TIONGKOK (Panjimas.com) – Seorang pria warga Tiongkok memerlukan penanganan darurat untuk matanya setelah berjam-jam ngobrol dengan pacarnya melalui aplikasi pesan di ponsel miliknya dalam keadaan gelap.
Pria berusia 26 tahun yang “chatting” selama berjam-jam dalam kegelapan itu terancam buta setelah retinanya lepas dari bagian belakang matanya.
Pria tersebut menderita kondisi ablasi retina setelah menggunakan aplikasi messaging, WeChat, di ponselnya hampir terus-menerus selama beberapa hari dan juga pada malam hari.
Dokter mendiagnosis kondisi mata pria itu dapat menuju kebutaan sehingga dokter membawa si pasien ke ruang operasi darurat untuk memperbaiki masalah pada retina matanya.
Tanpa pengobatan yang tepat, kondisi tersebut dapat menyebabkan kebutaan pada mata yang mengalami retina lepas. Retina adalah bagian mata yang sensitif terhadap cahaya dan mengirimkan pesan ke otak melalui saraf optik.
Pria Tionghoa itu sebelumnya pernah mengeluh mengalami kilatan tiba-tiba di garis penglihatannya, yang merupakan tanda umum bahwa retina mata telah terpisah.
Kondisi itu terjadi ketika lapisan tipis di bagian belakang mata seseorang – retina – mulai menarik diri dari pembuluh darah yang memasok oksigen dan nutrisi.
Kondisi tersebut biasanya menyerang orang berusia antara 50-70 tahun. Namun, para ilmuwan mengatakan ada peningkatan jumlah penderita pada orang-orang yang masih muda, dan penggunaan smartphone terus-menerus sebagai salah satu penyebabnya.
Situs Medical Daily melaporkan pria Tionghoa yang hampir kehilangan penglihatannya itu memakai ponsel terus-menerus sepanjang hari dan selama beberapa jam di tempat tidur pada malam hari.
Seorang ahli mata bernama Yu Bin mengatakan pada Want China Times bahwa kondisi tersebut adalah kasus yang ekstrim. Akan tetapi, Yu Bin juga mengatakan seseorang bisa saja mengalami ablasi retina akibat penggunaan ponsel yang berlebihan.
Para ahli mata mengatakan menatap layar perangkat elektronik, seperti ponsel dan komputer tablet, dapat menyebabkan ketegangan pada mata seseorang.
“Mata kita telah dirancang untuk melihat secara tiga dimensi,” Kata Andrea Thau, seorang dokter mata di New York City kepada NBC News.
“Jadi, sekarang ini mata kita cenderung (dipaksa) lebih fokus karena kita harus mencoba menemukan bentuk tiga dimensi (3D) pada layar dua dimensi secara dekat,” ungkapnya.
Tahun lalu seorang ahli bedah mata memperingatkan bahwa terjadi lonjakan kasus rabun dekat di kalangan anak muda akibat penggunaan smartphone.
Pendiri Focus Clinics, David Allamby mengatakan, telah terjadi peningkatan 35 persen pada jumlah orang yang menderita rabun dekat sejak peluncuran smartphone pada 1997.
David juga mengatakan bahwa angka tersebut bisa meningkat hingga 50 persen dalam sepuluh tahun ke depan. [AW/Antara]