(Panjimas.com) – Serombongan anak muda bertolak dari sebuah gedung megah menuju jalan raya. Sesampai di depan gerbang, mereka berbaris rapi menyimak arahan pembicara. Megaphone mengangkat volume suara paraunya, berlomba dengan deru mesin kendaraan di jalan raya. Selanjutnya, mereka mengayun langkah nuju pertigaan. Beberapa bendera, poster kertas, dan selembar spanduk kain panjang digelar. Orasi, yelyel, nyanyian, menyisipkan makna dalam bising jalanan.
Sesampai di pertigaan, sebuah ban bekas ditaruh di tengah jalan. Sebotol bensin dituang dan korek api dinyalakan. Api berkobar menjilat-jilat seolah menantang terik mentari. Beberapa orator bergiliran angkat bicara, yang lain berdiri melingkar menimpali dengan yelyel, nyanyian, dan teriakan, “Tolak kenaikan harga BBM!”
Hayo, siapa di sini yang aktivis mahasiswa? Siapa di sini yang pernah berunjuk rasa? Yang jawab, “Saya,” pasti udah nggak asing ama tuh cerita. Betul? Luar biasa… Mahasiswa emang pembela rakyat yang hebat, penyeru keadilan yang berani teriak lantang, pelawan kezaliman yang nggak takut kepanasan. Demonstrasi, bagi mereka udah jadi ciri khas jalan juang. Keren deh pokoknya.
Tapi… apa kekerenan demo tuh kekerenan nomor wahid di dunia? Bagi kamu yang demen ngelakukuinya, apa nganggep itu tuh jalan juang terbaik atawa jalan juang satu-satunya? Emmm…? Yuk dipikir-pikir dulu lalu sampekan jawabannya!
Yup! Menuntut keadilan ke penguasa sih jelas sah-sah aja ya. Tapiii… sebagai anak muda Muslim nih, apa nggak sebaiknya kita nyoba tunjukin mental mandiri kepada dunia? Gimana kalo kita nyoba menempuh jalan juang dengan konsep kemandirian, bukan penuntutan? Berkarya, bukan mengkritik orang lain punya karya? Emang sih, mengkritik ke(tidak)bijakan pemerintah tuh boleh banget dan tentu aja keren banget. Tapi…
Coba kita inget-inget. Pemerintah, meski udah bergonta-ganti rezim, kayaknya udah kebal ama teriakan mahasiswa di tengah jalan yang gitu-gitu aja dari dulu sampe sekarang. Iya, nggak? So, mahasiswa Muslim perlu berfikir dan bertindak lebih kreatif dikit, lah. Kreatifitas adalah pusaka yang mampu menyentuh hati rakyat jelata maupun penguasa, insya Allah. Nah, untuk itu kita perlu pasang tampang dulu deh, di depan cermin. Kita perhatikan potensi yang Allah ta’ala udah bekalkan pada diri kita masing-masing, lalu kerahkan tuh potensi buat membangun negeri tercinta ini!
Inovasi yang lahir dari kerja keras nan cerdas proses penelitian dan percobaan penuh ketekunan dan kesabaran; adalah jurus jitu yang seyogianya kita lakukan. Sebenernya manusia bisa hidup tanpa BBM minyak bumi. Di kulit bumi ini, Allah subhanahu wa ta’ala udah menebar tumbuhan yang mudah banget bertumbuh kembang. Tumbuhan yang nggak nuntut musti ditanam di tanah subur, di lahan kritis pun mau-mau aja tumbuh dan berbuah. Bahkan meski cuma dengan perawatan sederhana yang nggak butuh banyak biaya. Tuh tumbuhan ada banyak di Indonesia. Cuma, sementara ini orang mencampakkannya karna dipandang nggak berguna. Dulu cuma dijadikan pagar hidup, tapi kini pun udah mulai ditinggalkan, karna kebanyakan orang lebih bangga punya pagar besi dan beton. Buat pakan ternak juga nggak bisa karna mengandung racun yang memabukkan. Nama tumbuhan itu adalah jarak pagar (Jatropha curcas Linneaus).
Taukah kamu, biji jarak pagar ternyata mengandung minyak yang cukup banyak: berkisar 40 persennya? Minyak itu bisa dibikin BBM mesin disel, menggantikan solar yang dibikin dari minya bumi. Selain bisa diperbaharui, proses pengolahannya pun lebih sederhana kalo dibandingin ama pengeboran minyak lepas pantai dan semacamnya. Jadi, singkat ceritanya, minyak jarak tuh bisa dibikin bahan bakar mobil, truk, bus, kereta api, kapal, pabrik, pembangkit listrik, mesin pertanian, dan sebagainya, yang mutunya lebih bagus dan harganya lebih ekonomis. Keren banget, kan?
So, kalo aja lahan kritis di seluruh Indonesia ditanami jarak pagar, insya Allah negeri ini bisa mandiri energi. Atau paling enggak ya ngurangin impor BBM minyak bumi deh. Dan pemerintah nggak perlu keluar anggaran besar buat subsidi BBM, karena harga BBM jarak pagar lebih terjangkau. Uang pembeliannya juga nggak bakal lari ke luar negeri, tapi kembali ke rakyat Indonesia yang bertani jarak pagar. Di samping itu, terjadilah penghijauan yang bisa mereduksi pencemaran udara akibat pemakaian BBM itu sendiri. Bahkan, BBM jarak pagar lebih ramah lingkungan ketimbang BBM minyak bumi. Tuh, berarti secara ekonomi maupun ekologi, bangsa Muslim ini jelas untung kalo mau beralih ke BBM jarak pagar. Eh, masih ada lagi. Ampas biji jarak pagar yang udah diambil minyaknya pun bisa dibikin pupuk organik yang tentu aja ramah lingkungan.
Yuk renungin firman Allah subhanahu wa ta’ala berikut ini:
“Dan Dia menundukkan apa yang ada di langit dan di bumi untukmu semua (sebagai rahmat) dariNya. Sungguh, dalam hal yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berpikir.” (al-Jaatsiyah: 13).
Tuh, Allah subhanahu wa ta’ala udah ngasih tau kita kalo Dia udah ngasih semuanya. Tinggal kitanya mau take action apa enggak? Kalo nggak mau acuh pada nikmatNya yang melimpah ruah di alam, bukankah berarti kita nggak mensyukuri? Astaghfirullah… Mumpung muda, yuk gunakan akal dan hati dengan optimal!
Dan jarak pagar bukan satu-satunya, ia cuma segelintir aja dari sekian sumber energi murah dan ramah lingkungan yang belum dilirik pemerintah. Negeri ini kaya sumber energi terbarukan dan ramah lingkungan yang bisa kita dapatkan dengan harga murah karna persediaannya melimpah. Mereka sedang merindukan sentuhan tangan kreatif muda-mudi Muslim yang sebenernya udah dibekali akal dan hati. Tapi rupa-rupanya mereka mesti sabar menanti, karna anak-anak muda itu masih gemar main ban bekas, membakarnya di tengah jalan dan mencemari lingkungan.
Wallahu a’lam. [IB]