WINA, (Panjimas.com) – Kanselir Austria Sebastian Kurz Jumat (13/04) lalu mengadakan pertemuan dengan para perwakilan Organisasi dan Asosiasi Muslim dalam rangka menegaskan kembali sikapnya tentang larangan jilbab di taman kanak-kanak dan sekolah dasar.
Kurz bertemu dengan Ibrahim Olgun, Ketua Otoritas Agama Islam Austria, Islamic Religious Authority of Austria (IGGO) dan perwakilan perempuan IGGO Carla Amina Baghajati.
“Saya mengatakan kepada Otoritas Agama Islam Austria (IGGO) bahwa sebagai pemerintah Austria, kami bertekad untuk menerapkan larangan jilbab di taman kanak-kanak dan sekolah dasar,” pungkasnya usai pertemuan.
Sementara itu Ibrahim Olgun mengatakan bahwa Umat Muslim Austria akan menantang pelarangan jilbab itu secara hukum.
Ia pun menambahkan bahwa jilbab bukanlah merupakan simbol politik.
“Kami memberi tahu Mr. Chancellor bahwa jilbab adalah subjek agama. Umat Muslim mengenakannya karena kehendak bebas mereka. Tidak ada kekuatan atau tekanan, dan mayoritas keluarga Muslim tidak memaksa anak-anak mereka menutupi kepala anak-anaknya di taman kanak-kanak ataupun sekolah dasar.”
“Tapi kita tidak bisa memahami cara beripikir Kanselir tentang hal itu [jilbab],” imbuh Olgun.
Dia mengungkapkan kekhawatiran bahwa larangan jilbab itu dapat diperluas ke sekolah menengah dan universitas.
Pemerintahan koalisi baru Austria, yang terdiri dari Partai Kebebasan berhaluan sayap kanan dan Partai Rakyat Austria berhaluan tengah-kanan, bertujuan untuk membuat rancangan undang-undang untuk melarang gadis-gadis Muslim muda mengenakan jilbab di taman kanak-kanak dan sekolah dasar, budaya ini mereka klaim menyerang budaya mainstream Austria.
Dalam Pemilu Oktober lalu, koalisi partai berkuasa berkampanye melawan arus imigran di Eropa.
Di Austria, dimana Islam telah menjadi salah satu agama yang diakui secara resmi sejak tahun 1912, terdapat populasi lebih dari 600.000 Muslim, ini setara dengan 7 persen total populasi Austria, menurut angka yang diperoleh dari Federasi Islam Wina (IFW).
Suara Tokoh Muslim Austria Tentang Pelarangan Jilbab
Muslim Austria dan sejumlah Asosiasi Masyarakat Sipil lainnya Kamis (05/04) lalu bersuara mengecam keras rancangan hukum untuk menerapkan larangan ‘hijab’ setelah sebelumnya sempat diumumkan oleh Perdana Menteri Austria.
Perdana Menteri Sebastian Kurz Rabu (04/04) mengatakan bahwa persiapan hukum sedang dilakukan untuk melarang hilbab (jilbab yang dikenakan oleh perempuan Muslim) di sekolah-sekolah dasar.
Kurz mengatakan rancangan hukum itu disebut “hukum perlindungan anak” [“the child protection law”] dan ditujukan untuk mencegah pembentukan “ideologi politik paralel” di negara ini.
Ibrahim Olgun, Ketua Otoritas Agama Islam Austria, Islamic Religious Authority of Austria (IGGO), menyebut bahwa proposal hukum itu sebagai suatu hal yang “tidak dapat diterima” dalam wawancaranya dengan Anadolu Agency.
Olgun mengatakan larangan yang diusulkan itu hanya bertujuan untuk menciptakan sebuah agenda di mana anak-anak akan digunakan sebagai alat politik dan jilbab akan digambarkan sebagai simbol politik Islam.
“Jika politik tidak dibentuk melalui kippah Yahudi atau salib Kristen, tidak ada politik yang bisa dilakukan atas jilbab,” tegasnya.
Ketua IGGO itu juga mengatakan bahwa rancangan hukum itu adalah pelanggaran hak asasi manusia, Ia menekankan bahwa hal itu bertentangan dengan kebebasan orang tua untuk memutuskan bagaimana mendisiplinkan anak-anak. “Kami sangat mengutuk pengumuman ini”, imbuhnya.
Dr. Farid Hafez, seorang ilmuwan politik, mengatakan bahwa pengumuman yang problematis seperti ini berawal dari “pola pikir otoriter di pihak negara”.
Dr. Sonia Zaafrani, Ketua Inisiatif untuk Pendidikan Bebas Diskriminasi, Initiative for Discrimination-Free Education (IDB), mengatakan jilbab itu bukan hambatan untuk integrasi dan berkaitan dengan sistem pendidikan.
Sembari menekankan bahwa larangan jilbab bertentangan dengan konstitusi, Dr. Sonia Zaafrani mengatakan Austria harus mengacu pada artikel ke-2 dari Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia, yang menyatakan bahwa negara harus bertindak sesuai dengan pandangan warga negara mereka tentang dunia dan keyakinan agama mereka.
Sekretaris Jenderal Federasi Islam Wina, Vienna Islamic Federation (IFW), Harun Erciyas berpendapat bahwa larangan jilbab sekolah ini telah dibesarkan untuk akhirnya memberlakukan larangan menyeluruh pada jilbab.
“Pelarangan atas nama kesetaraan dan kebebasan tidaklah dapat diterima,” pungkasnya.
Erciyas juga mengatakan dalam situasi saat ini, di mana sebagian besar anak-anak tidak mengenakan jilbab ke sekolah, proposal hukum tersebut berfungsi sebagai agenda untuk menerbitkan isu-isu serius di Austria.[IZ]