PANJIMAS.COM – Sebagian masyarakat beranggapan bahwa seseorang jika berqurban, maka semua dagingnya harus diberikan kepada fakir miskin, dia tidak boleh ikut menikmatinya, walaupun hanya sedikit.
Ini merupakan pemahaman yang salah, karena Islam mengijinkan bagi yang berqurban untuk menikmati dagingnya.
Adapun dalilnya sebagai berikut :
Pertama: Allah berfirman :
لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir. ( Qs al-Hajj : 28 )
Berkata Ibnu Katsir di dalam tafsirnya ( 5/416 ) :
استدل بهذه الآية من ذهب إلى وجوب الأكل من الأضاحي وهو قول غريب، والذي عليه الأكثرون أنه من باب الرخصة أو الاستحباب
“Sebagian orang berdalil dengan ayat ini bahwa memakan daging hewan qurban hukumnya wajib, ini adalah pendapat yang aneh. Adapun mayoritas ulama berpendapat bahwa ( memakan daging qurban bagi yang berqurban ) adalah keringanan dari Allah atau dikatakan bahwa hukumnya dianjurkan. “
Kedua: Allah juga berfirman,
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi’ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan untua-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur. ( Qs al-Hajj : 36 )
Berkata Ibnu Katsir di dalam tafsirnya ( 5/429 ) :
وقد احتج بهذه الآية الكريمة مَن ذهب من العلماء إلى أن الأضحية تُجزَّأ ثلاثة أجزاء: فثلث لصاحبها يأكله [منها] ، وثلث يهديه لأصحابه، وثلث يتصدق به على الفقراء
“ Sebagian ulama menjadikan ayat di atas sebagai dalil bahwa daging hewan qurban dibagi menjadi tiga bagian : sepertiga untuk yang berqurban agar ikut memakannya, sepertiga untuk dihadiahkan kepada teman-temannya, dan sepertiga terakhir untuk disedekahkan kepada fakir miskin. “
Ketiga: Hadist Salamah bin al-Akwa’ radhiyallahu ‘anhu dia berkata; Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ ضَحَّى مِنْكُمْ فَلاَ يُصْبِحَنَّ بَعْدَ ثَالِثَةٍ وَفِي بَيْتِهِ مِنْهُ شَيْءٌ فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ نَفْعَلُ كَمَا فَعَلْنَا عَامَ الْمَاضِي قَالَ: كُلُوا وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا، فَإِنَّ ذَلِكَ الْعَامَ، كَانَ بِالنَّاسِ جَهْدٌ فَأَرَدْتُ أَنْ تُعِينُوا فِيهَا
“Barangsiapa diantara kalian yang berqurban setelah hari ketiga, maka jangan sampai pada pagi harinya tersisa sedikitpun daging di rumahnya.” Ketika datang tahun berikutnya maka para sahabat mengatakan, “Wahai Rasulullah, apakah kami harus melakukan sebagaimana kami lakukan pada tahun lalu ?” Maka beliau menjawab : “ Makanlah( untuk diri kalian ) dan berikan kepada orang lain, serta simpanlah sebagiannya. Karena pada tahun lalu masyarakat sedang mengalami kesulitan makanan, maka aku ingin supaya kalian membantu mereka dalam hal itu.” (HR. Bukhari (5569) dan Muslim(1974).
Hadist di atas secara tegas menyebutkan pembagian daging qurban :
Pertama : untuk yang berqurban agar mereka bisa memakannya.
Kedua : untuk diberikan kepada orang lain, seperti saudara, teman, dan fakir miskin.
Ketiga : untuk disimpan atau diawetkan agar bisa dimakan pada masa-masa mendatang.
Di dalam Fatwa Lajnah Daimah Saudi Arabia no. 1997 disebutkan :
وأما لحمها فالأفضل أن يأكل ثلثه، ويهدي إلى أقاربه وجيرانه وأصدقائه ثلثه، ويتصدق بثلثه على الفقراء، وإن زاد أو نقص في هذه الأقسام أو اكتفى ببعضها فلا حرج، والأمر في ذلك واسع .
“Adapun dagingnya yang lebih utama adalah sepertiga untuk dimakan sendiri, seperti untuk dihadiahkan kepada kerabat, tetangga, teman-temannya, dan yang sepertiga lagi diberikan kepada orang-orang fakir. Jika bagian-bagian tersebut dikurangi atau ditambahi, atau hanya diberikan kepada sebagian golongan saja maka tidak apa-apa, dalam hal ini sifatnya fleksibel.”
Yang Dilarang Dalam Pemanfaatan Hewan Qurban
Ada hal-hal yang perlu diperhatikan bagi yang berqurban maupun panitia qurban agar mereka menjauhi dari apa-apa yang dilarang dalam binatang qurban, diantaranya adalah :
Pertama: Larangan Memperjual-Belikan Hasil Sembelihan
Mayoritas ulama berpendapat bahwa seseorang yang berqurban tidak diperbolehkan baginya untuk memperjual-belikan bagian dari hewan qurban yang sudah disembelih, seperti daging, kulit, kepala, bulu, tulang dan lain-lainnya.
Berkata Abu Bakar al-Husaini asy-Syafi’I di dalam Kifayat al-Akhyar ( hlm 704) :
واعلم أن موضع الأضحية الانتفاع فلا يجوز بيعها بل ولا بيع جلدها ولا يجوز جعله أجرة للجزار وإن كانت تطوعا بل يتصدق به المضحي أو يتخذ منه ما ينتفع به من خف أو نعل أو دلو أو غيره ولا يؤجره والقرن كالجلد
” Ketahuilah bahwa obyek hewan qurban adalah pemanfaatan, maka tidak boleh diperjual-belikan, bahkan tidak dijual kulitnya juga, serta tidak boleh kulit tersebut dijadikan upah untuk penjagal, walaupun itu qurban sunnah ( bukan nadzar), tetapi yang benar bahwa kulit tersebut disedekahkan oleh yang berqurban, atau dimanfaatkan untuk membuat khuf, atau sandal, atau ember atau yang lainnya dan tidak boleh disewakan. Adapun tanduk ( hewan qurban ) hukumnya seperti hukum kulitnya.”
Adapun dalil dari pelarangan tersebut adalah hadist Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَمَرَهُ أَنْ يَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ يَقْسِمَ بُدْنَهُ كُلَّهَا لُحُومَهَا وَجُلُودَهَا وَجِلاَلَهَا فِى الْمَسَاكِينِ وَلاَ يُعْطِى فِى جِزَارَتِهَا مِنْهَا شَيْئًا
“Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya untuk mengurusi penyembelihan unta qurbannya dan beliau juga memerintahkannya untuk membagikan semuanya termasuk daging, kulit dan kulit punggungnya untuk orang-orang miskin dan beliau melarangnya untuk memberikan bagian apapun darinya kepada tukang jagal.” (HR. Bukhari ( 1717 ) dan Muslim ( 1317 ))
Kedua: Larangan Mengupah Jagal dengan Bagian Hewan Sembelihan
Dalilnya adalah hadist Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu di atas:
وَلاَ يُعْطِى فِى جِزَارَتِهَا مِنْهَا شَيْئًا
” Dan beliau melarangnya untuk memberikan bagian apapun darinya kepada tukang jagal.” (HR. Bukhari ( 1717 ) dan Muslim ( 1317 ))
Dalam lafazd lainnya beliau berkata :
نحن نعطيه الأجر من عندنا
“Kami mengupahnya dari uang pribadi kami.” (HR. Muslim).
Hal ini dikuatkan dengan hadist Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ بَاعَ جِلْدَ أُضْحِيَّتِهِ فَلاَ أُضْحِيَّةَ لَهُ
“Barang siapa yang menjual kulit hewan qurbannya maka tiada qurban baginya “ (HR. al-Hakim di dalam al-Mustadrak ( 2/ 390) (3468 ) dan al-Baihaqi di dalam as-Sunan al-Kubra (19708 ) Berkata al-Hakim : “ Hadist Shahih dan belum dikeluarkan oleh al-Bukhari dan Muslim )
Sebagian ulama, seperti Abu Hanifah, al-Hasan al-Bashri, Abdullah bin ‘Ubaid bin ‘Umair memperbolehkan orang yang berqurban untuk menjual kulit qurban. Tetapi yang lebih kuat adalah pendapat mayoritas ulama.
Namun perlu dicatat di sini, bahwa orang yang menerima kulit, seperti fakir miskin ( bukan orang yang berqurban ), boleh baginya memanfaatkan kulit tersebut sesuai keinginannya, baik dijual maupun untuk pemanfaatan lainnya, karena ini sudah menjadi haknya.
Yang Dibolehkan Bagi Panitia Qurban.
Pertama: Dibolehkan bagi panitia qurban untuk menyalurkan daging dan kulit kepada orang-orang yang berhak menerimanya, seperti fakir miskin, atau kepada orang-orang yang ditunjuk oleh pemilik qurban untuk diberikan kepadanya.
Kedua: Dibolehkan bagi panitia qurban mewakili fakir miskin yang sudah mendapatkan daging atau kulit qurban untuk menjualnya kepada para pembeli, kemudian hasilnya dikembalikan lagi kepada fakir miskin yang memiliki daging dan kulit tersebut.
Ketiga: Dibolehkan bagi panitia qurban menerima uang upah kerjanya dari pemilik qurban, yang tidak diambil dari hewan qurban.
Keempat: Dibolehkan bagi panitia qurban menerima pemberian atau hadiah berupa daging atau kulit hewan qurban dari pemilik qurban, jika mereka memang orang-orang yang berhak mendapatkannya, seperti jika mereka adalah fakir miskin, tetapi bukan karena imbalan atau upah dari kerja mereka.
Yang Tidak dibolehkan bagi Panitia Qurban.
Pertama : Panitia qurban tidak boleh menerima daging atau kulit hewan qurban sebagai imbalan kerja mereka.
Kedua : Panitia qurban tidak boleh menjual kulit hewan qurban, sebelum dibagikan kepada yang berhak, karena dalam hal ini panitia adalah wakil dari pemilik hewan qurban.
Hukum Mengirim Hewan Qurban,
Mengirim hewan qurban mempunyai dua cara :
Pertama: Mengirim sejumlah uang kepada seseorang yang berada di luar kota, untuk disembelih di tempat tersebut.
Kedua : Mengirim daging hewan qurban yang sudah disembelih ke luar daerah.
Dalam masalah ini para ulama berbeda pendapat,
Berkata Abu Bakar ad-Dimyati di dalam I’anatu ath-Thalibin : ( 2/355 )
وأما نقل دراهم من بلد إلى بلد أخرى ليشتري بها أضحية فيها فهو جائز
“Adapun mengirim sejumlah uang ( dirham ) dari satu daerah ke daerah lain, agar uang tersebut dibelikan hewan qurban di daerah tersebut, maka hukumnya boleh. “
Ini dikuatkan di dalam Kifayat al- Akhyar ( 704 ) :
وفي نقل الأضحية وجهان تخريجا من نقل الزكاة والصحيح هنا الجواز والله أعلم
“Adapun hukum mengirim hewan qurban, maka (di dalam madzhab asy-Syafi’I ) ada dua pendapat, diambil dari masalah memindahkan zakat, tetapi pendapat yang shahih ( dalam madzhab ) adalah boleh.” Wallahu A’lam. [AW]
Sumber: Panduan Praktis Berqurban, Karya Dr Ahmad Zain An Najah