(Panjimas.com) – Dalam sebuah bukunya, Dr. Aidh al-Qarni hafidzahullah berkisah tentang kambing dan serigala. Ceritanya, suatu hari ada serigala jalan-jalan nyari makanan. Terus aja ia jalan sampe akhirnya ketemu rel kereta api. Ia diam sejenak di sana sambil mengamati suasana sekitar.
Nggak jauh dari tempatnya, tuh serigala yang lagi laper lihat ada seekor kambing berdiri di atas sebuah bangunan cukup tinggi yang secara nalar nggak bisa ia daki. Ekspresi wajah kambing itu tampak menghina. Gerak-geriknya menantang karna merasa binatang yang suka memangsa kaumnya nggak mampu menerkam dirinya.
Serigala bergumam, “Demi Allah, aku sangat mengenalmu saat kita bertemu di tempat lain, wahai pengecut.”
Ini cuma cerita khayal. Nggak mungkin banget ini kisah nyata. Nggak mungkin banget serigala bisa ngomong kayak manusia. Tapi, kisah ini sarat makna. Punya pesan moral penting buat kita. Syaikh al-Qarni pake cerita singkat ini buat nasihatin kita.
Anak muda Muslim harus bersikap ksatria. Jangan berlagak jagoan dan sok hebat waktu berada di zona aman dan nyaman. Saat kita dikelilingi berbagai fasilitas yang bisa dipake kapan aja kita mau, saat banyak orang ngasih dukungan, jangan lupa daratan! Biasa ajalah, wajar-wajar aja sikapnya. Kita harus jaga ketawadlu’an saat Allah ta’ala uji dengan situasi yang menguntungkan. Ingat dan waspada harus selalu dijaga, jangan sampe terlena!
Di saat berada dalam zona aman dan nyaman, kita mesti ingat saat atau kemungkinan mengalami situasi yang berbeda: berada di posisi dan dalam kondisi terhimpit persoalan. Karna roda kehidupan terus berputar, ada kalanya kita di atas, ada kalanya di bawah. Sejak belia, hal ini mesti kita sadari. Dunia bukan tempat kenikmatan tiada tara. Kalo pengin yang kayak gitu, sabar dulu, ntar di jannahNya.
Saat dapat kenikmatan jangan terlena. Begitu pula waktu tertimpa musibah, kita nggak boleh merasa jadi orang yang paling menderita di dunia. Tataplah ke bawah, di sana ada banyak banget orang yang kondisinya lebih parah!
Gembira nggak terlalu, menderita nggak terlalu. Biasa aja. Itu tanda orang yang mantab imannya, yang kuat jiwanya.
“Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuz) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah. Agar kamu tidak bersedih hati atas apa yang luput darimu, dan tidak pula terlalu gembira atas apa yang diberikanNya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan bangga diri.” (al-Hadid: 22-23).
Anak muda Muslim nggak selayaknya sok jago saat di kandang tapi nggak bernyali waktu di luaran. Kuncinya ada di dalam dada. Iman yang akarnya menjulang ke dasar hati, akan menumbuhkan untaian dahan dan ranting yang berdaun lebat bernama ketenteraman. Pohonnya berdiri kokoh, angin kencang nggak mampu menumbangkan. Kenikmatan nggak membuatnya lupa diri, dan musibah nggak bikin ia putus asa. So, yuk pelihara iman di dada!
Wallahu a’lam. [IB]