(Panjimas.com) – Tradisi ialah kegiatan yang dilakukan sejak lama dan udah jadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat. Setiap kaum punya tradisi, termasuk kaum Muslim. Salah satu tradisi tahunan kaum Muslim ialah kegiatan dalam menyambut hari raya Idul Fitri, yang merupakan satu dari dua hari raya Islam.
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkisah, “Ketika Nabi datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya untuk bersenang-senang dan bermain-main di masa jahiliyah. Maka beliau berkata, ‘Aku datang kepada kalian dan kalian mempunyai dua hari raya di masa jahiliyah yang kalian isi dengan bermain-main. Allah telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik bagi kalian, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.'” (Hr. an-Nasa’i dan Ahmad).
Ibadah khusus dalam Idul Fitri ialah zakat fitri di hari-hari terakhir Ramadhan dan shalat Idul Fitri pada pagi hari 1 Syawal. Tapi di luar itu, kaum Muslim di berbagai penjuru dunia punya beragam tradisi yang dilakukan dalam rangka menyambut hari raya ini.
Di Saudi Arabia misalnya, dalam menyambut Idul Fitri, berbagai acara seni digelar. Mulai teater, pementasan puisi, pertunjukan musik, dan juga parade. Di Cina, kaum Muslim mengisi hari raya dengan berziarah ke makam leluhur. Berbeda lagi di Malaysia, masyarakat Muslim negeri jiran menyambut hari raya dengan menghias rumah dengan ornamen lampu.
Lalu gimana dengan Indonesia? Tradisi kita bangsa Indonesia dalam menyambut Idul Fitri atau yang biasa disebut Lebaran adalah berkumpul dengan keluarga serta kerabat dan saling meminta maaf. Buat yang udah berpenghasilan, mereka juga ngasih oleh-oleh makanan atau bahan makanan buat ortu sebagai tanda bakti.
Bagus, nggak tradisi ini? Jelas bagus dong! Yup, ini tradisi baik yang perlu dilestarikan. Dengan catatan, ia harus dilaksanakan dengan pemahaman yang bener. Kalo kita mau nyoba mengeksplornya, bakal kita temukan nilai-nilai Islam di dalamnya. Hayo, siapa bisa menyebutkan?
Yup, dalam tradisi Lebaran kita, paling enggak terdapat perwujudan empat macam ajaran Islam: silaturahim, birrul walidain, maaf-memaafkan, dan shadaqah.
Silaturahim
Secara harfiah, silaturahim bermakna menyambung kasih sayang atau kekerabatan dengan niat yang baik. Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam mewanti-wanti umatnya agar nggak ninggalin perilaku ini.
“Barangsiapa yang tidak menyayangi orang yang lebih muda di antara kami dan tidak mengerti hak orang yang lebih tua, maka dia bukan termasuk golongan kami.” (Hr. Bukhari).
Islam menghargai banget anak yang mengunjungi ortu dan orang lain yang lebih tua sebagai ekspresi sayang dan hormat kepada mereka.
“Sesungguhnya termasuk mengagungkan Allah adalah menghormati orang muslim yang sudah tua.” (Hr. Abu Dawud).
Dan silaturahim itu amalan yang punya faedah dan hikmah yang sangat indah.
“Barang siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan di panjangkan umurnya, hendaklah ia menyambungkan silaturahim.” (Hr. Bukhari).
Birrul Walidain
Birrul walidain atau berbakti sama kedua ortu ialah ajaran Islam yang posisinya penting banget. Hal ini ditandai dengan perintah-perintah birrul walidain dalam al-Qur’an yang disampaikan setelah perintah mentauhidkan Allah subhanahu wa ta’ala.
“Sembahlah Allah dan jangan kamu mempersekutukanNya dengan sesuatupun, dan berbuat baiklah kepada kedua ibu bapak.” (an-Nisa’: 36),
“Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapak ….” (al Isra’: 23),
“Katakanlah (Muhammad), ‘Marilah kubacakan apa yang telah diharamkan kepada kalian oleh Rabb kalian, yaitu janganlah kalian mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah kepada kedua orang tua ….” (al-An’am: 151).
Maaf-memaafkan
Salah dan lupa nggak bisa dihindari oleh kita manusia. Dalam berinteraksi dengan sesama, sengaja apa enggak, kita pasti pernah -bahkan sering- mekalukan kesalahan dan kezaliman. So, biar dosa atas itu semua mendapat ampunan Allah ta’ala, hendaknya kita memohon maaf kepada orang-orang yang kita pernah berinteraksi sama mereka. Dan sebaliknya, hendaknya kita juga mau ngasih maaf dengan tulus ke orang yang pernah menzalimi kita.
“…. hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin agar Allah mengampunimu? Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (an-Nuur: 22),
“Dan balasan kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, namun siapa yang memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat), maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (asy-Syura: 40),
“…. dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (at-Taghaabun: 14).
Shadaqah
Sebagai Din yang bersifat rahmatan lil ‘alamin, Islam membangun keshalihan sosial umatnya. Berbagi rezeki jadi amalan yang penting banget bagi kaum Muslim, karena faedahnya begitu besar dalam membangun kehidupan penuh harmoni keadilan.
“Perumpamaan orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada tiap-tiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.” (al-Baqarah: 261),
“Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan rahasia mereka, kecuali pembicaraan rahasia dari orang yang menyuruh (orang) bershadaqah ….” (an-Nisa’: 114).
Yup, paling enggak itulah esensi tradisi Lebaran kita. Sebagai generasi muda Muslim, seyogianya kita nggak cuma ikut-ikutan aja dalam mentradisikan itu semua. Kita mesti ngerti hakikatnya biar bisa menempatkannya pada posisi yang tepat. Hal yang penting banget buat diingat ialah bahwa tradisi Lebaran bukanlah bentuk ibadah khusus dalam Idul Fitri, ia sekadar kebiasaan masyarakat aja. Dan alhamdulillah-nya, tradisi itu mengandung nilai-nilai Islam yang sangat penting.
Sebagai generasi muda Muslim, hendaknya kita juga selalu melakukan upaya evaluasi. Bila dirasa tradisi Lebaran kita udah baik, yuk kita pertahankan. Dan kalo kita punya gagasan baru yang bisa bikin tradisi itu jadi lebih baik lagi, yuk kita suarakan! Wallahu a’lam. [IB]