(Panjimas.com) – Orang hidup tuh kayak orang mendaki gunung. Pertamanya naik menyusuri lereng sampe puncak, lalu perlahan turun. Makin di atas, makin luas bentang alam yang bisa dilihat. Masa muda diibaratkan saat si pendaki berada di puncak gunung. Masa muda adalah puncak usia, puncak kekuatan dan kemampuan bekerja.
Sebelum mengalami masa muda, tiap orang pasti melewati masa kanak-kanak. Masa ini diibaratkan mendaki lereng menuju puncak gunung. Setelah sampe puncak, sekian waktu kemudian ia kembali turun menyusuri lereng sampai ke kaki gunung. Itulah ibaratnya masa tua. Makin tua, orang makin nggak berdaya, bahkan bisa kembali kayak bayi yang apa-apa mesti diladeni. Masa muda menuju renta adalah masa turunnya kemampuan. Siklus kehidupan kayak gini memang sudah Allah ta’ala tetapkan.
“Allah-lah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dan Dia Maha Mengetahui, Mahakuasa.” (ar-Ruum: 54)
Sumber daya manusia adalah aset vital kehidupan di dunia. Manusia Allah ta’ala pilih sebagai khalifah, wakilNya dalam mengelola alam semesta. Tugas khalifah adalah memenej interaksi dan pendayagunaan semua elemen yang ada di dunia ini dengan baik, seimbang, proporsional, nggak merugikan pihak-pihak tertentu; singkatnya, bijaksana. Kenapa mesti begitu? Karena kalo interaksi antar makhluk nggak harmonis dan pendayagunaan sumber daya yang ada nggak efektif dan efisien, terjadilah kerusakan di kehidupan. Dan dampak kerusakan itu bakal mengenai semua elemen yang ada.
Udah dijelaskan di atas kalo masa muda adalah puncak kemampuan, so, kaum muda boleh dibilang sebagai inti sumber daya manusia. Pemudalah generasi yang mampu diandalkan buat melaksanakan tugas kekhalifahan.
Masa remaja adalah permulaan masa muda. Lembaran kanak-kanak mulai ditutup saat memasuki masa ini. Halaman baru dibuka dan isinya berbeda. Kalo kemarin berisi cerita imaji dan permainan, lembar ini berisi realitas kehidupan. Memasuki usia baligh adalah saat memasuki kehidupan sosial yang nyata. Manusia dari zaman ke zaman udah sadar akan tonggak peralihan yang satu ini. Terbukti, berbagai suku bangsa di dunia punya tradisi khusus saat menyambut kehadiran masa baligh keluarganya.
Dalam tradisi Arab Badui misalnya, memasuki usia baligh, seorang anak mulai dibolehkan bergabung sama orang dewasa buat kerja cari maisyah. Ia juga mulai dibolehkan melewati batas antar bani (keluarga) biar jadi bagian yang aktif dari baninya. Dalam tradisi lain, anak lelaki yang masuk masa baligh dilatih merasakan sakitnya luka dalam perang. Caranya adalah dipukul, dicabut giginya, atau dirajah wajahnya. Dan remaja putri diwajibkan mengasingkan diri dan puasa, sebagai persiapan fisik dan mental jadi seorang istri dan ibu. Ada juga tradisi kuno yang mengajak remaja 14 tahun terjun ke medan perang. Memasuki abad ke-20, kemandirian remaja dilatih dengan berbagai kegiatan, di antaranya kepanduan, yang di Indonesia disebut Pramuka. Di perkampungan ada organisasi Karangtaruna, dan di institusi pendidikan ada OSIS dan lain sebagainya.
Masa muda emang masa luar biasa. Bagi yang masih berada di dalamnya, hendaknya mensyukuri masa itu dengan mendayagunakan potensi diri yang ada sebaik-baiknya. Bagi yang belum mengenal potensi dirinya, hendaknya banyak bercermin sampai menemukannya. Pelihara dan pupuk potensi itu agar semakin bertumbuh dan matang, sehingga suatu saat bakal berguna bagi kehidupan.
Sekali lagi, masa muda adalah masa keutamaan. Imam Ali radhiyallahu ‘anhu bilang kalo masa muda adalah nikmat yang sangat besar namun seringkali dilupakan.
Ia berkata, “Dua hal yang keutamaannya tidak diketahui kecuali setelah yang bersangkutan kehilangan adalah masa muda dan kesehatan.” (Ghurur al-Hikam, hlm. 449)
So, yuk semangat!!!
Wallahu a’lam. [IB]