LAGOS, (Panjimas.com) — Upaya pembatasan dan pelarangan bagi anak-anak perempuan Muslim di sekolah untuk mengenakan jilbab tidaklah dapat diterima dan ini merupakan pelanggaran Konstitusi, demikian pernyatan organisasi Muslim Nigeria, Sabtu (17/11) lalu, selang sehari setelah sembilan murid diberitahukan untuk segera meninggalkan sekolahnya di wilayah Barat Daya Negara Bagian Oyo.
Sembilan remaja Muslimah itu dicegah memasuki kompleks Sekolah Internasional Ibadan (ISI) pada Jumat (16/11) lalu karena mereka mengenakan jilbab, hampir sepekan setelah pemerintah di Barat Daya Lagos secara resmi menyetujui pemakaian jilbab oleh gadis-gadis Muslim. Keputusan pemerintah dibatalkan dua tahun setelah kebijakan pelarangan itu ditolak di pengadilan saat banding.
Dewan Tinggi Urusan Islam Nigeria, Nigerian Supreme Council for Islamic Affairs (NSCIA) mengatakan tindakan sekolah tersebut, yang terletak di Bangunan Utama Universitas Ibadan, merupakan diskriminasi resmi terhadap Muslim.
NSCIA pun mengancam akan menuntut para pelanggar konstitusi itu.
“Penyangkalan para gadis Muslim tentang hak-hak untuk menggunakan jilbab mereka hanyalah sebuah cincin dalam rantai panjang diskriminasi agama yang dilembagakan terhadap Muslim di sekolah, yang seharusnya biasanya menjadi pusat keunggulan di mana pembelajaran, kejujuran, keunggulan dan karakter dihormati,” pungkas juru bicara NSCIA, Salihu Shehu dalam pernyataannya.
“Kami sangat mengutuk manajemen ISI dan memperingatkan kepala sekolah bahwa dia akan bertanggung jawab atas apa pun ketidakmampuan administrasi dan intoleransi beragama dalam hal ini,” tegas NCSIA
“Umat Muslim di Nigeria tidak bisa lagi melipat tangan mereka dan menyaksikan hak-hak mereka tanpa malu-malu diinjak-injak oleh para pelayan dan dewa-dewa timah yang menemukan diri mereka dalam beberapa posisi otoritas,” tulis pernyataan NCSIA itu.
Jilbab semakin menjadi simbol penolakan Muslim terhadap warisan kolonial Inggris dalam kehidupan publik Nigeria.
Pada tahun 2017, seorang sarjana hukum Muslimah dilarang memenuhi undangan untuk acaranya di ibukota Abuja karena mengenakan jilbab, hal ini memicu kemarahan dari komunitas Muslim dan perdebatan tentang status sekuler yang kontroversial di negara itu.
Barrister Firdaus Amasa kemudian dipanggil dengan jilbabnya setelah dewan negara itu di bidang pendidikan hukum mundur. Dalam putusan tahun 2016, pengadilan mengatakan mengenakan jilbab memenuhi syarat sebagai hak asasi manusia di bawah perlindungan Konstitusi negara.[IZ]