(Panjimas.com) – Pangeran Diponegoro memiliki jasa cukup besar dalam mendudukkan ayahnya sehingga bertahta menjadi Sultan Hamengkubuwana III. Karena jasa-jasa tersebut, sang ayah menjanjikan bahwa kelak Diponegoro-lah yang akan menjadi penggantinya sebagai seorang raja. Namun, beberapa masa kemudian Diponegoro sendiri justru menolak. Ia tidak bersedia dinobatkan sebagai seorang putra mahkota oleh orang-orang kafir. Hal ini mengingat semakin menguatnya hegemoni asing di lingkungan Kraton. Demikian ungkapan-ungkapan tersebut terdapat dalam Babad Diponegoro dan Babad Cakranegara.
“Ananging ta wekasingsun Ngabdulkamit mring sira, ywa gelem sira kinardi ya pangeran dipati marang Walanda, mapan wus pasthi duraka” (Babad Diponegoro, Jilid 1)
[Tetapi nasehatku untuk engkau wahai ‘Abdulhamid, janganlah kau menerima jika diangkat sebagai seorang Pangeran Adipati (Putra Mahkota) oleh Belanda, hal itu jelas sebuah kedurhakaan]
“Pangeran Diponegoro lon ngandika: “Kaki Rahmanudin lawan sira Ahmad Ngusman, pada seksenana mami, Manawa lali ingwang, pan sun karya eling ugering ati, aja ta kinarya ingsun, iya pangeran Dipatya, nadyan silih sun banjur kinarya ratu, lamun kaya kanjeng Rama, utawa jeng eyang mami. Sun dhewe mapan lan nedya, tobat marang Pangeran ingkang linuwih. Pira lawase donyeku, tan wurung nanggung dosa”. (Babad Diponegoro, Jilid 1)
[Pangeran Diponegoro dengan perlahan berkata: “Kaki Rahmanudin dan Ahmad Ngusman, saksikanlah diriku jika sampai terlupa, akan kuingat dalam hatiku, jangankan aku dinobatkan sebagai Pangeran Adipati, walaupun aku kemudian dijadikan seorang raja, maka jika seperti ayah dan kakekku, aku sendiri tidak akan bersedia, taubat kepada Allah yang Maha Besar. Berapa lama kehidupan di dunia ini, bisa-bisa diriku hanya akan menanggung dosa].
“Aja ta kinarya ingsun, iya pangeran Dipatya, nadyan silih banjur kinarya ratu, lamun kaya kanjeng rama utawa eyang mami, sun dhewe mapan tan nedya, tobat marang Pangeran kang linuwih”. (Babad Diponegoro, Jilid I)
[Jangankan menobatkan diriku menjadi Pangeran Adipati, jika aku langsung dinobatkan menjadi raja, jika penahbisannya seperti Ayah dan Kakek, aku tidak bersedia, taubat saja kepada Allah yang Maha Besar].
Pada bagian Babad Cakranegara, sebuah naskah yang ditulis oleh lawannya dalam peperangan, Pangeran Diponegoro digambarkan menyampaikan tekadnya terhadap orang-orang kafir. Tekad yang bersumber dari penafsirannya terhadap Surat Al Madiah ayat 51 tersebut adalah sebagai berikut:
“ … Yen wong iku lahir batinira terus asobat kalawan kopar, batal imane tan dadi” (Babad Cakranegara)
(“… Jika manusia itu lahir dan batinnya secara mendalam bersahabat dengan orang kafir, maka imannya telah batal).
Catatan: Babad Diponegoro yang digunakan disini adalah Babad Diponegoro versi Kraton Ngayogyakarta.
Penulis, Susiyanto