siang (25/11), tampak partisipasi beberapa anggota PAS dan LSM-LSM Malaysia lainnya, termasuk Aktivis Kaos Merah dan Dewan Konsultatif Organisasi Islam Malaysia .
Wakil Kepala Polisi Distrik Wangsa Maju, Ramli Kasa, yang berada di tempat kejadian, mengatakan lima memorandum diserahkan kepada perwakilan Kedutaan Myanmar.
“Sekitar 40 petugas polisi dikerahkan. Situasi secara keseluruhan berjalan dengan damai dan kami menangkap 3 orang yang berpotensi menciptakan kekacauan.”
Selama 6 minggu terakhir, situasi di Rakhine telah menjadi kondisi paling mematikan di negara itu, sejak kerusuhan antara umat Buddha dan umat Muslim yang menewaskan lebih dari 100 jiwa pada tahun 2012, sebagian besar dari korban adalah Muslim Rohingya. Sejak Sabtu (12/11), menurut pengacara dari Arakan Rohingya National Organization, sedikitnya 150 Muslim Rohingya tewas di wilayah barat negara bagian Rakhine.
Minoritas Muslim Rohingya ditolak kewarganegaraannya di Myanmar, Mereka dipandang oleh pemerintah Myanmar sebagai imigran ilegal dari Bangladesh, bahkan kini Bangladesh juga tidak ingin menerima mereka.
Komunitas Muslim Rohingya, berjumlah sekitar 1,1 juta jiwa. Rohingya dipandang sebagai salah satu minoritas yang paling teraniaya di dunia, menurut PBB. Puluhan ribu Rohingya telah melintasi perbatasan selama beberapa dekade untuk mencari perlindungan di beberapa kamp pengungsian di dekat Cox Bazaar.
“Sekarang sangat sulit bagi pemerintah Bangladesh untuk mengatakan bahwa “perbatasannya terbuka” karena ini lebih lanjut akan mendorong pemerintah Myanmar untuk melanjutkan kekejaman dan terus mendorong mereka mengusir Rohingya sampai mereka mencapai tujuan akhirnya yakni pembersihan etnis minoritas Muslim di Myanmar,” pungkas John McKissick kepada BBC.
UNHCR dan Amnesty International menuding pemerintah Mayanmar berkomitmen melakukan “hukuman kolektif,” terutama ketika militer Myanmar melakukan operasi kontraterorisme di negara bagian Rakhine itu.
Bagian utara Arakan , yang juga dikenal sebagai Rakhine, berada dalam blokade operasi militer sejak 9 Oktober, ketika 9 polisi penjaga perbatasan tewas dalam serangan pada tiga pos keamanan. Pemerintah Myanmar mengklaim para penyerang adalah militan Islam, dan mulai melakukan pemburuan yang mereka sebut ratusan jihadis Rohingya.
Para pekerja bantuan kemanusiaan dan wartawan independen dilarang memasuki daerah yang sejak awal diblokade itu. Lebih dari 150.000 Muslim Rohingya yang pada situasi normal dapat menerima bantuan demi menyelamatkan kehidupannya, kini tidak mendapatkan akses bantuan makanan atau bantuan medis selama lebih dari 6 minggu lamanya.
Lebih dari 3.000 anak-anak Rohingya di-diagnosis mengalami “malnutrisi akut” (kekurangan gizi parah), belum menerima pengobatan, bahka setengah dari mereka (1.500 anak-anak Rohingya) berada pada risiko serius kematian.
Laporan-laporan tentang kekejaman otoritas Myanmar muncul selama beberapa minggu terakhir. Reuters melaporkan bahwa puluhan perempuan Muslim Rohingya mengaku telah diperkosa oleh tentara Myanmar, sementara Human Rights Watch pekan ini mengungkapkan gambar-gambar satelit yang menunjukkan lebih dari 1.200 bangunan di desa-desa Muslim Rohingya telah terbakar habis.
Lebih dari 100 orang telah tewas dan ratusan lainnya ditahan oleh tentara Myanmar, selain itu Otortas Myanmar mengaku telah menggunakan serangan helikopter tempur terhadap dugaan sekelompok tersangka bersenjata ringan.[IZ]