(Panjimas.com) – Masih inget kisah Pemuda Kahfi, tiga pemuda yang berteguh hati menjaga iman, yang lantas Allah subhanahu wa ta’ala memberinya pertolongan dan kemuliaan? Sejarah mencatatnya buat menyemangati kita. Bahkan Allah ta’ala mengabadikan kisahnya dalam al-Qur’an.
“…. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambahkan petunjuk kepada mereka.” (al-Kahfi: 13).
Sepanjang peradaban umat manusia, pemuda adalah pelopor perubahan. Kaum mudalah pemilik gagasan-gagasan brilian yang mendobrak kebiasaan. Kaum mudalah tokoh-tokoh andalan dalam mengeluarkan umat dari kejumudan. Betul, mereka adalah makhluk idaman peradaban!
Tapi sejarah juga mencatat, nggak semua pemuda yang lahir di dunia ini layak diidamkan. Banyak juga dari mereka yang jadi sampah menjijikkan. Nggak berguna, cuma menuh-menuhin tempat aja. Mereka ini rupa-rupanya para korban tipuan dunia. Gemerlap alam fana telah menyilaukan pandangan mereka, bikin mereka nggak lagi mampu menatap jalan menuju surga. Mereka tersesat, terjerumus dan binasa. Minuman keras, pergaulan bebas, obat terlarang, bahkan pakaian, kendaraan, dan gadget saja, udah cukup bikin mereka jadi makhluk hina dina. Na’udzubillahi min dzalika.
Lantas seperti apakah karakteristik pemuda idaman peradaban? Mari kita simak satu persatu!
Pertama, memiliki syaja’ah (keberanian). Pemuda idaman peradaban memiliki keberanian dalam menegakkan kebenaran dan menumpas kebatilan. Dan tentu aja dengan cara-cara yang beradab, dong. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam udah ngasih contoh konkretnya buat kaum muda Mukmin sepanjang masa. Kala itu pada masa kekuasaan Raja Namrudz yang arogan, ia berani mendobrak kejumudan masyarakatnya dengan cara yang cerdas berkualitas.
“Mereka bertanya, ‘Apakah engkau datang kepada kami dengan membawa kebenaran atau engkau main-main? Dia (Ibrahim) menjawab, ‘Sebenarnya Tuhanmu adalah Tuhan (pemilik) langit dan bumi; Dia-lah yang telah menciptakannya; dan aku termasuk orang-orang yang dapat bersaksi atas itu.” (al-Anbiya: 55-56).
Dikisahkan pula bahwa Ibrahim ‘alaihissalam memenggal kepala berhala yang menjadi sesembahan masyarakat. Tapi apakah itu tindakan anarkis? Oh, tidak! Ia melakukannya bukan sebagai pelampiasan amarah. Ia melakukannya dengan penuh perhitungan kemaslahatan. Bukan penghancuran fisiknya yang jadi pokok gagasan. Ia lakukan itu sebagai rangkaian metode penyadaran masyarakat bahwa pemujaan yang mereka lakukan selama ini adalah perbuatan super konyol dan super bodoh! Ia berharap, setelah sadar diri mereka akan kembali ke jalan yang benar, mentauhidkan Allah subhanahu wa ta’ala.
Kedua, memiliki rasa keingintahuan yang tinggi. Pemuda idaman peradaban mau mendayagunakan akal fikirannya untuk memahami hakikat dunia, mengeksplor alam semesta beserta budaya-budaya yang ada. Ia haus akan ilmu, rajin membaca dan meneliti. Dengan memiliki keluasan dan kedalaman ilmu, ia bisa memahami dan memahamkan kepada umat akan kebenaran. Mampu menangkis serangan-serangan syaithaniyah bukan dengan amarah, bukan dengan tindakan-tindakan ceroboh yang cuma bakal jadi bumerang bagi Islam dan Muslim. Pemuda yang berilmu sanggup jadi pembela Islam dengan hujah yang kuat, strategi jitu dalam memenangkan kebenaran.
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, ‘Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati. ‘Allah berfirman, ‘Belum percayakah engkau?’ Dia (Ibrahim) menjawab, ‘Aku percaya, tetapi agar hatiku tenang (mantab).’ ….” (al-Baqarah: 260).
Ketiga, hidup berjamaah. Pemuda idaman peradaban senantiasa berupaya menjalin sinergi, mengokohkan ukhuwah, dalam bingkai aqidah islamiyah. Mereka saling bekerjasama dalam perjuangan. Bukannya ber-ashabiyah, memandang kelompoknya sendiri yang benar dan yang lain salah. Bukan berlomba nyari keunggulan kelompoknya sendiri, tapi saling ngasih dorongan demi kemenangan Islam dan Muslim secara utuh.
“…. Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan ….” (al-Ma’idah: 2),
“…. Maka bercepat-cepatlah kamu dalam kebaikan ….” (al-Baqarah: 148).
Keempat, menjaga kepribadian. Pemuda idaman peradaban sadar kalo harga diri seorang Muslim itu mahal banget. So, ia pun berupaya menjaga akhlaqnya dalam menjalani aktivitas hidup, biar nggak terjerumus pada perbuatan asusila. Dalam hal ini, Nabi Yusuf ‘alaihissalam adalah teladan nomor wahidnya.
“Dan perempuan yang dia (Yusuf) tinggal di rumahnya menggoda dirinya. Dan dia menutup pintu-pintu lalu berkata, ‘Marilah mendekat kepadaku.’ Yusuf berkata, ‘Aku berlindung kepada Allah sungguh, tuanku telah memerlakukan aku dengan baik.’ Sesungguhnya orang yang zalim itu tidak akan beruntung. Dan sungguh, perempuan itu telah berkehendak kepadanya (Yusuf). Dan Yusuf pun berkehendak kepadanya sekiranya dia tidak melihat ada tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, Kami palingkan darinya keburukan dan kekejian. Sungguh, dia (Yusuf) termasuk hamba Kami yang terpilih.” (Yusuf : 23-24).
Kelima, punya etos kerja yang tinggi. Pemuda idaman peradaban mesti selalu melawan rasa malas yang menggoda. Sadar diri kalo hidup di dunia adalah saat menanam, dan menuai hasilnya ntar di akhirat. So, ia dituntut mau berakit-rakit ke hulu. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam waktu kecil adalah anak yatim. Ia telah melakukan praktik bekerja sejak belia. Ketekunan dan tanggung jawabnya diakui masyarakat, dan mengantarkan sosoknya kepada gelar al-Amin (yang dapat dipercaya).
Nggak pantas pemuda Muslim cuma duduk diem di masjid baca al-Qur’an doang, tanpa action berusaha mencari penghidupan. Karena kemandirian materi juga dibutuhkan banget dalam membangun peradaban. Kalo pengin mewujudkan peradaban Islam yang berkemajuan, nggak cukup kalo cuman mengkampanyekan bentuk pemerintahan Islam doang, tanpa dibarengi dengan upaya-upaya memandirikan kaum Muslim di berbagai sektor kehidupan: pangan, teknologi, seni budaya, kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya.
Lucu kalo orang merasa bangga pakai merek terkenal milik kaum kuffar kok mengkampanyekan sistem pemerintahan Islam! Lucu kalo orang merasa bangga makan biskuit produk kuffar dan memandang rendah singkong rebus kok mengaku aktivis Islam! Pemuda Muslim harus berjiwa merdeka, berjiwa mandiri. Mental konsumtif cuma milik orang yang rela dijajah! Dan cuma Muslim abal-abal yang merasa enjoy aja larut dalam daya hidup materialistik!
“Tidak baik orang yang meninggalkan dunia untuk kepentingan akhirat saja, atau meninggalkan akhirat untuk kepentingan dunia saja. Akan tetapi harus memeroleh kedua-duanya. Karena kehidupan dunia mengantarkan kamu menuju akhirat. Oleh karena itu jangan sekali-kali menjadi beban orang lain.” (Hr. Ibnu ‘Asakir).
Yah, itulah karakteristik pemuda idaman peradaban. Tampak sederhana dalam tulisan, tapi sbutuh keseriusan ekstra untuk mewujudkan. Selamat berjuang, wahai Kaum Muda Muslim. Yuk, jadikan diri kita Pemuda Idaman Peradaban. Jangan duduk diam, berdiri dan lakukan! Wallahu a’lam. [IB]