JOMBANG (Panjimas.com) – Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) PBNU 2010-2015 tidak berjalan sebagaimana mestinya. Lazimnya penyampaikan LPJ langsung diikuti dengan pandangan umum peserta muktamar baru kemudian disimpulkan apakah bisa diterima atau tidak.
“Tapi, yang terjadi ini aneh, kok LPJ direkayasa dan dipaksakan telah dianggap diterima oleh pimpinan sidang, sementara pandangan umum belum dilakukan. Itu sama saja dengan belum ujian tetapi telah lulus,” kata Wakil Ketua PWNU Jateng, Najahan Musyafak, Selasa (4/7) seperti dilansir Nugarislurus.com.
Hal senada dikatakan Sekretaris PWNU Papua Barat, Syahruddin Makky. Menurutnya, PBNU periode 2010-2015 dibawah kepemimpinan Ketum Said Aqil Siradj sengaja tidak memberikan kesempatan bagi PW dan PCNU untuk menyampaikan kritik atas LPJ PBNU. Padahal terdapat sejumlah persoalan yang akan dikritik oleh para muktamirin. Salah satunya terkait masih tidak jelasnya aset-aset PBNU.
“Kami menyatakan dari 27 provinsi meminta PBNU untuk melakukan sidang pleno kembali. Soal molor tidak masalah karena kami ingin mengukur kinerja PBNU dan bagaimana menjadi acuan pengurus yang akan datang,” sebutnya.
Dua Kasus Korupsi Lolos
1. Serobot Tanah 5 Hektar Milik PCNU Batam
Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Batam, KH Khoirul Saleh didampingi konsultan hukumnya Babun Najib, SH menyatakan bahwa elit Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah melakukan aksi serobot terhadap tanah milik PCNU seluas 5 hektar. Kejadian tersebut berlangsung sekitar empat tahun lalu, saat Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj baru setahun terpilih sebagai Ketua Umum PBNU.
‘’Waktu itu PCNU Batam dan PWNU Kepri memang tengah meminta bantuan agar PBNU memberikan solusi terhadap kebuntuan yang diderita PCNU tentang pembayaran Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO). Maunya kami mendapatkan keadilan, malah tanah tersebut dijual elit PBNU,’’ kata Kiai Khoirul, kemarin (31/7).
Diceritakan Kiai Khoirul, sebenarnya PCNU sudah melakukan kewajibannya yaitu membayar Rp.18.000.000, Bahkan pihaknya ketika itu sudah membawa uang Rp 1 miliar ke pihak otorita, namun uang itu ditolak tanpa diketahui alasannya.
“Pihak otorita sendiri menyarankan agar minta tolong ke PBNU mencari solusi,’’ jelas Kiai Khoirul Shaleh kepada wartawan.
PCNU bersama PWNU lalu mengadukan masalah ini ke PBNU. Lalu dicapai kesepakatan PBNU akan mencarikan solusinya. Andai di kemudian hari ada keputusan harus mempergunakan pihak ketiga yang memberi solusi, maka PBNU sepakat akan melibatkan PCNU dan PWNU.
‘’Namun kesepakatan itu tak pernah ditepati oleh PBNU, malah mereka menjual tanah tersebut sekitar 4 hektar. Andai solusinya main jual seperti itu, kami mestinya tidak perlu ke PBNU,’’ ujar Khairul yang dikenal sebagai pengusaha ini.
PCNU dan PWNU marah karena PBNU main serobot dan melakukan aksi jual sepihak. Hal itu tidak sesuai dengan kesepakatan yang disetujui bersama, bahwa dalam hal apapun yang menyangkut pemanfaatan tanah tersebut harus melibatkan PCNU dan PWNU.
‘’Kami menganggap PBNU serong dan tidak jujur. Bahkan mereka telah berlaku tiran kepada kami, sampai-sampai Bina Suhendra selaku Bendahara Umum PBNU marah-marah dan menantang berkelahi,’’ papar Kiai Khoirul.
Menurut Kiai Khoirul, Bina Suhendra mengklaim sepihak bahwa tanah tersebut sudah bukan haknya PCNU lagi, tetapi sepenuhnya hak PBNU. Karena pihak otorita sudah mengalihkan hak pengelolaan lahan (HPL) dari PCNU ke PBNU.
Begitu juga pengakuan dari Kiai Said Aqil. Menurut Khoirul, Said Aqil menyatakan bahwa tanah tersebut merupakan limpahan dari PWNU Kepri. “Padahal PWNU tidak pernah merasa memberikan hak tersebut kepada PBNU,” kata Kiai Khoirul.
Sengketa antara elit PBNU versus PCNU dan PWNU masih terus berlangsung. Karena pihak PBNU dituding melakukan aksi jual sepihak. Konon, tanah itu sudah dipecah-pecah. Yang 4 hektar dijual dengan harga Rp 16 miliar. Sedang sisanya 1 hektar diberikan kepada PWNU dan PCNU sebagai NU Center.
Sudah diketahui masyarakat luas bahwa tanah 4 hektar yang dijual itu jatuh kepada pengusaha etnis Tionghoa hasil kesepakatan dengan elit PBNU di Jakarta.
PWNU dan PCNU tidak terima dengan perlakuan tiran dan tidak adil ini dari PBNU. Mereka mengaku akan memprotes keras di muktamar dan bahkan tidak menerima laporan pertanggungjawaban Prof Dr KH Said Aqil Siradj.
Menurut konsultan hukum PCNU Batam, Babun Najib, SH pihaknya sedang mengumpulkan data-data dan bukti-bukti untuk membawa masalah ini ke ranah hukum. Karena perilaku elit PBNU ini main serobot dan bisa jadi masuk kategori penipuan. ‘’Ini termasuk white collar crime, kejahatan elit yang dilakukan kalangan elit di PBNU,’’ tegas Babun Najib.
Menurut Najib, andai PCNU nanti melakukan penuntutan dan penggugatan, maka pihaknya yakin bahwa hak PCNU bisa dikembalikan seutuhnya. Karena belum ada bukti bahwa hak tersebut telah dihapus dari otorita dan klausul lainnya bahwa hak itu telah dipindahtangankan.
Sementara Kiai Said Aqil ketika dikonfirmasi kasus tersebut tak merespon. Ketika di sms dua nomor handphone Said Aqil tak membalas. (BangsaOnline.Com)
2. Kasus Malang: Janji Bangun Islamic Center, Ternyata Bangun Seminari Kristen
Merasa Berdosa, Pemilik Tanah 1,8 H Depresi
MALANG, BANGSAONLINE.com – Masyarakat Kelurahan Karang Besuki, Kecamatan Sukun, Kota Malang, menuntut janji Prof Dr KH Said Aqil Siradj, yang juga Ketua Umum PBNU untuk mewujudkan janjinya membangun Islamic Center di kelurahan tersebut. Karena sudah sekian tahun janji itu tak pernah diwujudkan oleh Kiai Said. Malah tanah tersebut kini dibangun gedung seminari (Kristen).
‘’Masyarakat Karang Besuki Kota Malang berharap Kiai Said Said Aqil Siroj tidak ingkar janji, karena pembangunan Islamic Center, harapan pemilik lahan dan masyarakat sekitar. Bahkan saking senangnya pemilik lahan melepas tanah tersebut dengan harga yang sangat murah di bawah harga pasar, karena hitung-hitung amal jariyah apalagi yang membeli adalah seorang tokoh NU,’’ ujar Ketua Forum Independen Masyarakat Malang (FIMM), Subaryo, SH kepada wartawan di Malang, Sabtu (1/8).
Subaryo menceritakan kronologis kasus tanah seluas 1,8 hektar tersebut. Berdasarkan investigasi LSM yang dipimpinnya diperoleh sejumlah fakta, bahwa tanah tersebut semula milik H. Qosim, tokoh masyarakat kelurahan tersebut. H. Qosim adalah pengurus ranting NU Kelurahan Karang Besuki.
Saat itu, H Qosim bermaksud menjual tanah miliknya itu. Banyak yang menawar tanah tersebut. Cuma penawaran tertinggi datang dari yayasan seminari (Kristen) yang lokasinya memang tidak jauh dari lahan tersebut. Kabarnya yayasan seminari menawar Rp. 500 ribu per meter. Luas lahan milik H. Qosim yang hendak dijual seluas 1,8 hektar. Namun meski dapat penawaran cukup tinggi waktu itu, H. Qosim tak mau menjualnya karena yayasan tersebut adalah Yayasan Kristen.
Tak berapa lama, jelas Subaryo, muncul nama penawar baru yang mengaku KH. Said Aqil Siradj dari Jakarta. H Qosim tentu langsung paham siapa penawar baru itu karena ia juga pengurus NU ranting di kota Malang. Kiai Said Aqil Siradj adalah Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Karena ditawar kiai NU maka H Qosim tak berpikir panjang. Dengan penuh takdzim ia langsung sepakat menjual tanahnya kepada Kiai Said Aqil. Apalagi Kiai Said beralasan tanah tersebut akan dipakai untuk pembangunan Islamic Center.
H Qosim langsung mendatangi kediaman Kiai Said di Malang. Selain di Jakarta Kiai Said Aqil memang dikabarkan memiliki rumah di Malang. Yaitu di Perumahan Araya Malang. Saking senangnya dibeli Kiai Said Aqil, akhirnya H Qosim ikhlas lahan tersebut dibeli dengan harga tak sampai Rp 100 ribu per meter.
Ringkas cerita, H. Qosim menerima uang Rp 1,3 Miliar dari lahan seluas 1,8 hektar tersebut. Padahal seandainya H Qosim menjual ke yayasan seminari menerima Rp 9 miliar. ‘’Karena untuk amal jariyah semacam wakaf untuk pembangunan Islamic Center maka H Qosim merelakan uang sekitar Rp 7 miliar lebih kepada Kiai Said,” kata Subargio yang dikenal sebagai tokoh LSM di Malang. Namun betapa kecewanya H Qosim ketika tahu bahwa yang membeli tanah itu adalah pengusaha yang tak lain pengurus yayasan seminari yang pernah mengincarnya dulu. ”H. Qosim kaget dan hingga kini trauma dan depresi. Mungkin karena niatnya untuk amal jariyah tak kesampaian dia merasa berdosa. Wong niatnya untuk bangun Islamic Center, kok malah nyumbang untuk seminari,’’ papar Subaryo.
“Jadi Kiai Said hanya mediator atau semacam ‘’makelar’’. Persoalannya, tanah tersebut kini dikuasai pengusaha keturunan yang konon menjadi pengurus yayasan seminari tersebut,” kata Subaryo.
Kini H. Qosim jadi pembicaraan warga Karang Besuki, karena dia memang tokoh yang paling getol menolak untuk menjual lahannya ke seminari. Namun ternyata, akhirnya toh lahannya jatuh ke yayasan seminari juga. Karena itu hingga sekarang banyak warga yang mencibir dia, karena lahannya ternyata dijual ke seminari itu.
Menurut Subaryo, pihak korban pernah melakukan testimoni kepada PCNU Kota Malang lewat putra menantunya, DR. KH. Imam Muslimin, dosen Bahasa Arab Universitas Islam Negeri (UIN) Maliki Malang. PCNU Kota Malang waktu itu mewakili antara lain, KH. Marzuki Mustamar dan KH. Lutfi Abdul Hadi.
Dalam testimoni tersebut Kiai Imam Muslimin memaparkan kronologis hukum kasus tanah mertuanya tersebut hingga jatuh ke tangan seminari. Namun kasus tersebut tak berlanjut. KH. Lutfi Abdul Hadi, pengasuh PP. Al Ihsan Blambangan Krebet Bululawang Kab. Malang, ketika dikonfirmasi mengakui kalau kasus tersebut pernah dilakukan testimoni oleh DR. KH. Imam Muslimin dengan tujuan agar diadvokasi dan dicarikan solusi karena pihak korban mengalami depresi berat. Pihak korban penuh penyesalan telah menjual tanahnya ke pihak yang salah. ”Korban merasa tertipu, karena itu pihaknya mencari bantuan untuk mendapatkan solusi dari musibah yang menimpanya,” kata Kiai Lutfi Abdul Hadi.
Lalu bagaimana tanggapan Kiai Said Aqil Siradj? Ketika dikontak melalui seluarnya tak kunjung ada jawaban. Ada nada masuk tapi tak diangkat. Begitu juga ketika di-SMS tak membalas.
BERIKUT ISI PENOLAKAN 27 PWNU TERHADAP LPJ YANG TIDAK DI ANGGAP
Sebanyak 27 Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) meminta sidang pleno Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) diulang. Empat orang perwakilan PWNU pun menyatakan sikap penolakan terhadap LPJ PBNU itu.
Keempat orang perwakilan PWNU itu yakni Wakil Rais Syuriah PWNU Jawa Tengah, Dr KH Faflolan Musyaffa, Ketua PWNU Banten KH Makmur Masyar, Sekertaris PWNU Papua Barat KH Syahrudin Makky, dan Wakil Ketua Batsul Masail PBNU Dr KH Cholil Nafis.
Berikut isi surat pernyataan PWNU yang menolak LPJ PBNU yang dibacakan di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Selasa (4/8/2015):
Kami Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) yang bertandatangan di bawah ini menyatakan:
1. Meminta kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk melanjutkan dan membuka kembali sidang pleno laporan pertanggung jawaban (LPJ) agar peserta muktamar menyampaikan pandangan umumnya atas LPJ PBNU.
2. Menyesalkan langkah pimpinan sidang yang melakukan rekayasa penerimaan LPJ di hadapan peserta muktamar, antara lain dengan tidak memberikan waktu kepada peserta untuk menanggapi LPJ dan merekayasa forum seolah menyetujui LPJ padahal yang bersuara bukan peserta resmi.
3. Menolak anggapan atau klaim dari PBNU bahwa LPJ telah diterima peserta muktamar karena belum dilakukan pandangan umum oleh PWNU dan PCNU. [AW/NU Garis Lurus]