(Panjimas.com) – Manusia dicipta dengan fitrah cenderung pada kebaikan. Salah satu bentuk kebaikan di dunia ini adalah keindahan. Keindahan bisa berujud benda yang bisa dilihat, suara yang bisa didengar, juga keadaan yang bisa dirasakan.
Alam dunia yang Allah ta’ala cipta sebagai tempat hidup manusia, sejak mula dibikin indah memesona. Dedaun hijau, air jernih, dan langit bersih, semua itu pemandangan yang indah. Gemericik air, kicauan burung, dan desiran angin, semuanya alunan musik alam yang indah. Keteduhan pohoh, kehangatan mentari, dan melimpahnya bahan pangan di alam juga adalah keindahan yang menumbuhkan rasa damai, nyaman, tenteram.
“Sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai keindahan.” (Hr. Muslim).
Allah subhanahu wa ta’ala udah ngasih yang terbaik buat hamba-hambaNya sebagai nikmat yang nggak ternilai harganya. Yup, keindahan alam adalah nikmat yang sangat mahal, bahkan nggak bisa terbayar dengan sebanyak apa pun mata uang yang paling tinggi nilainya. Jangankan alam, lukisan aja nggak semuanya bisa dibayar pakai duit jutaan. Ada pelukis yang menyobek-nyobek karyanya saat ditawar puluhan juta.
Keindahan alam adalah kenikmatan super besar, yang sekaligus cobaan dariNya. Umat manusia dicoba dengan cara dihadapkan padanya. Apa yang kita lakukan padanya, Allah ta’ala menyaksikan dan menilainya.
Kita, kaum muda Muslim yang lahir dan tumbuh di zaman modern, di tengah lingkungan industri, dapat tantangan besar dalam menghadapi cobaan keindahan alam. Allah ta’ala ingin kita menjaga keindahan itu, tapi budaya yang ada mengajarkan sebaliknya. Mayoritas manusia yang hidup di sekitar kita cenderung ingin merusaknya. Mereka berdalih mau bikin keindahan baru. Tapi itu omong kosong. Keindahan artifisial adalah keindahan semu, keindahan palsu. Kalo tanaman bunga asli menghasilkan oksigen buat memenuhi kebutuhan pokok manusia, tanaman bunga imitasi menghasilkan gas beracun dalam proses pembuatannya. Kalo tanaman bunga asli jadi pupuk alami setelah mati, tanaman bunga imitasi jadi sampah yang sulit terurai setelah nggak dipakai lagi. Ini satu contoh aja.
Keindahan artifisial dicipta dengan mengorbankan keindahan alam yang Allah ta’ala karuniakan. Warna-warna dan bentuk-bentuk baru dicipta lewat proses yang mengorbankan keindahan alam. Keindahan-keindahan baru yang semu harus lewat pintu industri yang menebar pencemaran. Pencemaran adalah satu-satunya perkara yang merusak keindahan alam yang Allah ta’ala karuniakan.
“Dan apabila dikatakan kepada mereka, ‘Janganlah berbuat kerusakan di bumi,’ mereka menjawab, ‘Sesungguhnya kami justru orang-orang yang melakukan perbaikan.’ Ingat, sesungguhnya merekalah yang berbuat kerusakan, namun mereka tak menyadari.” (al-Baqarah: 11-12).
Di ayat berikutnya, orang munafiq mengaku pintar dan orang yang taat kepada Allah ta’ala dibilang bodoh. Lalu Allah ta’ala langsung mematahkan pendapatnya, Dia berfirman kalo mereka sendirilah orang yang kurang akal alias bodoh.
Kita kaum muda Muslim mesti jadi orang pintar, orang yang taat kepada Allah ta’ala yang memerintahkan hamba-hambaNya untuk mensyukuri nikmatNya, termasuk keindahan alam. Jangan sampai kita tertipu ulah kaum yang suka bikin keindahan semu dengan cara merusak keindahan alam yang penuh manfaat buat kehidupan. Yuk mari kembali ke fitrah, yuk mari kembali ke alam! Begitulah cara mensyukuri kenikmatan. Wallahu a’lam. [IB]