SURABAYA, (Panjimas.com) – Bertempat di Ruang Penataran Bangsal Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, Jum’at, (18/11/2016) telah berlangsung penuh khidmat “Seminar Moslem Jurnalism Class”. Helatan meriah, serius, dan santai ini dipandu oleh Andre Rahmatullah dari Anggota Penulis Muda Nusantara (PENA) Jawa Timur.
“Santai, tetapi tetap fokus dan konsentrasi dalam menulis apapun itu,” ujar pemateri jebolan pesantren Hidayatullah itu.
Menurut dia, jurnalistik itu kekuatan media. Media mampu membentuk, memberi fokus, dan mempercepat opini publik. Selain itu, ada dictum yang mengatakan, media menciptakan, juga menghancurkan citra. Berkaitan dengan hal tersebut, maka sudah saatnya umat Islam harus ada yang bergerak di bidang media.
”Ini sudah perang media, maka kita harus melahirkan penulis-penulis hebat dalam menyampaikan kebenarannya, dengan mencari kejelasan tentang sesuatu hingga jelas dan benar keadaannya,” tandas lelaki kelahiran 24 Mei 1993.
Di hadapan mahasiswa-mahasiswi dari berbagai universitas di Surabaya, Ia jelaskan arti Jurnalistik, yakni serupa kegiatan penyiapan, penulisan, penyuntingan, dan penyampaian berita tentang berbagai peristiwa atau fenomena kepada khalayak melalui saluran media tertentu. Jurnalistik juga mencakup kegiatan dari peliputan sampai pada penyebaran kepada masyarakat.
“Terdapat ciri-ciri jurnalistik, di antarannya skeptis, bertindak, berubah, seni, dan peran pers,” ungkap mantan Manajer Pusdiklat Hidayatullah Batu-Malang ini.
“Seseorang bisa menulis harus memiliki keyakinan, kemauan, dan praktik serta motivasi,” ungkap pembicara di sela-sela memberikan materi di Seminar Jurnalistik perdana itu.
“Menulis itu mudah dan menyehatkan. Karena dengan menulis semua akan menjadi lebih ringan,” tambahnya.
Andi Baiturrozaq, salah satu peserta umum mengungkapkan bahwa keseruannya mengikuti “Seminar Moslem Jurnalism” sebenarnya bukan passionnya untuk menjadi penulis, tetapi terlebih banyaknya media dan jurnalis yang sedikit nakal, sukanya mengadu domba dan menfitnah umat muslim dengan memberitakan islam teroris, islam radikal dan islam apa-apalah.
“Jadi mau tak mau saya harus ikut belajar passion writing, agar bisa menyajikan informasi yang akurat terpercaya dan adil,” kata lelaki asal Sulawesi ini.
Selain itu, Kepala Departement Humas Badan Kerohanian Islam Universitas Wijaya Kusuma, Sahrir memaparkan bahwa menulis adalah cara yang tepat untuk meluapkan segala rasa kehidupan. Harapannya, usai acara ini semua peserta maupun panitia memiliki pengetahuan yang menambah kapasitas diri dalam menulis.
“Ditunggu karya tertulisnya ya kawan,” candanya. [RN/Ariska Arda Jayanti]