CILACAP (Panjimas.com) – Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan, bersama Menkumham Yasonna Laoly, Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti dan Kepala BNPT Komisaris Jenderal Polisi Saud Usman Nasution ternyata menggandeng tokoh liberal, Direktur The Wahid Institute Yenny Wahid saat melakukan kunjungan ke Lapas Pasir Putih, Nusakambangan, pada Kamis (11/2/2016).
Dalam kunjungan tersebut, terungkap bahwa sel Super Maximum Security (SMS) Lapas Pasir Putih Nusakambangan yang dihuni Ustadz Abu Bakar Ba’asyir dan tahanan lainnya, merupakan tempat isolasi. (Baca: Terungkap, Ternyata ini Tujuan Pemindahan Mendadak Ustadz Ba’asyir ke LP Pasir Putih)
Luhut menjelaskan, khusus untuk Napi teroris, pihak Lapas membagi menjadi tiga blok dengan pengamanan dan perlakuan khusus, yakni sel untuk idiologi, simpatisan dan garis keras.
Pembagian blok penjara ini, agar ajaran terorisme ini tidak berkembang. Dengan jumlah kamar yang ada saat ini mencapai 20 kamar.
“Khususnya, mereka yang bisa berkomunikasi keluar, jadi yang teroris sendiri, yang narkoba yah di blok narkoba. Khusus yang teroris, mereka tidak boleh berdua, satu orang satu sel. Untuk teroris, kita bagi menjadi tiga blok khusus, yakni idiolog, garis keras dan simpatisan,”kata Luhut selepas tiba di Dermaga Wijayapura Cilacap, seperti dilansir RRI, pada Kamis (11/2/2016).
Terkait tindakan Pemerintah, untuk melakukan isolasi terhadap terpidana kasus terorisme itu, Yenny menyakatan mendukung tindakan tersebut.
Yenny yang mengaku sebagai pemerhati gerakan deradikalisasi ini menjelaskan, apa yang dilakukan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) untuk mengisolasi terpidana kasus terorisme, bisa dipahami demi kepentingan masyarakat banyak. Dengan harapan dengan adanya isolasi ini, tidak merekrut napi yang lain, untuk masuk dalam kelompok radikal, atau bahkan menjadi teroris.
“Sebagai pemerhati masalah deradikalisasi dan antiradikalisme tentunya saya memiliki kepedulian untuk mengerti sumber masalah yang ada terutama berkaitan dengan kondisi lapas yang masih memungkinkan terjadinya penyebaran paham-paham radikal,” katanya di Dermaga Wijayapura, Kamis (11/2/2016).
Untuk diketahui, The Wahid Institute didirikan atas inisiatif Abdurrahman Wahid (anak dari Wahid Hasyiml), Dr. Gregorius James Barton, Yenny Zannuba Wahid dan Ahmad Suaedy.
Selain itu, organisasi ini didukung oleh Indonesianis/orientalis dan liberalis seperti Greg Barton, Nasr Hamid Abu Zaid, Abdullahi Ahmed An-Naim dan lain-lain.
The Wahid Institute digandeng pemerintah untuk meninjau sel SMS Lapas Pasir Putih Nusakambangan, tentu bukan hal yang mengherankan. Hal ini karena Luhut Binsar Pandjaitan yang kini menjabat Menkopolhukam, tercatat sebagai penasehat The Wahid Institute.
The Wahid Institute begitu gigih menolak Perda Syariat yang hendak di terapkan di beberapa daerah saat itu.
Seperti disampaikan peneliti INSIST, Nuim Hidayat, dalam artikelnya berjudul Wahid Hasyim vs The Wahid Institute, “Bila MUI mengharamkan pluralisme, The Wahid Institute justru menjunjung tinggi atau mendakwahkan isme yang haram itu. Bila KH Hasyim Asyari dan Wahid Hasyim kokoh dalam memperjuangkan keimanan dan keislaman tegak di negeri ini, The Wahid Institute justru mengkampanyekan kemusyrikan dalam bentuk sosialiasi ‘persamaan agama’ dalam pembuatan kurikulum, buku-buku, pengadaan seminar dan lain-lain.” [AW]