Kaki kiri yang sudah diamputasi sering terasa nyeri hebat, sedangkan kaki kanannya yang sudah mati harus segera diamputasi. Untuk hidup mandiri dan bekerja mencari nafkah, ia butuh penyempurnaan kaki supaya bisa berjalan. Butuh uluran tangan kaum Muslimin untuk biaya amputasi kaki kanan dan pengadaan sepasang kaki palsu.
PURWAKARTA, Infaq Dakwah Center (IDC) – Sudah sepuluh tahun Ahmad Alingkara hidup tak berdaya di atas kursi roda. Kaki kirinya telah diamputasi tapi sering terasa nyeri tak terperikan, sementara kaki kanannya sama sekali tak bisa berfungsi.
Hidup menumpang di rumah mertua, korban tabrak lari truk pengangkut batu itu tak bisa lagi mencari nafkah. Profesi sopir kini hanya tinggal kenangan. Segala aktivitas harian maupun shalat dan ibadah lainnya dilakukan di atas kursi roda.
Awalnya tak mudah menerima kenyataan hidup yang amat pahit. Pria yang dulu adalah pemuda gagah, pekerja keras dan banyak aktivitas, kini menjadi seorang yang lemah di atas kursi roda.
Beruntung pria kelahiran 11 April 1874 ini masih punya iman. Ia pun menghadapi musibah yang dialami yang harus dihadapi sepenuh tawakkal dengan mendekatkan diri kepada Allah. Baginya, musibah adalah bagian dari ujian hidup yang harus dijalani dengan tabah dan sabar.
“Saya mah terima sajalah kondisi seperti ini, yang penting saya diberikan kekuatan iman supaya tidak putus asa. Alhamdulillah shalat lima waktu nggak pernah tinggal. Sekarang sudah di dunia, jangan sampai susah di akhirat,” ujarnya kepada Relawan IDC yang mengunjunginya di Nagrak, Darangdan, Purwakarta, Jawa Barat.
Saat ini, cacat bekas amputasi kaki kirinya masih bermasalah sehingga sering terasa sakit yang tak tertahankan. Bila kumat, rasa sakitnya datang berhari-hari.
“Pernah saya kasih balsem, habis satu botol tetap saja sakit. Kadang kalau kambuh itu sampai berhari-hari, sampai saya guling-guling. Makanya kalau malam harus pakai sarung kaki, kalau siang harus dibungkus, tidak boleh kena dingin,” terangnya.
…Ia sedih tak bisa hidup mandiri menafkahi keluarga. Impiannya saat ini adalah bisa berjalan mencari nafkah dengan dukungan dua buah kaki palsu. Untuk itu, kaki kanannya harus diamputasi terlebih dahulu…
PERNAH DIREKRUT MENJADI PENGEMIS
Selain itu, dengan kondisinya yang cacat, Alingkara tak mampu lagi beraktivitas mencari nafkah seperti dulu dan hidup dalam kondisi memprihatinkan.
“Saya tidak ada pemasukan. Makanya saya pernah usul ke Lurah, kalau dapat raskin jangan sampai saya harus nebus. Sudah dua kali saya tidak bisa nebus raskin. Mungkin bagi orang kaya uang enam ribu mungkin tidak ada apa-apanya untuk nebus raskin tiga liter, tapi bagi saya sulit. Kadang saya sampai malu minta-minta, nagih raskin ke kelurahan,” tuturnya.
Hidup dalam dalam kondisi susah dan menderita, rupanya Alingkara jadi incaran para sindikat pengemis. Oleh sindikat pengepul pengemis, cacat kakinya dianggap sebagai komoditas untuk memelas iba di pinggir jalan. Ia pernah akan direkrut oleh sebuah kelompok pengemis.
“Saya tolak mentah-mentah itu. Apa tidak bisa ada jalan lain selain mengemis? Karena saat ini belum ada peluang untuk usaha, saya mesti sabar dulu, meskin kondisi saya dalam keadaan lapar,” tegasnya.
…Hidup susah dan menderita, Alingkara jadi incaran rekrutan para sindikat pengemis. Cacat kakinya dianggap sebagai komoditas untuk memelas iba di pinggir jalan…
KORBAN TABRAK LARI, BIAYA OPERASI BELUM LUNAS
Kisah nahas Alingkara bermula sepuluh tahun lalu, ketika dirinya tengah mencari nafkah sebagai sopir angkot. Mobil angkot yang tengah diparkirnya di pinggir jalan itu tiba-tiba dihantam sebuah truk besar pengangkut batu split. Truk yang mengalami rem blong itu terbalik setelah menabrak angkot Alingkara.
Masih di dalam angkot, Alingkara terluka parah dan nyaris tewas karena terkubur batu split yang diangkut truk.
“Saya mengalami kecelakaan pada tahun 2006, ketika di pinggir jalan ada mobil truk remnya blong sehingga menabrak saya. Jadi, truk yang blong rem itu terbalik, batu split di truk itu sampai ngurugin saya,” kenangnya.
Parahnya, usai kecelakaan tersebut sang pengemudi truk tak mau bertanggungjawab dan memilih melarikan diri. Alingkara yang ketika itu dalam kondisi terluka parah dan dirawat di rumah sakit, terpaksa harus menanggung sendiri biaya operasi amputasi dan rawat inap di rumah sakit selama empat bulan. Biaya yang mencapai puluhan juta rupiah pun hingga kini belum terlunasi.
“Saya sampai saat ini masih punya utang kepada Rumah Sakit Bayu Asih. Saya terus terang saja sama pihak rumah sakit, istri saya sudah berbulan-bulan nungguin di sini, saya mau pulang, terus diizinkan pulang, soal sangkutan biaya diurus nanti saja. Tapi ada pegawai rumah sakit yang bilang ke saya, kalau nanti ada yang nagih, sampaikan saja, kondisi saya kan sudah tuna daksa seperti ini, masa pihak rumah sakit pemerintah tidak ada kebijaksanaan?” ujarnya.
…Beban berat yang dipikul Alingkara adalah beban kita juga, karena persaudaraan setiap Muslim ibarat satu tubuh. Jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh lainnya otomatis terganggu merasakan kesakitan juga…
INFAQ DARURAT PEDULI KASIH SESAMA MUKMIN
Kesedihan Ahmad Alingkara yang paling mendalam saat ini adalah ketidakmampuan hidup mandiri dan menafkahi keluarga. Karenanya, impiannya saat ini adalah hidup normal dan mencari nafkah dengan dukungan dua buah kaki palsu. Untuk bisa memakai kaki palsu pun, kaki kanannya yang sudah tidak berfungsi harus diamputasi terlebih dahulu. Tentunya ia perlu dana yang tidak sedikit.
Padahal kondisi Alingkara saat ini serba susah. Jangankan untuk biaya operasi amputasi, untuk makan saja sulit. Satu-satunya solusi saat ini adalah ukhuwah islamiyah. Ia berharap kaum Muslimin terketuk hati untuk membantunya.
“Saya memohon bantuan kepada kaum Muslimin dan Muslimat. Saya mengalami musibah kecelakaan 10 tahun yang lalu, sampai saat ini saya tidak bisa berjalan. Mudah-mudahan kepada semua yang telah melihat saya dalam kondisi seperti ini, bisa membantu amputasi kaki saya yang tinggal sebelah,” ujarnya sambil memegangi kaki kanannya yang sudah mengecil.
Beban berat yang harus dipikul Alingkara adalah beban kita juga, Karena persaudaraan setiap Muslim ibarat satu tubuh. Jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh lainnya otomatis terganggu karena merasakan kesakitan juga.
“Perumpamaan kaum mukminin dalam cinta-mencintai, sayang-menyayangi dan bahu-membahu, seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh anggota tubuhnya yang lain ikut merasakan sakit juga, dengan tidak bisa tidur dan demam” (Muttafaq ‘Alaih).
Infaq untuk membantu meringankan beban Alingkara insya Allah akan mengantarkan menjadi pribadi beruntung yang berhak mendapat kemudahan dan pertolongan Allah Ta’ala. Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa menghilangkan kesulitan seorang mukmin di dunia, maka Allah akan melepaskan kesulitannya pada hari kiamat. Barang siapa memudahkan orang yang tengah dilanda kesulitan, maka Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat…” (HR Muslim).
Infaq untuk membantu operasi kaki dan pengadaan kaki palsu Alingkara bisa disalurkan dalam program Infaq Darurat IDC:
- Bank Muamalat, No.Rek: 34.7000.3005 a.n: Yayasan Infaq Dakwah Center.
- Bank BNI Syariah, No.Rek: 293.985.605 a.n: Yayasan Infaq Dakwah Center.
- Bank Mandiri Syar’iah (BSM), No.Rek: 7050.888.422 a.n: Yayasan Infaq Dakwah Center.
- Bank Mandiri, No.Rek: 156.000.728.7289 a.n: Yayasan Infaq Dakwah Center.
- Bank BRI, No.Rek: 0139.0100.1736.302 a.n: Yayasan Infaq Dakwah Center.
- Bank CIMB Niaga, No.Rek: 675.0100.407.006 a.n Yayasan Infak Dakwah Center.
- Bank BCA, No.Rek: 631.0230.497 a.n Budi Haryanto (Bendahara IDC)
CATATAN:
- Demi kedisiplinan amanah dan untuk memudahkan penyaluran agar tidak bercampur dengan program lainnya, tambahkan nominal Rp 3.000 (tiga ribu rupiah). Misalnya: Rp 1.003.000,- Rp 503.000,- Rp 203.000,- Rp 103.000,- 53.000,- dan seterusnya.
- Laporan penyaluran dana akan disampaikan secara online di: infaqdakwahcenter.com.
- Bila bantuan sudah tercukupi/selesai, maka donasi dialihkan untuk program IDC lainnya.
- Info: 08999.704050, 08567.700020; PIN BB: 2AF8061E; BBM CHANNEL: C001F2BF0