Oleh: Ustadzah Nia Nuraeni Gustini, Lc.,M.A.
(Disampaikan dalam Seminar Metodologi Pendidikan Islam di SDIT An-Najahul Islami Bekasi, 2 Februari 2019)
Pendidikan Dasar di Barat khususnya di Australia, saat ini menyesuaikan dengan perkembangan manusia. Metodologi ini bukan hal baru, karena jauh sebelumnya sudah tertuang dalam Kitab Suci Al-Qur’an:
“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur, yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat” (Qs Al-Insan 2).
Jadi, pendidikan dasar lebih diutamakan pada kemampuan mendengar terlebih dahulu, sebelum mengasah kemampuan melihat, berpikir dan berbicara.
Di Australia, anak-anak mulai dari bayi sudah terbiasa dibacakan cerita. Anak-anak diajarkan aturan melalui cerita, seperti cara bertanya, mengontrol diri, empati terhadap sesama, dan sebagainya. Inipun sesuai dengan nilai Islam yang mengutamakan akhlakul karimah yang diajarkan Nabi Muhammad SAW: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia” (HR Bukhari).
Pengajaran anak yang berurutan (step by step) mulai dari budaya mendengar, baru kemudian melihat, berpikir hingga berbicara, akan memberikan hasil positif, antara lain: anak-anak didik akan lebih patuh kepada aturan.
…Pendidikan Dasar di Barat saat ini menyesuaikan dengan perkembangan manusia. Jauh sebelumnya metodologi ini sudah tertuang dalam Kitab Suci Al-Qur’an…
Metodologi Pendidikan yang Keliru di Indonesia
Sementara di Indonesia, sebagian besar pengajaran dimulai dari melihat. Misalnya anak diajarkan membaca sejak dini sebelum memasuki sekolah dasar. Atau anak diajarkan baca Iqro’ sebelum sering diperdengarkan Al-Qur’an.
Karena diawali dari membudayakan ‘melihat’, akibatnya anak-anak menjadi kurang berkembang akhlaknya. Ketika diberikan suatu perintah, anak lebih sulit untuk patuh.
Contoh lain dari pengembangan budaya ‘melihat’ dibandingkan ‘mendengar’ di Indonesia, anak-anak dikenalkan televisi, ponsel, dan gadget sejak dini. Berbeda dengan kebiasaan di luar negeri yang lebih sering membacakan cerita kepada anak.
Akibat dari salah urutan mengajar tadi, akhlakul karimah pada anak kurang terbentuk. Anak hanya shalat atau mengaji ketika disuruh, tidak memahami mengapa harus shalat dan mengaji. Anak berbuat baik hanya ketika ada yang melihat, tapi ketika tidak diawasi orang tua atau guru malah berlaku buruk.
Hal ini karena tidak tertanamnya ihsan di jiwa masing-masing anak, yaitu perasaan Allah selalu melihat di manapun kita berada.
…Keseimbangan otak kanan dan kiri akan berpengaruh pada kecerdasan, kesuksesan dan akhlak seseorang dalam kehidupannya..
Makanan Sehat, Halal dan Thayyib
Nilai Islam yang dipraktikkan di Australia juga misalnya: anak-anak dibiasakan makan makanan sehat. Mereka makan kismis di pagi hari. Kismis adalah salah satu buah yang disenangi Nabi.
Dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 168, manusia diperintahkan untuk makan makanan yang halal lagi baik. Memakan makanan baik ternyata penting, karena akan berpengaruh pada cara berpikir dan emosi seseorang.
Pengaruh makanan terhadap cara berpikir dan emosi anak disadari betul oleh orang tua dan guru di Australia, sehingga anak lebih dibiasakan makan buah dan air mineral sebagai snack saat pergi sekolah.
Budaya bermain di alam juga dibiasakan di Australia. Bermain di alam sangat bermanfaat untuk melatih otak kanan, yang akan berhubungan dengan akhlak yang baik.
Hal tersebut mengikuti kisah hidup Nabi Muhammad SAW. Setelah dilahirkan, Nabi dibesarkan di pegunungan dan terbiasa bermain di alam seperti menggembala kambing, dan sebagainya. Ini turut berperan bagi perkembangan otak kanan beliau. Dan keseimbangan perkembangan otak kiri diasah dengan membiasakan mengerjakan segala sesuatu yang baik dengan tangan kanan.
Keseimbangan otak kanan dan kiri akan berpengaruh pada kecerdasan, kesuksesan dan akhlak seseorang dalam kehidupannya.
Semoga nilai-nilai Islam yang diadaptasi pendidikan dasar di Barat bisa diterapkan di Indonesia. [Eva Fauzah, M.Psi.]