Surat Terbuka untuk KH Said Aqil Siradj
Disampaikan oleh: Dr . Abdul Chair Ramadhan
Tembusan Khusus:
- Al-Habib Prof. DR. Mohammad Baharun, S.H., MA.
- Al-Habib DR. Muhammad Rizieq Syihab, Lc., M.A.
- KH. Abdul Rasyid Abdullah Syafii
- KH. Ir. Muhammad Al-Khathtath.
PANJIMAS.COM – Izinkan saya untuk menyampaikan beberapa tanggapan atas pernyataan KH. Said Aqil Siradj selaku Ketua Umum PBNU sebagaimana diberitakan oleh media. Menurut saya –dan menjadi pengetahuan umum– tidaklah pada tempatnya menyampaikan keberadaan Ormas Islam sebagai ancaman atau gangguan terhadap keamanan dalam negeri (kamdagri) – sebutan yang serupa seperti keamanan Nasional atau ketahanan Nasional – tanpa adanya pengetahuan, petunjuk, data-data valid yang mendukung. Pernyatan yang disampaikan kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian adalah sebagai bentuk penyesatan dan cenderung mengarahkan kepada kebencian (hate speech).
Persoalan kamdagri memerlukan peranan intelijen keamanan (intelkam) yang menjadi domain Kepolisian Negara Republik Indonesia, walaupun kepada masyarakat umum diberikan hak-hak untuk menyampaikan informasi terkait dengan adanya indikasi dan/atau potensi ancaman atau gangguan keamanan. Namun, penyampaian informasi juga harus mengedepankan norma dan etika, tidak dibenarkan hanya sebatas ungkapan belaka, tanpa adanya “pra bukti permulaan” yang cukup atau memadai, terpenting adalah data-data yakni sekumpulan informasi yang telah diverifikasi.
Indonesia, adalah negara hukum, yang bermakna adanya supremasi hukum dengan menegakkan keadilan dengan kejujuran bukan dengan prasangka. Negara memang organisasi kekuasaan yang diproyeksikan untuk mampu menerapkan hukum dengan cara-cara represif, apabila pendekatan preventif tidak berjalan. Itu hak Negara, namun menjadi aneh jika cara-cara Negara dilakukan oleh Ormas Islam yakni PBNU yang seharusnya menjadi lokomotif bagi penyatuan seluruh elemen umat Islam, khususnya kaum Nadhliyin. Bukan sebagai penjustifikasi dan personifikasi penerap hukum.
Front Pembela Islam (FPI) yang telah banyak berjasa selalu dihadapkan dengan berbagai fitnah, dan berulangkali disampaikan oleh aktor yang sama, tidak lain dan tidak bukan adalah KH. Said Aqil Siradj! Apa sebenarnya yang terbersit dibenaknya? FPI adalah ikon “amar ma’ruf nahi mungkar”, mengapa selalu dipermasalahkan? Saya tidak ingin mengatakan siapa yang mempermasalahkan adalah sejatinya bermasalah, tetapi khusus yang satu ini saya berani mengatakan bahwa “KH. Said Aqil Siradj adalah orang bermasalah!” Pernyataan yang disampaikan oleh yang bersangkutan telah melampui asas praduga tidak bersalah, seolah-oleh bukti adanya ancaman atau gangguan keamanan hanya cukup terlontarkan dari pemimpin Ormas Islam terbesar di Republik Ini.
Disisi lain, ketika mencuat kasus Ahamadiyah, LDII, Syiah, yang bersangkutan bahkan tidak sependapat dengan kalangan yang menentang. Padahal “bukti telah berbicara”. Kondisi demikian tentu tidak sebanding dan tidak berimbang. Sejumlah petunjuk dan data-data memperlihatkan adanya indikasi dan potensi terganggunya kamdagri. bahkan dalam cakupan yang lebih luas ancaman bagi ketahanan Nasional. Dua yang tersebut pertama adalah bersifat lokal, adapun yang tersebut terakhir bersifat transnasional dengan ideologi transendental yang tidak mungkin dapat disandingkan dengan 4 (empat) pilar Kebangsaan Indonesia.
Saya berharap, pimpinan NU kembali kepada kontribusi kerja nyata bagaimana membangun generasi yang mampu berfikir dan berkarya dengan keilmuan dan keimanan, bukan hanya selalu dan seringkali melontarkan pernyataan yang destruktif. Ingat NU itu bukan “Nasi Uduk” yang menjadi sarapan pagi, namun tidak mampu bertahan hingga siang dan malam hari. Demikian.*
Jakarta, 23 Agustus 2016.
[AW]