BANTEN, (Panjimas.com) – Demi nyawa anaknya, Susanto (28) nekat berjalan kaki dari pelosok Banten menuju Istana Negara Jakarta untuk menjual ginjalnya kepada Presiden Jokowi seharga 1,2 miliar. Dana itu dibutuhkan untuk biaya berobat Adrian Saputra (5), anak semata wayangnya yang harus menjalani cangkok (transplantasi) hati.
Warga Kampung Kalapa Cagak, RT 01 RW 07, Desa Teluk Lada, Kecamatan Sobang, Pandeglang, Banten ini, rela menempuh jarak ratusan kilo dari kampung halamannya dengan berjalan kaki menuju istana negara, demi bertemu Presiden RI Joko Widodo. Sebuah spanduk pun ia bentangkan dengan tulisan; “Pak Jokowi Tolong Beli Ginjal Saya, Anak Saya Butuh Operasi 1,2 M.”
Nahasnya, jangankan keinginanannya menjual ginjal terwujud, bertemu dengan Presiden RI yang gemar blusukan itu saja tak bisa. Ia pun diusir dari istana oleh Paspampres.
“Waktu ke Istana Negara, saya sampai gerbang itu langsung diusir, meskipun sudah hampir masuk ke pos, lalu penjaga pos yang ngusir. Katanya, Pak Jokowi bukan mengurusi masalah seperti ini, Presiden hanya mengurusi masalah bencana,” kata Susanto kepada Relawan IDC yang membesuknya.
Sebetulnya Adrian Saputra lahir dalam keadaan normal. Hingga berusia 2 tahun, ia tumbuh menjadi batita yang sehat, ceria, lucu, imut dan menggemaskan. Memasuki usia tiga tahun, semua keceriaan hilang ketika ia menderita gizi buruk, hepatitis B dan gagal hati. Putih matanya berubah warna menjadi kuning, perutnya membuncit, lalu tangan dan kakinya mengecil.
Untuk memenuhi biaya berobat tersebut, Waskem (30) sang istri tercinta, rela berpisah dari buah hatinya bekerja menjadi TKW di Taiwan. Namun biaya yang dikirim ke tanah air juga tak bisa diharapkan untuk mencukupi biaya berobat.
Kini, Susanto tak tahu lagi, harus ke mana meminta bantuan. Upah sebagai buruh tani sama sekali tak bisa diandalkan.
Tak sanggup lagi melihat buah hatinya menderita gizi buruk, hepatitis B dan gagal hati lebih dari tiga tahun, Susanto pun melakukan aksi nekat hendak menjual ginjal kepada Presiden Jokowi. Ia sudah tak mampu lagi membayar biaya berobat Adrian.
“Saya ini hanya buruh tani, berapa sih gaji saya, dari mana saya mendapatkan uang sebanyak itu, selain saya mengorbankan kesehatan saya,” tuturnya melas.
Perkiraan biaya berobat sebesar Rp 1,2 M tersebut, ia peroleh dari salah seorang dokter spesialis penyakit dalam gastro entero hepatologi, ketika anaknya berobat ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta Pusat.
“Memang itu biaya transplantasi hati. Soalnya sudah banyak yang melakukan transplantasi hati, bukan hanya saya,” tuturnya.
Susanto sempat kecewa, pasalnya, sebagai orang tua, dirinya merasa sedih dan terbebani ketika Adrian divonis harus melakukan transplantasi hati dengan biaya yang sangat besar.
Sampai berita ini diturunkan, Adrian masih tergolek lemah di RSCM. Kondisinya sangat lemah, matanya menguning, perutnya membusung dan badannya kurus. Ia dipindah dari RSUD Tangerang karena mengalami demam tinggi.
Keluarga Shalih, Rajin Beribadah Dan Baik Di Mata Warga
Warsa (41), paman Susanto menyebut aksi jual ginjal yang dilakukan keponakannya itu sebagai upaya terakhir yang bisa dilakukannya.
Pasalnya, Susanto selama ini sudah pontang-panting mencari biaya berobat untuk Adrian. Sebagai kepala keluarga, ia sudah gali lobang tutup lobang kepada tetangga sekitar, untuk memenuhi biaya berobat. Bahkan, kepergian sang istri tercinta menjadi TKW, tak lain demi memenuhi biaya berobat sang anak.
“Saya pertama mendengar itu lewat media, sebelumnya dia ngga cerita kalau mau jual ginjal. Tahu-tahu, di berita itu ada Susanto mau jual ginjal untuk pengobatan Adrian. Setelah saya tahu kan saya telpon, dia bilang, iya, sudah tidak nemu jalan lagi,” kata Warsa kepada tim survey Relawan IDC di Kampung Kalapa Cagak, Teluk Lada, Sobang, Pandeglang, Banten.
Menurut Warsa, keponakannya itu selama ini dikenal sebagai pria yang shalih dan giat bekerja. Susanto tak henti-hentinya setiap malam memohon doa untuk kesembuhan putranya.
“Susanto itu rajin ibadah, kalau malam itu dia ngaji, berdoa supaya Adrian itu cepat sembuh dan berharap dia itu menemukan jalan untuk berobat anaknya,” imbuhnya.
Pernyataan itu diaminkan oleh Ubid Subroto, selaku tokoh masyarakat setempat. Selain pria shalih, Susanto dikenal warga sebagai pria yang baik dalam bergaul.
“Susanto sendiri dalam pergaulan di masyarakat sangat baik, taat ibadah, makanya semua masyarakat di sekitar sini sangat perhatian dan prihatin,” ucapnya.
Tak heran jika selama ini, warga kampung selalu menunjukkan sikap solidaritas kepada Susanto dan anaknya. Setiap malam hari, ada saja warga yang bergiliran menemani Susanto, berjaga rumah.
Para pemuda setempat juga pernah melakukan penggalangan dana keliling kampung guna membantu biaya berobat anak Susanto. Tapi hasilnya jauh dari cukup.
Alhamdulillah, IDC telah menyalurkan donasi kaum Muslimin untuk membantu Adrian sejak di rawat di Banten hingga di RSCM. Tapi jumlahnya tidak seberapa, sekedar untuk meringankan beban selama menunggu di rumah sakit.
Butuh Susu Dan Biaya Hidup Selama Berobat di Rumah Sakit
Susanto bersyukur, setelah aksi nekatnya menjual ginjal, kini Adrian mulai mendapatkan perhatian dari berbagai pihak. Bahkan, Gubernur Banten Rano Karno menyatakan siap membiayai pengobatan Adrian.
“Ya saya baca di media, Pak Rano Karno siap pasang badan,” kata Susanto.
Ia berharap, janji-janji para pejabat tersebut bisa terealisasi demi kesembuhan Adrian, putra semata wayangnya.
Saat ini, meski pihak BPJS sudah berjanji akan menanggung seluruh biaya pengobatan, namun Susanto masih terbebani dengan biaya lain yang tidak ditanggung oleh BPJS.
Salah satunya, Adrian yang kini sedang dalam masa penyembuhan gizi buruk, harus mengonsumsi susu Peptamen yang harganya sangat mahal. Harganya, sekitar Rp 245 ribu/850 mililiter dan hanya cukup dikonsumsi sampai tiga hari saja. Untuk satu bulan, ia memerlukan dana sekitar 2,5 juta hanya untuk pengadaan susu.
“Ya, yang saya pusing itu beli susunya yang mahal. Sekali beli Rp 245 ribu, itu pun hanya untuk dikonsumsi tiga hari,” ujarnya.
Tak hanya itu, Susanto juga butuh biaya hidup selama menunggu anaknya di rumah sakit, seperti makan, minum, transportasi dan sebagainya.Padahal selama di rumah sakit, ia tak lagi bisa bekerja sebagai buruh tani seperti sedia kala. Untuk itu ia berharap ada muhsinin yang membantu meringankan beban hidupnya.
“Saya minta doa dan dukungan kaum Muslimin, supaya anak saya cepat sembuh dan cepat ditangani dengan baik,” ujarnya.
Meski cobaan hidup yang dialaminya cukup berat, Susanto tak berputus asa, ia hanya bertawakal kepada Allah Ta’ala dan berpegang teguh pada sebuah prinsip yang diyakininya dari firman Allah: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (QS. Al-Baqarah 286).