(Panjimas.com) – Meski lebaran telah llewat namun kasus kemacetan lalulintas di sepanajng tol Brebes lebaran tahun ini tidaklah mudah dilupakan. Pemudik mengalami kondisi yang sangat sulit: macet hingga belasan jam dalam kondisi berpuasa membuat mereka capek, kepanasan, sakit karena menahan buang air. Panjangnya kemacetan ini, di jalur Tol yang tidak delengkapi dengan vasilitas rest area dqn sarana MCK membuat pemudik mengalami penderitaan bahkan berujung pada terenggutnya nyawa.
Kecelakaan yang menimpa pemudik yang menggunakan kendaraan roda duapun tidaklah sedikit. Anehnya tragedi yang terjadi di musim mudik lebaran terjadi secara periodik, denngan tahun angkanya cenderung bertambah. Pantaslah kecelakaan mudik yang telah merenggut nyawa ratusan orang di tahun 2013 lalu telah membuat Ketua Umum PMI mengusulkan ditetapkan kecelakaan mudik sebagai bencana nasional. Saat itu tercatat korban kecelakaan mudik mencapai 820 nyawa melayang. Korban luka berat tercatat 1.366 orang dan luka ringan 4.474 orang dengan kerugian materi mencapai total Rp 8,95 miliar
Pertengahan bulan Maret, masyarakat juga disuguhi oleh aksi demontrasi sopir taksi disekitar Istana Negara. Demo yang dilakukan 12.000 sopir taksi konvensional ini menuntut ketegasan dari Pemerintah terkait adanya moda transportasi angkutan umum lainnya yang berbasis internet. Aksi ini menambah runyamnya problem transportasi di negeri ini.
Transportasi di laut juga menemui problem. Kecelakaan yang menimpa kapal motor (KM) Kirana IX terbakar di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya yang merenggut sedikitnya delapan nyawa beberapa waktu lalu. Sebelumnya, KM Windu Karsa tenggelam di perairan Kolaka, Sulawesi Tenggara. KM Sri Murah Rejeki karam di perairan Nusa Lembongan, Bali. KM Tunggal Putri tenggelam di Sumenep, Madura, dengan korban 37 jiwa.KM Marina Nusantara terbakar setelah bertabrakan dengan tongkang di perairan Barito, Kalimantan Selatan, dengan korban enam tewas dan 11 penumpang hilang.
Di udara, kondisinya tak jauh beda. Setelah Susi Air jatuh di Distrik Pasema, Kabupaten Yahukimo, Papua, 9 September lalu, pesawat Cassa 212 jatuh di daerah Bahorok, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara, kemarin. Pesawat milik Nusantara Buana Air itu mengangkut 18 orang, termasuk pilot dan awak pesawat.
Sudah teramat sering kita menggugat buruknya transportasi publik di negeri ini. Namun, negara tak juga terusik untuk lebih gigih memperbaiki. Tulisan berikut akan memaparkan tentang akar masalah dari problem ini serta bagaimana Islam mengatur sistem transportasi .
Akar Masalah transportasi
Carut-marut transportasi umum di Indonesia dimulai dari kesalahan paradigma dasar berikut perangkat aturan yang muncul dari paradigma dasar tersebut. Transportasi bukanlah sekedar tehnik namun kesalahan sistemik. Paradigma salah tersebut bersumber dari faham sekulerisme yang mengesampingkan aturan agama. Sekulerisme yang melahirkan sistem kehidupan kapitalisme telah memandang dunia transportasi sebagai sebuah industri. Cara pandang ini mengakibatkan kepemilikan fasilitas umum transportasi dikuasai oleh perusahaan atau swasta.yang secara otomatis mempunyai fungsi bisnis, bukan fungsi pelayanan.
Menurut pandangan kapitalis , dalam pelaksanaan pelayanan publik negara hanya berfungsi sebagai legislator, sedangkan yang bertindak sebagai operator diserahkan kepada mekanisme pasar. Layanan transportasi dikelola swasta atau pemerintah dalam kaca mata komersil, akibtanya harga tiket transportasi publik mahal namun tidak disertai layanan yang memadai. Demi mengejar untung tidak jarang angkutan umum yang sudah tidak layak jalan tetap beroperasi.
Efek penerapan sistem kapitalis negara dibikin bangkrut, karena semua sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak pengeloaannya diserahkan pada para kapitalis pemilik modal. Negara hanya mendapatkan sekedar bagi hasil atau pajak/royalti dari pengelolaan tersebut . Kareana keterbatasan dana, penyediaan infrastruktur kurang terurus. Sungguh ironis, rakyat yang seharusnya mendapatkan pelayanan malah dibebani dengan pajak.
Membangun Infastruktur Transportasi Strategis
Menanggapi kasus bentana Tol Brebes tahun ini, pemerintah seakan berlepas tangan. Presiden menyalahkan pemimpin sebelumnya sementara menteri perhubungan dengan pernyataanya bahwa macet bukanlah penyebab kematian. Bisa diukur mentalitas pemimpin negeri ini bukanlah sebagai pemelihara dan pengerus urusan rakyatnya. Beda jauh dengan mentalitas yang dimiliki oleh seorang Umar bin al-Khaththab ra. tatkala beliau menjadi kepala negara. Berkait dengan transportasi beliau berujar “Seandainya, ada seekor keledai terperosok di Kota Bagdad karena jalan rusak, aku khawatir Allah SWT akan meminta pertanggungjawaban diriku di akhirat nanti.” Mindset seperti inilah yang mendasari pemimpin negara dalam menjalankan kebijakan transportasi.
Investasi infrastruktur strategis dalam perspektif islam di urai dalam 3 prinsip. Pertama, pembangunan infrastruktur adalah tanggungjawab negara, tidak bolehdiserahkan ke investor swasta. Kedua, perencanaan wilayah yang baik akan mengurangi kebutuhan transportasi. Ketika Baghdad sebagai ibukota dibangun sebagai ibu kota kekhilafahahan, setiap bagian kota diproyeksikan hanya untuk jumlah penduduk tertentu. Di kota itu dibangunkan masjid, sekolah, perpustakaan, taman, industri gandum, area komersial, tempat singgah bagi musafir, hingga pemandian umum yang terpisah antara laki-laki dan perempuan. Tidak ketinggalan. pemakaman umum dan tempat pengolahan sampah. Warga tak perlu menempuh perjalanan jauh untuk memenuhi kebutuhan, menuntut ilmu atau bekerja, karena semua dalam jangkauan perjalanan kaki yang wajar, dan semua memiliki kualitas yang standar.Ketiga, negara membangun infrastruktur publik dengan standar teknologi terakhir yang dimiliki. Teknologi yang ada termasuk teknologi navigasi, telekomunikasi, fisik jalan hingga alat transportasinya itu sendiri.
Navigasi mutlak diperlukan agar perjalanan menjadi aman, tidak tersesat. Untuk itulah kaum muslimin belajar astronomi dan teknik membuat kompas sampai ke Cina, dan mengembangkan ilmu pemetaan dari astronomi yang teliti. Hasilnya, perjalanan haji maupun dagang baik di darat maupun di lautan menjadi semakin aman.
Teknologi & manajemen fisik jalan sangat diperhatikan Sejak tahun 950, jalan-jalan di Cordoba sudah diperkeras, secara teratur dibersihkan dari kotoran, dan malamnya diterangi lampu minyak. Baru duaratus tahun kemudian, yakni 1185, baru Paris yang memutuskan sebagai kota pertama Eropa yang meniru Cordoba. Abbas Ibnu Firnas (810-887 M) dari Spanyol melakukan serangkaian percobaan untuk terbang, seribu tahun lebih awal dari Wright bersaudara, sampai Sejarawan Phillip K. Hitti menulis dalam History of the Arabs, “Ibn Firnas was the first man in history to make a scientific attempt at flying.”
Hingga abad ke-19 Khilafah Utsmaniyah masih konsisten mengembangkan infrastruktur transportasi ini. Saat kereta api ditemukan di Jerman, segera ada keputusan Khalifah untuk membangun jalur kereta api dengan tujuan utama memperlancar perjalanan haji. Tahun 1900 M Sultan Abdul Hamid II mencanangkan proyek “Hejaz Railway”. Jalur kereta ini terbentang dari Istanbul, Ibukota Khilafah, hingga Makkah, melewati Damaskus, Jerusalem dan Madinah. Dengan proyek ini, dari Istanbul ke Makkah yang semula 40 hari perjalanan tinggal menjadi 5 hari.
Dengan penerapan sistem ekonomi Islam akan memberikan jaminan pembangunan ekonomi yang berkah, adil dan sejahtera yang akan meminimalisir kesenjangan ekonomi dan menjauhkan kerusakan pada masyarakat. Khilafah, sebagai institusi penerap Islam akan menyediakan infrastruktur transportasi yang aman, memadai dengan teknologi terkini. Dengan begitu ribuan muslim tidak akan lagi menjadi korban dari kecelakaan transportasi akibat abainya pemerintah.
Khilafah adalah Pelayan Terbaik
Indonesia adalah negeri muslim. Lebih dari 85 % penduduknya memeluk agama Islam. Negeri ini juga dianugerahi kekayaan alam yang melimpah. Sangat disayangkan bahwa sumber daya alam yang melimpah ini tidak mampu untuk membuat sejahtera bagi rakyatnya. Negara telah melakukan salah urus dengan menerapkan sistem kapitalisme. Sumber masalah bukanlah berasal dari siapa yang berkepentingan untuk mengurus negar dan rayat, melainkan lebih bersifat sistemik. Sistem demokrasi kapitalis meniscayakan lahirnya pemimpin -pemimpin yang korup. Hal ini logis, karena bangun dasar untuk maju dalam bursa pemilihan pemimpin adalah kemanfaatan, bukan untuk kemaslahatan umat.
Berbeda jauh dengan kondisi pada era khilafah Islam eksis. Dalam sejarah ulama salaf, diriwayatkan bahwa Khalifah Umar bin Abdil Aziz dalam shalat tahajudnya sering membaca ayat berikut:
احشُرُوا الَّذينَ ظَلَموا وَأَزوٰجَهُم وَما كانوا يَعبُدونَ ﴿٢٢﴾ مِن دونِ اللَّهِ فَاهدوهُم إِلىٰ صِرٰطِ الجَحيمِ ﴿٢٣﴾ وَقِفوهُم ۖ إِنَّهُم مَسـٔولونَ ﴿٢٤﴾
(Kepada para malaikat diperintahkan), “Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembah-sembahan yang selalu mereka sembah, selain Allah. Lalu tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka. Tahanlah mereka di tempat perhentian karena sesungguhnya mereka akan dimintai pertanggungjawaban.” (QS ash-Shaffat [37]: 22-24).
Beliau mengulangi ayat tersebut beberapa kali karena merenungi besarnya tanggung jawab seorang pemimpin di akhirat bila melakukan kezaliman.
Dalam riwayat lain, karena begitu khawatirnya atas pertanggungjawaban di akhirat sebagai pemimpin, Khalifah Umar bin Khaththab ra. berkata dengan kata-katanya yang terkenal, “Seandainya seekor keledai terperosok di Kota Baghdad karena jalanan rusak, aku sangat khawatir karena pasti akan ditanya oleh Allah SWT, ‘Mengapa kamu tidak meratakan jalan untuknya?’”
Itulah dua dari ribuan contoh yang pernah dilukiskan para salafus-shalih tentang tanggung jawab pemimpin dalam mengurus rakyatnya. Mereka memmpin bukanlah untuk kepentingan menumpuk harta. Mereka memahami benar sabda Baginda Rasulullah saw.:
سَيِّدُ الْقَوْمِ خَادِمُ
“Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka”. (HR Ibn Majah dan Abu Nu’aim).
Mereka juga amat memahami sabda Rasul saw. yang lain:
اَلإِمَامُ رَاعٍ وَ هُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus” (HR al-Bukhari).
Sejarah Islam yang otentik sesungguhnya banyak mencatat fakta betapa Khilafah adalah pelayan rakyat terbaik sepanjang sejarahnya. Contoh kecil, selama masa Khilafah Umayah dan Abbasiyah, di sepanjang rute para pelancong dari Irak dan negeri-negeri Syam (sekarang Suriah, Yordania, Libanon dan Palestina) ke Hijaz (kawasan Makkah) telah dibangun banyak pondokan gratis yang dilengkapi dengan persediaan air, makanan dan tempat tinggal sehari-hari untuk mempermudah perjalanan bagi mereka. Sisa-sisa fasilitas ini dapat dilihat pada hari ini di negeri-negeri Syam.Khilafah Utsmaniyah juga melakukan kewajiban ini. Dalam hal kemudahan alat transportasi untuk rakyat, khususnya para peziarah ke Makkah, Khilafah membangun jalan kereta Istanbul-Madinah yang dikenal dengan nama “Hijaz” pada masa Sultan Abdul Hamid II. Khilafah Usmani pun menawarkan jasa transportasi kepada orang-orang secara gratis (Khilafah.com).
Bukan hanya manusia yang dilayani, hewan-hewan pun mendapatkan perlakuan yang baik, dilindungi oleh para khalifah. Ibn Rusyd al-Qurthubi meriwayatkan dari Malik bahwa Khalifah Umar ra. pernah melewati seekor keledai yang dibebani dengan tumpukan batu. Menyaksikan penderitaan hewan itu, Khalifah Umar ra. segera membuang sebagian tumpukan batu dari punggung hewan itu. Pemilik keledai itu, seorang wanita tua, datang kepada Khalifah Umar ra. dan berkata, “Wahai Umar, apa yang engkau lakukan dengan keledaiku? Memangnya engkau memiliki hak untuk melakukan apa yang engkau lakukan?” Khalifah Umar ra. mengatakan, “Menurutmu, memangnya apa yang membuatku mau mengisi jabatan ini (khalifah)?” Yang dimaksud oleh Umar ra , sebagai khalifah, ia bertanggung jawab atas semua hukum Islam, yang meliputi pula tindakan yang disebutkan oleh hadis Rasulullah saw., “Berhati-hatilah untuk tidak membebani punggung hewan.” (HR Abu Dawud).
Mari kita dengan para pemimpin negeri ini. Betapapun jutaan rakyat tersiksa setiap hari di gerbong-gerbong kereta api-berdesak-desakan, berhimpitan dan bergelantungan seraya setiap saat terancam jiwanya-para penguasa negeri ini seolah tak peduli, hatta saat banyak rakyat terenggut nyawanya karena kecelakaan kereta api. Para penguasa seperti ini patutlah merenungkan sabda Baginda Rasulullah saw., “Jabatan (kedudukan) itu pada permulaannya penyesalan, pertengahannya kesengsaraan (kekesalan hati) dan akhirnya adalah azab pada Hari Kiamat (HR Ath-Thabrani). Wallahu a’laamu bishshawab. [RN]
Penulis, Susmiyati, M. PdI.