SRINAGAR, (Panjimas.com) – Pengadilan Tinggi India Jumat (13/04) lalu mencatat perilaku asosiasi pengacara dalam kasus pemerkosaan dan pembunuhan seorang gadis Muslim di wilayah Jammu dan Kashmir.
Sekitar 40 pengacara di Distrik Kathua, yang terletak di wilayah selatan lembah Kashmir, dituduh melakukan tindak kriminal pada Senin (09/04) ketika mereka berusaha memblokir pihak kepolisian agar tidak memasuki ruang persidangan untuk mengajukan dakwaan dalam pemerkosaan dan pembunuhan terhadap anak berusia 8 tahun itu, dilansir dari Anadolu Ajensi.
Insiden ini mengungkapkan garis jurang perselisihan agama di satu-satunya wilayah mayoritas Muslim di India di mana gerakan pro-kemerdekaan Kahsmir dimulai sejak 1989.
Mahkamah Agung yang dipimpin oleh Hakim Agung Dipak Misra menuntut jawaban dari Dewan Bar India, sebuah dewan negara bagian, Asosiasi Pengadilan Tinggi Bar Jammu dan Asosiasi Bar Distrik Kathua pada tanggal 19 April mendatang.
Menurut lembar tuntutan hukum yang diajukan oleh Kepolisian Jammu dan Kashmir dalam kasus tersebut, anak perempuan muslim itu diperkosa tiga kali di sebuah kuil di Hiranagar di wilayah Kathua.
Gadis Muslim itu dilaporkan hilang di dekat rumahnya di Rasana pada 10 Januari dan jasadnya ditemukan 7 hari kemudian di hutan di dekat wilaya itu.
Dalang perkosaan dan pembunuhan ini, menurut penyelidikan polisi, adalah seorang pensiunan pejabat dari Departemen Pendapatan Negara, Sanji Ram, yang juga penjaga kuil di Hiranagar, Katua.
‘Upaya Takuti dan Usir Umat Muslim’
Sanji Ram meminta keponakannya untuk menculik anak perempuan yang “sering datang ke hutan di belakang rumah mereka untuk mencari pakan rumput bagi kuda-kudanya”.
Sanji Ram termasuk di antara 8 pelaku yang ditangkap, bersama putranya Vishal Jangotra dan keponakannya, semuanya, menurut Kepolisian, memperkosa gadis itu.
Tersangka lainnya yang telah ditangkap termasuk Polisi Khusus Deepak Khajuria dan Surinder Kumar, seorang warga Rasana Parvesh Kumar, Asisten Sub-inspektur Polisi Anand Dutta dan Kepala Polisi Tilak Raj. Dutta dan Raj ditangkap dengan tuduhan berusaha menghancurkan bukti-bukti setelah menerima suap dari Sanji Ram.
Menurut berkas kasus kepolisian, insiden pemerkosaan geng itu dilakukan untuk menakut-nakuti komunitas Muslim yang hidup nomaden dan memaksa mereka melarikan diri dari daerah yang didominasi Hindu.
Kasus ini mendorong gerakan komunal ketika sebuah organisasi yang disebut “Hindu Ekta Manch” didirikan oleh para politisi untuk mendukung para terdakwa dan mereka yang ditangkap oleh polisi. Di antara mereka yang mendukung organisasi Hindu ini adalah 2 Menteri yang berasal dari Partai Bhartiya Janta yang berkuasa, yakni Lal Singh dan Chander Prakash Ganga.
Situasi semakin memburuk ketika Jammu Bar Council, Dewan Bar Jammu, juga malah mendukung tindakan keji dan biadab terdakwa dan menolak untuk menerima penyelidikan yang dilakukan oleh Kepolisian negara bagian, bahkan meminta penyelidikan baru oleh Biro Investigasi Pusat (CBI), sebuah Badan Investigasi Federal.
Ratusan pengacara Hindu dan pendukung para terdakwa turun ke jalan beberapa kali dalam sepekan terakhir, Mereka mengancam akan melancarkan agitasi jika kasus itu tidak diserahkan kepada Biro Investigasi Pusat (CBI). Para pengunjuk rasa melambai-lambaikan bendera-bendera India dan meneriakkan slogan-slogan patriotik dan slogan Hindu.
Posisi Partai Berkuasa Dipersimpangan Jalan
Reaksi partai berkuasa berhaluan sayap kanan terhadap insiden pembunuhan dan pemerkosaan itu kini menjadi pukulan telak terhadap koalisi pemerintahan di negara bagian Jammu, yakni Partai Demokrasi Rakyat Jammu dan Kashmir, yang menyerukan pemerintahan sendiri.
“Hukum tidak akan dihalangi oleh tindakan dan pernyataan yang tidak bertanggung jawab dari sekelompok orang. Prosedur yang tepat sedang diikuti, investigasi berada di jalur cepat dan keadilan akan ditegakkan,” kata Mehbooba Mufti, Menteri Kepala negara bagian. Mehbooba juga mengatakan bahwa dirinya akan mendorong hukum baru yang akan mengganjar hukuman mati wajib bagi para pemerkosa anak di bawah umur.
Mehbooba Mufti, bagaimanapun, berada di bawah kritikan keras karena tidak mengusir 2 menteri partai yang berkuasa dari kabinetnya setelah mereka menghadiri aksi demonstrasi mendukung 8 terdakwa pembunuhan dan pemerkosaan.
Kashmir, merupakan wilayah Himalaya dengan mayoritas berpenduduk Muslim. Sebagaimana diketahui, Dataran Kashmir merupakan wilayah sengketa yang diklaim oleh India maupun Pakistan.
India dan Pakistan telah terlibat dalam tiga peperangan di tahun 1948, 1965, dan 1971, sejak wilayah itu terpecah di tahun 1947, dimana kemudian berdiri Republik Islam Pakistan. Sejak saat itu, kedua negara berkonflik dan bersengketa atas wilayah Kashmir.
Sejak tahun 1989, kelompok-kelompok perlawanan Kashmir di wilayah yang dikuasai India (IHK), telah berjuang melawan kekuasaan India demi kemerdekaan atau penyatuan wilayah Kashmir dengan negara Pakistan.
Juga di area gletser Siachen di Kashmir Utara, tentara India dan Pakistan telah bertempur sesekali sejak tahun 1984. Kemudian, gencatan senjata mulai berlaku pada tahun 2003.
Lebih dari 70.000 warga Kashmir telah tewas sejauh ini dalam kekerasan disana, sebagian besar dari mereka tewas dibunuh oleh pasukan India. Untuk diketahui, pemerintah India mengerahkan lebih dari setengah juta prajurit militer di wilayah Kashmir yang dikuasai India (IHK).
India menuduh Pakistan mendukung sentimen separatis di Kashmir, namun Islamabad membantahnya. Kedua negara mengklaim Kashmir secara keseluruhan dan mengendalikan berbagai bagiannya.
Selain itu ada bagian dari wilayah Kashmir yang juga dipegang oleh China.[IZ]