PANJIMAS.COM – Syaikh Al ‘Arify berkisah, Suatu hari teleponku berdering, “Assalamu’alaikum Syaikh Muhammad.”
“Ya, wa’alaikumussalam.”
“Wahai Syaikh, saya seorang dokter dan dosen pascasarjana di Malmo, Swedia. Saya juga sudah praktek selama lima tahun di salah satu rumah sakit Swedia. Di sini, wahai Syaikh di rumah sakit tempat saya tugas jika datang seorang pasien sakit keras dan si pasien sudah lama mengidap penyakit ini sementara peluang hidupnya sudah kecil maka mereka memberinya suatu gizi dan mencampurnya dengan zat penghilang rasa sakit dan suatu zat mematikan. Setelah dua atau tiga hari ia akan meninggal. Keluarga pasien pun hanya bisa pasrah menerima karena mereka menyangka bahwa kematiannya itu wajar.
Saya jawab, ”A’udzubillah (Aku berlindung kepada Allah)”
Kemudian dia menyela, “Maaf, wahai Syaikh pertanyaan saya belum selesei. Hari ini juga Syaikh saya bertugas di UGD lalu datanglah kepada kami seorang pasien muslim Warga Negara Swedia asli Pakistan yang menderita salah satu penyakit kronis. Penyakit ini parah dan sudah menjalar seluruh tubuhnya. Lalu mereka segera saja masukkan pasien tersebut ke unit khusus penderita-penderita yang sama dan memberinya zat pembunuh semisal tadi. Apa yang harus saya lakukan wahai Syaikh? Apakah sebaiknya saya beri tahu keluarga pasien atau tidak? Rekan saya sendiri pernah bilang kepada saya tentang jumlah orang yang telah mati terbunuh dengan cara ini dan dia pun bercerita tentang mereka dengan penuh emosional.
Saya benar-benar tak habis pikir dengan semua ini. Apa sebenarnya yang ada di benak mereka tentang arti kehidupan? Jabatan, Uang, Istana? Lalu jika ada di antara mereka yang mulai tak berdaya hanya karena sakit lantas mudah saja mereka menganggap baginya hidup sudah tak ada lagi gunanya. Lalu kenapa mereka mau hidup? Apa gunanya mereka juga hidup? Apakah makan untuk hidup ataukah hidup untuk makan?
Mereka sama sekali tak memahami bahwa keadaan seseorang itu meskipun ia terbaring sakit tak berdaya tetaplah nyawa sangat berharga. Apalagi seorang mukmin boleh jadi karenanya Allah naikkan derajatnya. Bukankah apabila ia bertasbih bernilai sodaqoh? Bertahmid juga sodaqoh? Bertahlil pun sodaqoh?
Tidakkah ia tahu bahwa setiap sakit yang ia rasa sampai duri pun menusuknya melainkan Allah hapus dosa-dosanya. Berapa banyak orang yang sakit tetapi sakitnya itu menjadi pintu baginya masuk surga.
Imam Ahmad berkata, ”Kalaulah bukan karena cobaan di dunia ini tentulah kita datang pada hari kiamat dalam keadaan pailit (merugi).”
Lihatlah pula kabar gembira dari baginda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,“tidaklah seorang mukmin ditimpa rasa letih, kecemasan, kesedihan, rasa sakit hingga duri yang menusuknya melainkan Allah hapuskan sebagian dari kesalahannya.” [Bukhari & Muslim]
“Cobaan itu akan senantiasa menimpa seorang mukmin pada keluarganya, harta dan anaknya sampai ia berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak mempunyai dosa. [HR. Ahmad]”
“Hari kiamat kelak segenap manusia menginginkan andaikan dahulu kulitnya dipotong-potong dengan gunting di dunia karena mereka melihat betapa besar balasan bagi ahli musibah.” [HR. Baihaqi]
“Besarnya balasan setimpal dengan beratnya ujian dan sesungguhnya Allah apabila mencintai suatu kaum Dia akan mengujinya. Barangsiapa yang ridha maka Dia pun ridha denganNya dan barangsiapa yang murka (tidak ridha) maka dia akan peroleh kemurkaanNya.” [HR. Turmudzi]
“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin bahwa seluruh urusannya adalah baik baginya dan tidaklah memperolehnya kecuali seorang mukmin. Tatkala mendapat kesenangan ia bersyukur maka yang demikian itu kebaikan baginya. Sebaliknya manakala dia tertimpa kesusahan ia pun bersabar maka yang demikian itu juga kebaikan baginya.” [HR. Muslim]
Wahai saudara-saudariku yang sedang sakit -apapun sakitnya- ridha lah dengan apa yang Allah taqdirkan padamu. Ketahuilah jika dirimu mampu bersabar dan mengharap pahala padaNya jadilah ia penebus dosa-dosa dan naiklah derajatmu.
Dengan keridhaan dan tawakkalmu kepada Allah Yang Maha Penyayang kau tunjukkan bagi siapa pun yang mengunjungimu agar mereka tahu bahwa Allah memiliki hamba-hamba luar biasa sepertimu yang selalu mencintaiNya, ridha dengan ketentuanNya, bersabar atas ujianNya. Orang-orang seperti inilah yang senantiasa Allah banggakan di depan penghuni langitNya dan menjadikan mereka suri tauladan yang baik bagi seluruh penduduk dunia.
Untaian Nasihat dari Kitab ‘Aasyiqun Ila Ghurfatil ‘Amaliyat. [AH/ganang]