TEL AVIV, (Panjimas.com) — Pengadilan Militer Israel Ahad (08/07) lalu mendakwa seorang turis muslimah Turki dengan dalih memberikan ratusan dolar kepada sebuah organisasi “perlawanan Palestina” Hamas.
Muslimah Turki berusia 27 tahun itu bernama Ebru Ozkan. Ia ditahan di Bandara Ben Gurion Tel Aviv pada 11 Juni lalu saat dirinya hendak pulang kembali ke Turki.
Ia didakwa pengadilan militer Israel dengan beberapa tuduhan, termasuk dua tuduhan bertindak untuk melayani organisasi terlarang, satu pelanggaran karena transfer uang dan paket untuk agen musuh, dan satu pelanggaran karena mengancam ketertiban umum.
Dinas Keamanan Israel Shin Bet mengatakan Ebru Ozkan ditangkap “karena dicurigai menimbulkan ancaman terhadap keamanan Israel dan diduga memiliki hubungan dengan organisasi perlawanan Palestina dengan memberikan ratusan dolar dan pengisi daya telepon.
Organisasi yang diduga terkait dengan muslimah Turki itu tidak disebutkan, akan tetapi media Israel melaporkan bahwa uang itu ditujukan untuk Hamas.
Ebru Ozkan juga menghadapi dakwaan karena diduga menyelundupkan lima botol parfum untuk dijual guna mengumpulkan dana bagi Hamas, yang dianggap sebagai hal sepele bagi pengacaranya.
Menanggapi tuduhan semacam itu, pengacaranya, Omara Khamaisi, berbicara kepada para wartawan di luar pengadilan, “Ayolah, yang benar saja?”.
“Saya pikir bahwa dalam kasus ini keputusan pada akhirnya akan menjadi sesuatu yang berani – yaitu untuk membebaskannya, saya harap,” ujar Omara Khamaisi.
Kasus terhadap Ozkan muncul ketika ketegangan meningkat antara Turki dan Israel setelah Ankara memerintahkan Duta Besar Israel untuk keluar pada bulan Mei lalu setelah pembunuhan para pengunjuk rasa Palestina di sepanjang perbatasan dengan Jalur Gaza.
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu Jumat (06/07) mengatakan para pejabatnya telah melakukan kontak dengan Israel atas kasus Ozkan dan menyerukan agar Israel segera mengakhiri “penganiayaan kejamnya”.
Hari Senin (27/06/2016) kondisi geo-politik kawasan Timur Tengah mulai berubah, setelah Israel dan Turki mengumumkan pemulihan hubungan diplomatik secara resmi yang sebelumnya selama 6 tahun mengalami krisis dan ketegangan pasca insiden penyerbuan kapal bantuan kemanusiaan Turki ke Gaza, Mavi Marmara berikut dengan pembunuhan 10 warga Turki.
PM Israel Benjamin Netanyahu memuji kesepakatan tersebut, yang menurutnya merupakan “kepentingan strategis” dan sebuah keuntungan besar berdampak ekonomi bagi Israel.
Wakil Presiden AS Joe Biden melihat kepentingan energi berada dibalik normalisasi hubungan Turki-Israel itu, yang mana upaya rekonsiliasi Turki-Israel dapat memfasilitasi pengembangan cadangan gas alam di kawasan Timur Tengah, ujarnya.[IZ]