(Panjimas.com) – Nama Reccep Tayyep Erdogan dan Fathulleh Gulen kini menjadi magnet politik internasional setelah upaya kudeta di Turki gagal. Nama Fathulleh Gullen kembali muncul sebagai lawan politik Erdogan yang dituding berada di balik aksi ini. Gullen sendiri telah membantahnya. Ia mengaku tidak terlibat sama sekali dan mengutuk keras upaya penggulingan pemerintahan yang sah. Sedangkan sebuah analisa mengemuka sejumlah prajurit militer yang melakukan upaya kudeta, meski memiliki hubungan dengan Gulen, sama sekali melakukan aksi tanpa perintah Gulen. Penyelidikan akan menjawab semuanya.
Hubungan Gulen dan Erdogan
Sedikit sekali tulisan, khususnya di Indonesia, yangmendalami, hubungan antara Erdogan dan Gulen. Padahal sejarah kebangkitan Islam Politik di era 2000-an tidak bisa dipisahkan dari kedua nama ini.
Kehadiran Gulen di panggung politik tahun 1999telah memicu banyak kontroversi di kalangan intelektual sekuler. Sejumlah besar mereka telah mencurigai Gulen telah menggunakan taktik yang berbeda untuk mencapai tujuan yang sama seperti para Islamis lainnya. Mereka khawatir di balik kelembutan Gulen, ada ambisi untuk mengubah Turki menjadi negara Islam. Isu keamanan dan intoleransi digerakkan kelompok sekuler untuk menyudutkan komunitas Gulen sebagai musuh Republik Turki. [Lihat: Bulent Aras and Omer Caha, Fethullah Gulen And His Liberal “Turkish Islam” Movement, in Middle East Review of International Affairs, Vol. 4, No. 4 (December 2000)]
Hubungan antara Gulen dan Erdogan sebenarnya sudah lama berlangsung. Pada bulan Februari 2000, koran Zamanmilik Gulen memberikan ruang kepada Erdogan dan Bülent Arınç yang dianggap generasi penerus Erbakan untuk menyampaikan pandangan-pandangan terbarunya. Dalam dua wawancara terpisah, dua pemimpin ini menekankan demokrasi sebagai prioritas mereka dan mengadopsi sekularisme secara pasif. Hal ini disebut-sebut sebagai publikasi pertama terhadap pandangan baru Erdogan setelah Partai Refah dikudeta pemerintah.
Kedua wawancara dari sosok intelektual muda Turki ini sontak mendapatkan perhatian dari surat kabar lainnya. Hurriye, koran yang memiliki pandangan sekularis dan liberal menulis headline dengan judul: “Political Islam at the Crossroad.”Sementara Vakit dari kalangan Islamis justru menuduh Gulen merusak pandangan Erdogan danArınç[Lihat: Ahmed T Kuru, Changing Perspectives On Islamism And Secularism In Turkey: The Gülen Movement And The AK Party, in Muslim World in transition contribution of Gulen Movement (London: Leeds Metropolitan, University Press, 2007].
Pandangan Gulen, walaupun pada gilirannya berbeda pendapat dengan Erdogan, tetaplah tidak bisa dipisahkan dari pandangan-pandangan Islamis di Turki. Kebijakan pendidikan AKP bersama indoktrinasi Islamis di sekolah-sekolah Gulen pernah dituding telah melakukan upaya Islamisasi masyarakat Turki. Selama masa pemerintahan pertama AKP, pemerintahan Erdogan dianggap telah mengubah buku teks, menekankan pemahaman agama, dan mentransfer ribuan imam di Direktoral Hubungan Agama ke posisi sebagai guru dan dan administrasi sekolah-sekolah negeri Turki. [Rachel Sharon-Krespin, Fethullah Gülen’s Grand Ambition: Turkey’s Islamist Danger, Middle East Quarterly, Winter 2009, Volume 16, No: 1]
Dua Potensi Kebangkitan Umat
Syarif Thagian dalam biografinya tentang Erdogan menilai, meskipun Necmettin Erbakan dianggap sebagai guru besar politik Erdogan, akan tetapi pengalaman AKP dalam pemerintahan menunjukkan bahwa Fathulleh Gülen merupakan guru sejati Erdogan dan juga guru spiritual bagi AKP.
Thagian menilai, jika kita ingin membaca keberhasilan AK Parti, maka cermatilah gerakan Gülen. Banyak kolumnis Barat yang menulis tentang Gülen dan melukiskannya sebagai pemimpin gerakan sosial Islam dan nasionalis yang tidak memusuhi Barat dan membangun masa depan Islam secara sosiologis di Timur Tengah.
Gülen memang sempat berbeda pandangan dengan AKP atas pilihan gerakan dengan simbol Islam, karena Gülen memiliki basis jaringan ke seluruh elemen di Turki, khususnya partai non Islam. Namun kritikan Gülen semakin meredup terhadap partai-partai Islam seiring naiknya AKP ke puncak kekuasaan.
Gulen tampaknya sadar akan realita ini bahwa jubah Islam masih memiliki magnet yang besar di Turki. Hal tentu di luar ekspektasi Gulen. Namun, Gulen tetaplah ulama sekaligus politisi yang menghendaki kekuatan aspirasi Islam hadir di ruang publik yang telah lama menjerat Turki. Bedanya, ia tidak ingin terjebak pada simbol.
Tidak lama berselang, romantisme Gulen dan AKP mulai kembali terjalin. Mereka berhasilmelakukan kerjasama dalam proyek sosial politik di Turki. Hal inilah yang dipandang Thagian, menambah kekhawatiran kelompok Kemalist Ultra Nasionalis.
Seorang penulis bernama Foller, seperti dikutip Thagian, mengatakan, kelompok Islam di Turki mencerminkan kekuatan intelektual yang lebih inovatif dalam panggung politik Turki sekarang. Meskipun,Turki akan tetap menjadi negara sekular, akan tetapi mereka berhasil mengembangkan pemahaman dan pengertian sekular yang berbeda: merajut hubungan baik antara masa lalu Turki Utsmani dengan segala tradisi kebudayaan dan keagamaan mereka. Foller berkesimpulan bahwa segi-segi persamaan antara AKP dengan gerakan Gulen memperlihatkan ke arah fenomena ini dengan jelas. [Syarif Thagian, Erdogan: Muadzin Istanbul Sekularisme Turki, Pustaka Al Kautsar: Jakarta, 2012]
Ahmad T Kuru dalam akhir tulisannya mengenai AKP dan Gulen menyimpulkan, persaingan antara kelompok sekuler dan Islam telah menjadi aspek utama dari politik Turki selama beberapa dekade. Di mana faksi Kemalis tetap melawan upaya memasukkan politik agama ke dalam negara. Sementara kelompok Gulen dan AK Parti (yang tetap disebut sebagai kelompok konservatif) terus mempromosikan ideologi sekuler pasif yang memungkinkan masuknya agama di ruang publik. Apalagi Turki telah menyaksikan selama sepuluh tahun bahwa pertarungan yang terjadi tidak lagi sekedar sekularisme dan Islamisme, tetapi telah menjadi konflik antara dua jenis sekularisme.
Dalam dunia politik dan kekuasaan, politik selalu tidak mudah ditebak. Sebagaimana istilah yang sering kita dengar, tidak ada kawan dan lawan abadi, yang ada hanya kepentingan yang abadi.
Yang kita khawatirkan adalah adanya upaya-upaya pihak tertentu untuk memecah belah kekuatan politik Islam di Turki, sebagaimana cita-cita faksi sekularis yang tidak ingin Erdogan dan Gulen bersatu.
Rasulullah mengingatkan kita agar melakukan Islah, berusaha mendamaikan antara dua atau beberapa pihak yang berselisih. Sementara usaha itu belum kita melakukan itu, justru banyak diantara kita ikut saling bermusuhan satu dengan yang lainnya. Wallahu a’lam.*
Penulis, Muhammad Pizaro
Pemerhati Politik Timur Tengah dan Dunia Islam