(Panjimas.com) – Saat ini banyak kaum perempuan yang lebih bangga menjadi seorang wanita karir ketimbang menjadi seorang ibu rumah tangga biasa. Mereka berlomba mendapatkan pendidikan yang setinggi-tingginya agar bisa bekerja ditempat bergengsi, tentu saja dengan jabatan dan penghasilan yang tinggi pula. Tidak sedikit pula dari perempuan yang merasa modern dan berpendidikan tersebut rela menghabiskan waktu mudanya untuk meniti karir daripada menikah dan memiliki anak, menurut mereka menikah kemudian menjadi seorang istri dan ibu rumah tangga bukanlah sesuatu yang membanggakan
Women’s MarchJakarta 2018 telah hadir kembali, kegiatan ini diikuti oleh ribuan masyarakat yang peduli dan ingin membantu menyuarakan tuntutan dan suara perempuan agar terpenuhi segala hak-haknya. Tidak hanya diikuti oleh perempuan, acara yang terbuka untuk umum ini juga akan membantu menyuarakan tuntutan dan aspirasi kaum-kaum marginal yang kerap tertutup suaranya agar juga dapat didengar dan dipenuhi segala hak-haknya. Pada tahun 2017 terdapat hampir 260.00 kasus kekerasan terhadap perempuandan dilaporkan. Menurut catatan tahunan dari Komnas Perempuan, terdapat 173 perempuan yang dibunuh di Indonesia pada tahun 2017, dengan 95 persen di antaranya dibunuh oleh laki-laki. Angka ini lantas memicu keresahan sendiri dari berbagai lembaga dan organisasi serta gerakan masyarakat. Dalam momentum Internasional Women’s Day yang dirayakan pada bulan Maret, banyak lapisan masyarakat akhirnya berani buka suara, menyuarakan segala tuntutannya.
Adapun 8 tuntutan yang disuarakan kaum feminis ini:
- “Keadilan” bagi kasus kekerasan fisik dan seksual yang belum berpihak pada korban.
- Persekusi; baik yang tanpa bukti maupun yang tertuju pada kelompok marginal. Ini maksudnya pembelaan kepada yang suka berdua-duaan? Tapi tidak melakukan hubungan seksual.
- Penghakiman terhadap orang –orang dengan orientasi seksual tertentu.”orientasi seksual tertentu” ini sih melindungi LGBT.
- Budaya seksis dan misoginis yang seakan dianggap lazim dalam keseharian. Seksisme adalah diskriminasi dan atau prasangka terhadap seseorang yang bergantung terhadap seks, tetapi juga dapat merujuk pada semua sistem diferensiasi pada seks individu. Seksisme dapat merujuk pada kepercayaan atau sikap yang berbeda; kepercayaan bahwa satu jenis kelamin atau seks lebih berharga dari yang lain. Sedangkan misogini adalah sikap budaya kebencian terhadap perempuan karena mereka adalah perempuan. dalam Islam, yang diserang surah An-nisa ayat 34, mereka bilang Islam tidak adil, dan mendiskriminasi wanita. Maka dari itu wanita menuntut kesetaraan dan perlindungan. Padahal adil itu sesuai porsinya, tidak harus sama,laki-laki dan wanita dimuliakan dengan cara yang berbeda.
- Hak kesehatan reproduksi yang belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
- Otoritas tubuh yang belum diakui dan menjadi penyebab pelecehan atau kekerasan seksual. “otakmu yang porno, pakaianku yang disalahkan!” kata-kata ini diteriakan untuk menjunjung kebebasan wanita agar tidak menghakimi apa yang dikenakannya. Karena yang sudah menutup aurat juga bisa menjadi korban pelecehan, seolah punya jaminan bahwa pakaian seksi tidak akan diperkosa.ingat ya laki-laki punya nafsu, maka menutup aurat bukan urusan suka-suka, bukan juga paksaan, menutup aurat adalah cara Islam menjaga wanita. Setelah wanita menutup aurat laki-laki pun diperintahkan menundukan pandangan, itulah peraturan islam
- Sistem patriarki yang merugikan baik perempuan maupun laki-laki (ambigu) mirip seperti poin 4 intinya menuntut kesetaraan. Kalau laki-laki bisa, wanita juga.
- Ruang gerak aman dan nyaman bagi semua yang seolah belum mudah didapat. Keamanan dan kenyamanan akan didapat jika individu, dan negara bersinergi dalam menerapkan aturan yang hakiki. Yaitu aturan dari Sang Pencipta.” Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam islam secara kaafaah(keseluruhan)…”(QS.Al Baqarah; 208)
Tuntutan diatas seolah mengatasnamakan Hak Asasi Manusia, memperjuangkan kebebasan wanita. Tapi sesungguhnya ini kebablasan dan telah keluar dari aturan-aturan agama.
Perempuan diciptakan bukan sebagai bawahan lelaki, bukan juga sebagai atasannya, tapi membersamainya, berbagi tugas sesuai dengan fitrah yang Allah berikan. Jadi bila feminisme menuntut kesetaraan gender, hal ini jelas bukan konsep Islam. Islam tidak mengenal kompetisi gender sebagaimana yang terjadi dalam sistem kapitalis di Barat, dalam Islam laki-laki dan wanita mempunyai fitrah dengan tugas khas yang Allah berikan, sama-sama beribadah pada Allah dan sama-sama disayangi oleh Allah adil tak harus serupa, seimbang tak harus sama.
Justru tidak adil bila kita memberikan kewajiban yang sama bagi wanita, sebagaimana yang diberikan pada lelaki sebab wanita dan lelaki datang dengan bentuk fisik yang berbeda, begitupun dengan psikis yang berbeda. Bukan untuk dibandingkan sekali lagi, akan tetapi dimuliakan sesuai fitrah.Maka menyamakan lelaki dan wanita dalam arti feminisme, adalah justru penghinaan terhadap alamiahnya manusia.Islam memberikan wanita ruang seluas-luasnya mengekspresikan diri sesuai dengan fitrah kewanitaannya. Islam memberikan kebaikan pada wanita lebih dari yang dijanjikan siapapun, termasuk kaum feminis.
Perempuan tak perlu menuntut kestaraan dengan laki-laki karena justru berbedanya perempuan dan laki-laki menjadi harmoni yang saling mengisi.Apabila kita telaah kembali kasus diskriminasi yang terjadi, bukan karena wanita tak sekuat laki-laki melainkan karena tidak ada aturan yang menjamin perlindungan dan pengaturan kehidupan sosial sesuai potensinya masing-masing.Sehingga bukan kesetaraan yang sebenarnya dibutuhkan wanita untuk mendapatkan pengakuan dan rasa aman tapi penerapan hukum-hukum Islam yang pasti menjamin dan menghebatkan peran perempuan juga laki-laki. [RN]
Penulis, Euis Winda, S.Pd,
Pengajar SMP-SMA