KARANGANYAR, (Panjimas.com) – Tugas berat yang diemban seorang dai pedalaman sangatlah sulit. Ustadz Yahman (34) dalam satu pekan sudah memiliki jadwal berdakwah hampir 4 tempat, dengan jarak tempuh yang jauh di wilayah pegunungan Lawu, Karanganyar. Terbayang medan yang berat, berkelok dan berliku, naik turun bukit, dan masuk hutan.
Aktifitasnya menjadi dai pedalaman sudah mendarah daging sejak masih lajang. Kini setelah memiliki istri dan 3 anak, Ustadz Yahman tetap bersemangat menularkan ilmunya. Hal itu karena ia berazam kuat akan terus dilakukan hingga akhir hayat.
“Saya itu insyaAllah akan terus berdakwah. Ini sudah menjadi hobi kalau orang bilang. Tapi semua ini saya niatkan mencari ridho Allah, karena dipelosok itu umat benar-benar masih dangkal ilmu agama. Saya sebenarnya bukan Ustadz karena saya mengakui ilmu agama saya masih dangkal. Teng mriki niki ilmu yang sedikit seperti saya ini masih sangat dibutuhkan,” katanya, Kamis (8/11/2018).
Relawan IDC sempat membuktikan sendiri ikut membersamai Ustadz Yahman saat jadwal mengajar di Desa Melikan, Ngargoyoso, Karanganyar. Dari rumahnya, Ngasinan, Karangbangun, Matesih, Karanganyar, harus menempuh perjalanan hampir 1,5 jam dengan motor. Agar tidak terlambat, ia harus mempersiapkan diri bada dhuhur agar sampai dilokasi salah satu warga tepat pukul 14:00 WIB.
Perjalanan di daerah pedalaman memang memiliki tantangan tersendiri. Jalan menanjaki bukit dan gunung, Ustadz Yahman harus gesit mengendarai motor. Berkelok dan kontur aspal rusak butuh ektra kehati-hatian. Apalagi, harus masuk hutan karet, hutan jati, dan sawah ladang, jika terjadi kerusakan motor atau ban kempes betapa kerepotan yang teramat sangat dialami Ustadz Yahman. Belum jika musim hujan tiba, jalan menjadi licin dan becek.
Di desa Melikan, Ustadz Yahman sudah ditunggu belasan ibu-ibu yang haus akan tuntunan Islam. Sebelum memulai pelajaran tahfidz Quran Juz Amma, ia memberikan materi hadits Rosulullah yang sering dijadikan rujukan kegiatan bermasyarakat. Mereka tampak bersemangat menyimak penyampaian Ustadz Yahman. Kegiatan mengaji disini berakhir pukul 16:00 WIB, karena ia harus melanjutkan lagi perjalanan 1 jam untuk mengajar di desa lain yang jadwalnya dimulai bada magrib.
Pekerjaan Serabutan Biaya Hidup Kekurangan
Ustadz Yahman bersama dai pedalaman lainnya sering kali berbagi tugas jika mereka ada yang ijin, untuk saling melengkapi. Namun dibalik kegigihannya dalam mendakwahkan Islam, ia tak menelantarkan keluarganya. Apapun ia lakukan asal ada pemasukan untuk menghidupi istri dan ketiga anaknya. Jika ada tawaran proyek pembangunan, tak segan ia menjadi kuli bangunan bergaji 60 ribu/hari. Jika sedang sepi, ia titipkan krupuk dan karak milik temannya seharga 10 ribu/bungkus dengan keuntungan Rp 1.200,- saja ke warung-warung.
Sementara itu, Suparti (34) sang istri hanya sebagai ibu rumah tangga yang mengurusi ketiga anaknya, Rijalul Fikri, Fadhilah Mumtazah dan Fariz Ghoizan. Hidup di pedalaman, keluarga Ustadz Yahman masih beruntung karena memiliki sawah ladang yang dikelola orang tuanya. Ia terkadang ikut membantu panen dan memperoleh bagian jika musim panen tiba.
Saat ini, motor suzuki warna biru yang Ustadz Yahman yang dipakai sehari-hari adalah pinjaman dari temannya yang sama-sama dai pedalaman, bernama Ustadz Yusuf. Hanya ketika ada jadwal mengajar, ia berkonsekwensi harus mejemputnya untuk bisa berangkat bersama berboncengan.
“Motor niki kagungane mas Yusuf, teman saya dai pedalaman juga. Kalau kami berangkat ya berboncengan bersama. Sebenarnya suruh bayar, tapi saya belum ada dana. Alhamdulillah bisa dipakai dulu,” tuturnya.